“Climate Central”: 2 Kejadian Gelombang Panas Bepotensi Terjadi Lagi di Indonesia

heatwave
Petugas BMKG menunjukkan pantauan suhu udara di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (6/5/2024). BMKG memastikan fenomena udara panas yang melanda Indonesia beberapa hari terakhir bukan merupakan gelombang panas (heatwave), melainkan cuaca panas yang diperkirakan bakal berlangsung hingga Agustus atau September akibat dari adanya gerak semu matahari. FOTO: Ant

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dua kejadian gelombang panas (heatwave) yang sebelumnya terjadi di Indonesia berpotensi terulang kembali, mengingat probabilitasnya mencapai tertinggi kedua dan ketiga di seluruh dunia, demikian laporan yang disampaikan lembaga “Climate Central”.

Merujuk World Weather Attribution (WWA) dan “Red Cross Red Crescent Climate Centre”, laporan yang dikeluarkan oleh “Climate Central” tersebut, yang dikutip di Jakarta, Jumat (31/5/2024), mengulas potensi terjadinya gelombang panas dan jumlah orang yang terpapar oleh cuaca ekstrem di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Kemenkumham Bali

Berdasarkan laporan yang dirilis pada 28 Mei 2024 itu menemukan bahwa rasio probabilitas (probability ratio) dua kejadian gelombang panas di Indonesia tercatat menjadi yang tertinggi kedua dan ketiga di seluruh dunia.

Rasio probabilitas yang dimaksud menunjukkan peningkatan kemungkinan atau potensi terjadinya suatu peristiwa akibat dari perubahan iklim yang disebabkan manusia.

BACA JUGA  Bekasi Terapkan PTM 25 Persen di SD, SLTP dan SLTA

Temuan dari studi yang dilakukan ketiga lembaga itu memperlihatkan dua kejadian gelombang panas yang terjadi di Indonesia dan Filipina menempati rasio probabilitas tertinggi kedua dan ketiga di dunia atau memiliki potensi terjadi hal serupa.

Kejadian pertama adalah gelombang panas yang terjadi di Indonesia dan Filipina pada 2-7 April 2024 dengan skor rasio probabilitas 29.
Sementara posisi ketiga adalah gelombang panas yang terjadi 26-31 Oktober 2023 yang memiliki skor rasio probabilitas sebesar 25.

Indikasi dari rasio probabilitas itu adalah skor 25 berarti perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia membuat kejadian tersebut 25 kali lebih mungkin terjadi.

Wilayah dengan skor probabilitas tertinggi menurut laporan itu adalah gelombang panas yang terjadi di Kepulauan Marshall dan Mikronesia, dengan skor tercatat sebesar 35 untuk kejadian periode 7-12 Maret 2024.

BACA JUGA  Pengamat: Perkembangan Sepak Bola Indonesia Sangat Pesat

Laporan itu juga menemukan bahwa selama periode 12 bulan, sebanyak 6,3 miliar orang atau sekitar 78 persen dari populasi global mengalami cuaca panas ekstrem setidaknya selama 31 hari, yang setidaknya dua kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Selain itu, selama 12 bulan terakhir di seluruh dunia perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia menambah rata-rata suhu panas ekstrem selama 26 hari lebih lama dibandingkan jika bumi tidak mengalami perubahan iklim.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam pernyataan pada awal Mei 2024 menyebut fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia selama beberapa hari terakhir bukan merupakan gelombang panas.

Deputi Meteorologi BMKG Guswanto dalam pernyataan pada 2 Mei 2024 mengatakan ditinjau secara karakteristik fenomena maupun indikator statistik pengamatan suhu Indonesia tidak termasuk ke dalam kategori heatwave, karena tidak memenuhi persyaratan sebagai gelombang panas.

BACA JUGA  Hadirkan Ustadz Donny Sagaf, SMK Wikrama Bogor Gelar Kajian "Yakin Mau Jadi Guru?"

Ia menyebut suhu panas terik harian yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode awal Mei merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari. (Ant/02)