Hemmen

Pentingnya LBH Jaga Kedaulatan Kiprah Nelayan Tradisional

Akademisi Dr. Sulistyowati (kiri) bersama Ketum Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Hendrik Eddy Purnomo (kanan) pada Munas V PNTI di Jakarta tanggal 13 Desember 2023
Akademisi Dr. Sulistyowati (kiri) bersama Ketum Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Hendrik Eddy Purnomo (kanan) pada Munas V PNTI di Jakarta, Rabu, 13 Desember 2023.(Foto: Istimewa)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Nelayan di Indonesia harus selalu mendapatkan jaminan kedaulatan dalam menjalankan haknya sebagai warga negara.

Oleh sebab itu, untuk mengawal terjaganya jaminan kedaulatan kiprah nelayan tersebut Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) mengadakan Musyawarah Nasional yang ke-5 di Jakarta pada 12-14 Desember 2023.

Muhammad Jayadi Selaku ketua DPW PNTI Sulbar yang mengikuti Munas V di Jakarta bersama DPD PNTI jajaran Sulawesi Barat berharap event tersebut menjadi momentum strategis dalam mengonsolidasi sekaligus memberi energi baru bagi berkelanjutannya kepemimpinan pada level nasional.

Pada kesempatan diskusi, narasumber yang tampil adalah Dr. Sulistyowati, SH, MH, seorang praktisi yang juga akademisi dan biasa dipanggil “Sulis Macan”.

Dalam kesempatan tersebut Sulistyowati menyampaikan bahwa persoalan yang dialami para nelayan sangat banyak dan kompleks.

BACA JUGA  Ketua Umum GNTI Bakti Sosial Bagikan Sembako Untuk Nelayan Cirebon

Hal ini bisa dilihat dari soal degradasi lingkungan laut berupa pencemaran lingkungan, over fishing maupun perubahan iklim.

Tentu saja, degradasi lingkungan itu menyebabkan menurunnya ketersediaan sumber daya laut. Belum lagi rentannya para nelayan ditangkap aparat, baik dalam negeri maupun negara tetangga karena dianggap melewati batas teritori.

Misalnya nelayan Indonesia ditangkap di Malaysia, nelayan Aceh ditangkap di Thailand, dan lebih parah dari itu, nelayan Konawe ditembak Pol Airud hingga menyebabkan satu nelayan tewas serta lainnya luka-luka.

Persoalan sistem zonasi juga bukan tanpa problem di lapangan. Belum lagi persoalan pemasaran, ketersediaan bahan bakar, dan sebagainya.

Regulasi pun tidak sinkron antara satu dengan yang lain. Menimbulkan tafsir yang tentu saja berbeda dan imbasnya lagi-lagi ke nelayan.

BACA JUGA  Nelayan Gorontalo: Jangan Paksakan Pemilu, Alihkan Anggaran buat Subsidi Rakyat!

Sulistyowati menambahkan, dari semua hal tersebut, sudah seharusnya nelayan lebih terlindungi untuk menjaga hak-haknya demi keberlangsungan masa depan nelayan itu sendiri dan ketersediaan hasil laut dalam masyarakat.

“Oleh sebab itu, perlu dibuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan perlu di-back up paralegal yang mumpuni untuk membantu penyelesaian persoalan di lapangan,” tutur Sulistyowati.

Lebih dari itu, soal penerapan advokasi nelayan, harmonisasi regulasi soal hubungan sosial ekonomi dan ekologi di masyarakat pesisir, juga menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan aktivitas perikanan.

Advokasi nelayan diperlukan untuk memastikan bahwa kepentingan nelayan terwakili dalam pengambilan keputusan terkait perikanan.

“Harmonisasi regulasi diperlukan untuk memastikan bahwa regulasi yang ada tidak saling bertentangan dan dapat mendukung praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan,” ujar Sulistyowati.(PR/01)

Barron Ichsan Perwakum