PERADI Kembali Surati Mendagri Agar Advokat Dimasukkan Dalam Sektor Esensial

Jhon S.E Panggabean, S.H.,M.H./Foto:istimewa

“DPC Peradi SAI Jakarta Timur kembali menyurati Menteri Dalam Negeri memohon agar Advokat segera dimasukkan dalam sektor esensial dengan tembusan surat kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI sebagai Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali, Menteri Hukum dan HAM RI, Ketua Mahkamah Agung RI dan Gubernur DKI Jakarta.”

Oleh: Jhon S.E Panggabean, S.H., M.H.

Kemenkumham Bali

Bangsa Indonesia telah bergelut lebih 1 (satu) tahun menghadapi penyebaran virus corona. Oleh karenanya seluruh masyarakat termasuk Advokat dan organisasi Advokat tentu menghargai dan mendukung berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah yakni sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kemudian karena melonjatnya peningkatan pendemi virus corona dan adanya varian baru, akhirnya Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memutuskan untuk Perberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) khusus Jawa dan Bali demi mencegah penyebaran wabah Virus Corona. Dimana dalam menginplementasikan Instruksi Presiden tersebut Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Instuksi Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 2021 Tentang tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid -19 yang berlaku sejak tanggal 3 Juli 2021 sampai dengan tanggal 20 juli 2021 dengan beberapa kali Revisi yang kemudian kemudian diperpanjang sampai tanggal 25 Juli 2021 sesuai dengan Instruksi Mendagri No.22 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Corona Virus Disease 2019 Di Wilayah Jawa Dan Bali. Dalam Instruksi Mendagri tidak disebutkan keberadaan Lembaga Peradilan apakah masuk sektor esensial atau kiritikal.

BACA JUGA  Ketua KPK Tersangka, Bukti Komitmen Polri Bersih-bersih Institusi

Namun berdasarkan juru bicara Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Bapak Jodi Mahardi yang dikutip dalam berita hukum online, tanggal 2 Juli 2021 dimana pada saat dikonfirmasi menjelaskan “profesi Advokat termasuk sektor non-esensial sehingga kegiatannya wajib 100% (persen) di rumah atau work from home”. Bapak Jodi Mahardi juga menjelaskan “lembaga pengadilan masuk sektor esensial pada sektor Pemerintahan karena lembaga pengadilan memberikan pelayanan publik yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya”. Demikian juga dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tertanggal 5 Juli 2021 No. 7 Tahun 2021 Tentang Penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya pada wilayah Jawa dan Bali, menyebutkan Pengadilan bekerja Work From Office (WFO) maksimal 25 % (dua puluh lima persen).

BACA JUGA  Saatnya Evaluasi, Mengukuhkan Single Bar atau Multibar

Karena Pengadilan adalah lembaga yang termasuk sektor esensial dalam arti tetap menjalankan tugas di kantor (WFO) 25 % (dua puluh lima persen) termasuk menjalankan persidangan dengan melaksanakan protokol kesehatan, namun profesi Advokat (Praktisi Hukum) masuk sektor nonesensial. Jelas ketentuan ini tidak sinkron dengan fungsi dan tugas Advokat sebagai penegak hukum yang termasuk dalam Catur Wangsa penegak hukum termasuk didalamnya Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat serta bertentangan dengan ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang advokat yang dalam penjelasannya menyatakan : “Advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan”.

BACA JUGA  Bantuan PPKM Darurat, TNI-Polri Salurkan 5 Ton Beras di Kabupaten Tabanan

