Hemmen

Surat Pemesanan Barang (Purchase Order) Ditinjau dari Aspek Hukum

ilustrasi

Di tengah hujan rintik-rintik di akhir bulan Oktober ini, udara terasa sejuk. Dari kaca jendela telihat butir-butir air hujan jatuh menimpa bata konblok yang tersusun rapi di halaman kantor. Seperti susunan kue lapis yang sering menjadi pendampingku bersama teman-teman minum kopi pagi, sambil bersenda gurau ketika hari libur.

Pohon-pohon ketapang sedikit bergoyang-goyang tertimpa butiran air hujan yang jatuh, sementara rumput-rumput gajah tertunduk diam, saling berhimpitan seakan kedinginan.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Mobil-mobil yang biasa berlalu-lalang, kini tak nampak sama sekali. Entah sopirnya yang kedinginan atau terdampak pandemi Covid-19 yang belum hilang di bumi pertiwi.

Tatkala mataku sedang memandang butiran air hujan yang jatuh ke bumi ini, yang sesekali disertai petir dan bunyi gemuruh air hujan, tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Telpon dari seorang klienku yang bertanya:

“Pak Kurnianto….apa kabar?”

“Saya ingin konsultasi hukum. Bagaimana Surat Pemesanan Barang (Purchase Order/PO) dilihat dari aspek hukum pak?”

“Apa akibatnya, jika PO saya dibatalkan oleh penjual barang?”

“Saya sudah bayar DP pula” katanya di sela-sela bunyi berbisik butiran air hujan.

Nah, kini saya hendak menulis secara ringkas. Bagaimana Surat Pemesanan Barang (Purchase Order/PO) ditinjau dari aspek atau sudut hukum?. Sehingga para pelaku bisnis, dapat mengetahui status PO dan bagaimana konsekuensi hukumnya, jika PO ini ditandatangi kedua pihak?.

Kurnianto Purnama, S.H., M.H./Foto:dok.SP

Berdasarkan hukum, yakni Pasal 1458 KUHPerdata, PO ini berlaku sebagai perjanjian yang sah mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Setelah PO disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka jual beli dianggap telah terjadi, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

PO dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli. Tentunya, PO yang sudah ditandatangani penjual dan pembeli, memuat jenis barang, jumlah barang, harga barang, tanggal pengiriman barang dan waktu pembayaran.

Setelah ditandatangani, kedua belah pihak wajib menaati apa yang tercantum dalam PO ini. Jika penjual tidak mengirim barang sesuai waktu yang ditentukan dalam PO, maka dia dianggap wanprestasi atau ingkar janji. Konsekuensinya, orang yang wanprestasi, dapat dituntut di muka pengadilan. Maka, kita harus siap melakukan jual beli, jika menandatangani suatu PO.

Demikian sedikit tulisanku, semoga berkenan dan bermanfaat.

Jakarta, 27 Oktober 2021
Kurnianto Purnama, SH, MH.

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan