Hemmen
Hukum  

Soal Lahan Kayu Antap, Ahli Hukum Agraria Dr. Hasni Sebut Pemkot Tangsel Paksakan Kehendak

Pandangan hukum Ahli Hukum Agraria Dr. Hasni, SH., MH soal lahan Kayu Antap Tangsel
Ahli Hukum Agraria Dr. Hasni, SH., MH (Foto:istimewa)

TANGSEL, SUDUTPANDANG.ID – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) terindikasi cenderung memaksakan kehendak, mengubah peruntukkan sebidang tanah di wilayah Kayu Antap Rempoa dari permukiman menjadi situ (danau) di dalam peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Pandangan itu disampaikan Ahli Hukum Agraria Dr. Hasni, SH, MH, Guru Besar Universitas Trisakti, mewakili PT Hana Kreasi Persada (PT HKP) saat menyampaikan legal opinion kepada awak media terkait sengketa tanah milik PT HKP dengan pihak Pemkot Tangsel, Selasa (6/6/2023).

Kemenkumham Bali

Menurut Hasni, klaim Pemkot Tangsel atas sebidang tanah di daerah Kayu Antap Rempoa sebagai situ (danau) adalah pengakuan sepihak yang tidak memiliki dasar hukum, kecuali hanya berdasarkan peta buatan Belanda yang diterbitkan tahun 1928. Peta yang dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda itu sangat diragukan keabsahan dan keberadaannya.

Ia menyebut peta yang berasal dari “Batavia Residentie Preanger Regentscahppen District Kebajoran Desa Rempoa tahun 1928” itu tidak dapat dijadikan dasar penyusunan RTRW. Pasalnya, peta itu dibuat berdasarkan ketentuan hukum Belanda yang berlandaskan Ordonantie pembangunan kota tahun 1908 atas dasar Agrerische Wet S-1870:55 yang sudah dicabut oleh Diktum UUPA.

“UU Hindia Belanda sudah tidak berlaku lagi di seluruh Indonesia sejak 18 Agustus 1945, dan yang berlaku adalah UUD 1945. Apalagi peta itu juga tidak disertai keterangan titik koordinat dan skala serta juga tak ada penjelasan siapa atau lembaga apa yang menerbitkannya,” jelasnya.

Peta itu juga, lanjutnya, tidak ditemukan di Badan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan di Kantor Dinas Perpustakaan-Arsip Daerah Pemkot Tangsel.

BACA JUGA  Penyelesaian Penzaliman di Medsos Tidak Cukup Minta Maaf Bermaterai

“Anehnya, peta tahun 1928 muncul di persidangan dan dijadikan novum untuk memperkarakan tanah milik PT HKP. Padahal, Pemkot Tangsel tidak pernah menggunakan peta tahun 1928 dalam penyusunan RTRW,” ungkap Hasni.

Ia mengungkapkan, Pemkot Tangsel menggunakan peta resmi saat menyusun RTRW berdasarkan UU Penataan Tata Ruang (UU No. 24 Tahun 1992, UU No. 26 Tahun 2007, dan PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRW), yaitu peta yang diterbitkan oleh lembaga resmi Badan Informasi Geospasial-BIG (dahulu Bakosurtanal) sebagai penyedia peta dasar untuk pembuatan peta rencana tata ruang wilayah.

“Saat menyusun RTRW Tahun 2011-2031, Pemkot Tangsel juga telah menggunakan peta yang berasal dari Citraquickbird tahun 2010, Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 25.000, Bakorstanal, 1990, data wilayah Kota Tangsel 2010, dan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 25.000, Bakorstanal 1990, di mana terlihat jelas bahwa tanah milik PT HKP bukanlah situ,” paparnya.

Lebih aneh lagi, menurut Hasni, peruntukkan tanah milik PT HKP itu, dalam RTRW Kota Tangsel ternyata berubah-ubah. Pada RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2008-2010 peruntukkannya adalah permukiman, perkotaan. Namun, pada RTRW Kota Tangsel tahun 2011-2031 dinyatakan peruntukannya sebagai situ. Sementara pada RTRW tahun 2022-2042 disebut peruntukkan badan air.

