‘Pedoman Hukuman’ Dinilai Langgar HAM, Taiwan Kecam Keras Tiongkok

Taiwan Tiongkok
Bendera Taiwan (Foto:GI)

“Tidak hanya mengancam perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan dan kawasan, namun juga secara serius telah mengancam, menganiaya demokrasi, kebebasan dan tatanan internasional yang berbasis aturan.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Taiwan mengecam keras sikap Tiongkok yang menerbitkan ’22 pedoman tentang hukuman’ kepada Separatis Kemerdekaan Taiwan. Tiongkok dinilai telah melanggar prinsip hukum internasional, prinsip hukum pidana umum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kemenkumham Bali

Pernyataan sikap Taiwan itu disampaikan melalui Taipei Economic and Trade Office (TETO) dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Dalam siaran pers, disebutkan bahwa Tiongkok juga telah melanggar HAM dari warga negara Taiwan dan warga negara lain. Negeri Tirai Bambu itu juga dianggap telah melanggar kedaulatan berbagai negara.

Disebutkan bahwa pada bulan Juni tahun ini, Kementerian Kehakiman dan Kementerian Keamanan Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) beserta kementerian lainnya menerbitkan “Pedoman peradilan untuk menjatuhkan hukuman pidana kepada separatis kemerdekaan Taiwan garis keras atas tindak pidana melakukan atau menghasut pemisahan diri”.

Dalam pedoman tersebut, Tiongkok menetapkan bahwa perilaku separatis kemerdekaan Taiwan termasuk dalam tindak pidana melakukan dan menghasut pemisahan diri, dan siapa saja yang berkolusi dengan individu, lembaga, dan organisasi asing atau luar negeri mengenai perihal hal tersebut juga dapat dikenakan hukuman berat.

Taiwan berpandangan bahwa pedoman tersebut dirancang tidak hanya bertujuan membatasi kemerdekaan dan demokrasi Taiwan, tetapi juga menginternasionalisasikan gaya otoriter Tiongkok dalam hukum pidana.

Selain itu untuk menekan gagasan dan upaya menjatuhkan hukuman pidana kepada komunitas internasional yang berbeda pendapat dengan Partai Komunis Tiongkok.

Upaya Tiongkok untuk mengubah status quo secara sepihak dan merusak perdamaian serta stabilitas kawasan melalui perang hukum lawfare dan tindakan mengancam sudah seharusnya dikecam keras oleh komunitas internasional.

Dalam beberapa tahun terakhir Tiongkok terus terlibat dalam berbagai kasus perang hukum lawfare melawan Taiwan, dan Tiongkok terus salah menafsirkan United Nations General Assembly Resolution 2758 di dunia internasional untuk dengan sengaja menciptakan ilusi “satu Tiongkok”.

Di tahun 2005, Tiongkok mengesahkan UU Anti-Pemisahan untuk menanamkan “prinsip satu Tiongkok” ke dalam hukum domestik dan dengan jelas menyatakan bahwa “masalah Taiwan adalah warisan dari perang saudara Tiongkok”.

Menurut Taiwan, hal ini bertujuan mengkategorikan dan mengunci masalah Taiwan sebagai “urusan dalam negeri”. Hal itu juga akan mencegah atau menghalangi komunitas internasional untuk campur tangan dalam isu lintas selat.

Menciptakan Dasar Hukum

Tiongkok juga diduga sedang menciptakan dasar hukum untuk invasi militer di masa depan dan aneksasi paksa Taiwan. Hal ini tidak hanya mengancam Taiwan, tetapi juga membahayakan perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan Indo-Pasifik.

Di dalam “22 Pedoman tentang Hukuman kepada Separatis Kemerdekaan Taiwan” terdapat peraturan yurisdiksi ekstrateritorial, ketiadaan daluwarsa penuntutan, dan peradilan in absentia.

Ketiga hal itu yang telah melanggar prinsip hukum pidana umum, dan juga melanggar batas yurisdiksi hukum internasional dan perlindungan HAM dalam hukum internasional.

Taiwan mencontohkan, di bawah pedoman tersebut, Tiongkok tidak hanya dapat menghukum warga negara Taiwan tetapi juga warga negara lain melalui peradilan yang dilaksanakan di dalam negeri secara in absentia.

Kemudian nantinya Tiongkok dapat mengeluarkan pemberitahuan merah (red notice) melalui Interpol dan meminta kepada semua otoritas penegak hukum di negara-negara anggota Interpol di seluruh dunia. Bertujuan untuk mencari dan menangkap orang-orang tersebut dengan maksud agar mereka diekstradisi dan menjalani hukuman di Tiongkok.

Disebutkan bahwa yurisdiksi lengan panjang Tiongkok tidak hanya berdampak pada Taiwan, tetapi juga akan berdampak kepada warga negara lain, melanggar HAM dan kedaulatan berbagai negara serta melanggar hukum internasional dan prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan internasional.

Pedoman tersebut berlaku untuk semua warga negara non-Tiongkok, dan organisasi non-Tiongkok di semua sektor, termasuk sektor politik, bisnis, pendidikan, kebudayaan, sejarah, media dan sektor lainnya serta memiliki pengaruh yang sangat luas.

Hukum pidana Tiongkok juga menetapkan pendanaan separatisme sebagai tindak pidana. Masyarakat biasa dan pengusaha yang menyumbang ke organisasi terkait juga berisiko dituntut oleh Tiongkok.

Sebagai contoh, anggota parlemen dari negara-negara yang mempromosikan undang-undang ramah Taiwan untuk membantu Taiwan dalam mempromosikan kerja sama internasional dengan Taiwan atau mendukung partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional mungkin dapat dituntut oleh Tiongkok atas tindak pidana tersebut.

Perang Hukum Lawfare

Perang hukum lawfare Tiongkok terhadap Taiwan telah mencapai titik, di mana hal itu telah menekan kebebasan berbicara secara global. Tindak Pidana Separatisme Tiongkok juga berlaku untuk warga negara non-Tiongkok, dibuktikan dengan pengumuman sanksi Tiongkok terhadap Hudson Institute dan Ronald Reagan Presidential Library and Center for Public Affairs pada bulan April 2023 lalu.

Taiwan dan Indonesia memiliki pertukaran dan kerja sama yang erat di berbagai bidang, serta berbagi nilai-nilai universal seperti demokrasi, kebebasan dan HAM.

Saat ini terdapat sekitar 400.000 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Taiwan untuk belajar dan bekerja, dan terdapat lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal di Indonesia untuk bekerja dan berbisnis.

Tiongkok terus memperkuat berbagai undang-undang keamanan nasional dan penindakannya. Terus berupaya untuk menekan kebebasan berpendapat warga negara Taiwan dan negara-negara di seluruh dunia serta melanggar HAM dari masyarakat dunia.

Dengan diterbitkan ‘pedoman’ ini Tiongkok ingin menciptakan ‘efek dingin’ politik dan memperlihatkan sifat totaliter Tiongkok yang telah melanggar nilai-nilai universal seperti demokrasi dan HAM serta mengabaikan prinsip dasar hukum internasional.

Untuk itu, TETO menyerukan kepada pemerintah, industri, pengusaha, akademisi, institusi, dan media di Indonesia untuk menaruh perhatian besar dan mengecam keras tindakan Tiongkok tersebut. Pasalnya, tidak hanya mengancam perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan dan kawasan, namun juga secara serius telah mengancam, menganiaya demokrasi, kebebasan dan tatanan internasional yang berbasis aturan.(01)

BACA JUGA  Prabowo - Gibran Menang di TPS Beijing Raih Total 381 Suara