Demikian juga dalam pelayanan administrasi maupun persidangan baik dalam perkara pidana maupun perdata, Advokat selalu hadir bahkan dalam perkara pidana terdakwa wajib didampingi oleh Penasehat Hukum (Advokat). Sedangkan dalam perkara perdata, baik Penggugat maupun Tergugat diwakili oleh Advokat. Karena Pengadilan masuk kategori esensial, maka Hakim dapat menjalankan tugasnya untuk bersidang dan membuat jadwal persidangan atau memanggil para pihak atau kuasa hukum (Advokat) untuk bersidang. Padahal Advokat masuk sektor non-esensial yang secara aturan bekerja didalam rumah (WFH) tidak termasuk di Pengadilan. Hal ini jelas merupakan suatu keadaan aturan yang kontradiktif dan dilema terutama bagi Advokat karena dihadapkan kepada aturan yang tidak sinkron, dimana apabila Advokat hendak menaati aturan Advokat tidak menghadiri jadwal persidangan, maka persidangan tidak akan berlangsung karena tanpa dihadiri Advokat. Namun resikonya terutama dalam perkara perdata akan berpotensi merugikan kepentingan Advokat atau kliennya karena dianggap Advokat tidak menghargai panggilan sidang dan atau tidak mempergunakan kesempatan atau haknya melakukan pembelaan. Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi karena seyogianya pembuat aturan dalam hal ini Mendagri sejak awal seharusnya sudah memahami tugas dan fungsi Advokat dalam penegakan hukum. Karena hal tersebut merupakan fakta yang dialami Advokat selama masa PPKM Darurat ini, jelas menimbulkan kendala bagi Advokat dalam rangka menjalankan tugasnya. Apabila aturan ini tidak direvisi jelas menghambat kinerja Advokat dan merugikan Advokat, karena apabila Advokat tetap menghadiri persidangan di Pengadilan atau mendampingi klien di Kepolisian atau di Kejaksaan sekalipun bisa lolos dari penyekatan atau sampai ke Pengadilan dengan cara mencari jalan alternatif yang tidak ada penyekatan, dalam nalurinya Advokat akan berkata saya penegak hukum, tapi demi tugas profesi terpaksa melanggar hukum. Hal ini juga dialami penulis baru baru ini di beberapa kali persidangan bahkan di luar Jakarta.

BACA JUGA  Kejari Jaktim Musnahkan Barang Bukti Perkara Tindak Pidana Umum

Bukan hanya kali ini saja yang menjadi pembahasan aturan menyangkut Advokat, karena sebelumnya juga pada saat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang awalnya menentukan profesi Advokat tidak termasuk yang dikecualikan, namun setelah diberikan pemahaman dan protes tentang tugas-tugas profesi Advokat, akhirnya Pemda DKI saat itu membuat kebijakan baru yakni memasukkan profesi Advokat merupakan profesi yang dikecualikan, sama dengan profesi penegak hukum lainnya yakni Polisi, Jaksa, Hakim yang merupakan profesi yang dikecualikan. Sehingga Advokat bebas untuk keluar masuk Jakarta dalam rangka menjalankan tugasnya. Tentang hal ini Ketua Umum Peradi SAI sebenarnya sudah sejak tanggal 4 Juli 2021 mengirim surat ke Presiden agar Advokat dimasukkan dalam sektor esensial. Dengan banyaknya Advokat yang mengalami kendala dalam menjalankan tugas atas aturan ini, bahkan beberapa kantor Advokat yang dibuka disuruh ditutup serta dengan adanya PPKM Darurat Perpanjangan, maka DPC Peradi SAI Jakarta Timur kembali menyurati Menteri Dalam Negeri memohon agar Advokat segera dimasukkan dalam sektor esensial dengan tembusan surat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI sebagai Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali, Menteri Hukum dan HAM RI, Ketua Mahkamah Agung RI, serta Gubernur DKI Jakarta.

BACA JUGA  Soal PPKM Darurat, Ini Arahan Ketua Majelis Madya Desa Adat Kabupaten Badung

Oleh karenanya, demi berjalannya penegakan hukum sesuai dengan fungsi dan tugas yang diemban oleh Advokat, Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia kiranya berkenan segera mengeluarkan revisi atas Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2021 dan Instruksi lainnya dengan memasukkan profesi Advokat dalam sektor esensial dengan melaksanakan protokol kesehatan, sehingga Advokat bebas melakukan tugasnya baik di dalam Pengadilan maupun di luar Pengadilan dalam rangka penegakan hukum.(*)

Jhon SE Panggabean, S.H.,M.H./ Advokat Senior

Tinggalkan Balasan