Hasni lebih lanjut menjelaskan, penyusunan RTRW Kota Tangsel harus mengacu kepada RTRW Nasional dan RTRW tingkat Provinsi. Sedangkan peta yang digunakan oleh RTRW Provinsi Banten dan pihak Pemda Kabupaten Tangerang, sebagai daerah induk Kota Tangsel, tertera bahwa tanah SHGB milik PT HKP berwarna kuning.

BACA JUGA  Hakim Agung Kena OTT Akibat Koruptor Tidak Dimiskinkan

“Artinya, wilayah tersebut peruntukkannya permukiman, bukan situ sebagaimana diperkuat oleh SK Gubernur Banten No.953/Kep 438-Huk/2016 tentang Penghapusan Situ Kayu Antap dari Daftar Milik Daerah Provinsi Banten, bahwa SHGB No. 340/Rempoa adalah bukan situ. Dengan begitu permasalahan situ atas tanah milik PT HKP harusnya sudah tidak ada lagi,” tegasnya.

Hasni juga menegaskan, pembuatan RTRW pada suatu daerah tidak boleh bertentangan dengan status hak tanah perorangan yang sudah dilandasi oleh kekuatan hukum tetap, dan tanah yang diklaim situ oleh Pemkot Tangsel adalah milik pribadi yang dibuktikan dengan sertifikat.

“Perubahan RTRW Tangsel yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa koordinasi dan mempertimbangkan hak milik seseorang atas sebidang tanah, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan tidak sah (pasal 70 ayat 1 dan 2 UU No. 30 Tahun 2014),” ujarnya.

Selain itu, masih menurut Hasni, pemerintahan yang baru terbentuk seperti Kota Tangsel wajib melanjutkan izin-izin yang telah diterbitkan oleh pemerintah sebelumnya (Kabupaten Tangerang). Jika tidak, apalagi tanpa alasan yang sah dapat diketagorikan sebagai tindakan sewenang-wenang, kecuali jika ada izin yang diterbitkan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

“Oleh karena itu patut dicurigai dalam kasus tanah milik PT HKP ada indikasi kepentingan tertentu di kalangan pejabat Kota Tangsel. Dan dalam hal ini anggota DPRD Kota Tangsel ikut bertanggung jawab, karena perubahan RTRW itu dilakukan bersama DPRD,” kata Hasni.

BACA JUGA  Jaksa Berhasil Hadirkan Luhut Binsar Pandjaitan ke Persidangan

“Atas dasar itu, menurut dia, pejabat di Pemkot Tangsel dan anggota DPRD yang merobah RTRW tanpa koordinasi dengan pemegang sertifikat dianggap telah melakukan tindakan sewenang-wenang atau melampaui batas kewenangan,” tambah Pakar Hukum Agraria itu.

12 Tahun

Sementara itu Susana, perwakilan dari PT HKP mengatakan, mengingat sudah lebih dari 12 tahun Pemkot Tangsel mengabaikan masalah RTRW ini, maka pihaknya telah berkirim surat dan meminta perlindungan hukum kepada Kementerian ATR/BPN. Namun Kementerian ATR/BPN mengembalikan lagi permasalahan tersebut kepada Pemkot Tangsel.

“Kami juga telah berkirim surat ke Kementerian ATR/BPN untuk menanyakan informasi tertulis peruntukkan tanah kami pada RTRW Kota Tangsel, tetapi sampai saat ini tidak ada respons,” katanya.

Pihaknya pun menyatakan siap bermusyawarah kapan saja dengan pihak Pemkot terkait persoalan tersebut.

Soal sengketa lahan tersebut banyak diberitakan media baru-baru ini. Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, pihak Pemkot Tangsel belum bersedia memberikan tanggapan terkait masalah tersebut.(tim)

Barron Ichsan Perwakum