Hemmen

Pandangan Yenny Wahid Soal Sistem Pemilu Terbuka dan Tertutup

Ilustrasi Pemilu. Sentra Gakkumdu
Ilustrasi

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid menyampaikan pandangannya soal sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional terbuka dan tertutup. Menurut putri mendiang Gus Dur ini, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.

“Dua-duanya ada plus minusnya,” kata Yenny di Jakarta, Jumat (10/3/2023).

Yenny mengatakan, sistem pemilu proporsional terbuka, membuka ruang lebih luas kepada konstituen untuk mengenal calon yang akan dipilih atau percaya duduk di kursi parlemen.

“Namun, di sisi lain, sistem tersebut (proporsional terbuka) menyebabkan ongkos atau biaya politik yang tinggi. Imbasnya, politik uang berpotensi besar terjadi dalam sistem pemilu proporsional terbuka,” kata pemilik nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh itu.

Kelemahan lainnya, lanjutnya, calon yang akan duduk di kursi parlemen belum tentu berkualitas. Pasalnya, bisa saja hanya mengandalkan popularitas dan didukung kekuatan finansial yang kuat.

“Pada sistem proporsional tertutup, partai politik bisa mengalokasikan kursi bagi calon-calon yang dinilai berkualitas terutama dalam melahirkan produk-produk legislasi,” ujarnya.

Akan tetapi, menurut Yenny, kedua sistem tersebut pada dasarnya sama-sama memiliki kelebihan dan keunggulan.

Sebagai informasi, saat ini sistem proporsional terbuka sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu tercatat pada Permohonan Nomor 114/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Undang-Undang Pemilu.

Gugatan tersebut diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono.

Para pemohon mendalilkan Pasal 168 Ayat (2), Pasal 342 Ayat (2), Pasal 353 Ayat (1) huruf b, Pasal 386 Ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 Ayat (2), Pasal 426 Ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.(her/01)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan