Hemmen
Opini  

Aku Tidak Mau Makan Daging Manusia!

ilustrasi
ilustrasi

Kisah Seorang Tuan Guru Kondang dari Baghdad

Oleh H. Alam Sani

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

APA yang terjadi pada diri Ayah?”

Demikian tanya seorang anak muda kepada ayahnya. Suatu sore. Kala itu, anak muda itu melihat wajah ayahnya tampak sangat sedih. Malah, ia melihat kemilau air mata meleleh pelan dari dua mata ayahnya.

“Nak. Tadi, aku ingin sekali memberikan sesuatu kepada pamanmu. Namun, pamanmu menolak pemberianku itu. Padahal, kau tahu, saat ini hidup pamanmu itu serba terbatas dan kekurangan,” jawab sang ayah. Dengan suara lirih. “Aku menangis, karena seumur-umur baru kali ini aku mampu memiliki uang. Itu pun hanya sejumlah lima dirham. Namun, ternyata pemberianku itu tidak pantas diterima salah seorang sahabat Allah Swt.: pamanmu itu. Aku tahu, pamanmu itu seorang Tuan Guru. Demikianlah ceritanya.”

Mendengar jawaban ayahnya yang demikian, anak muda itu sejenak termenung. Tidak lama kemudian, ia berucap kepada ayahnya, “Ayah. Berikanlah uang lima dirham itu kepada saya. Biar saya yang memberikannya kepada Paman. Dengan cara demikian ini, insyaAllah Paman akan menerima pemberian Ayah.”

Seiring dengan pendapat sang putra uang, lima dirham itu lantas diserahkan sang ayah kepada putranya itu. Kemudian, berangkatlah anak muda itu ke tempat kediaman sang paman. Setiba di tempat kediaman sang paman, anak muda lantas mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

“Siapakah itu?” terdengar sahutan dari dalam rumah.
“Al-Junaid, Paman,” jawab anak muda itu yang bernama Al-Junaid. “Bolehkah saya menemui Paman?”
“Berdiri saja kau di situ. Ada maksud apa kedatanganmu ke sini? Apa ada kaitannya dengan pemberian dari ayahmu?” sahut sang paman. Tanpa menyilakan anak muda itu masuk ke dalam rumah.

BACA JUGA  Prof Enny, Ketukan Palumu Ditunggu R.A Kartini dan Dewi Keadilan

Sejenak anak muda tertegun, karena tidak dipersilakan masuk ke dalam rumah. Selepas berpikir sejenak, ia lantas berucap dengan hormat kepada saudara lelaki ibunya itu, “Paman. Terimalah pemberian dari ayahku.”
“Tidak! Aku tidak akan menerima pemberian dari ayahmu itu,” sahut sang paman.
“Paman. Demi Allah yang telah sedemikian baik kepadamu dan sedemikian adil kepada Ayah, saya meminta kepada Paman untuk menerima pemberian Ayah. Ini, pemberian Ayah saya bawa,” ucap anak muda itu. Dengan nada suara ramah dan santun.

“Al-Junaid! Bagaimana Allah telah sedemikian baik kepadaku dan sedemikian adil kepada ayahmu?” tanya sang paman. Penasaran.
“Paman,” jawab anak muda itu. Tetap dengan nada suara ramah dan santun. “Allah telah berbuat baik kepadamu, karena Dia telah menganugerahkan kemiskinan kepadamu. Dan Dia telah berbuat adil kepada Ayah, karena Dia telah membuat Ayah sibuk dengan urusan duniawi. Paman bebas untuk menerima atau menolak pemberian dari Ayah yang saya bawa ini. Memang, Ayah, baik secara rela atau tidak, harus mengantarkan sebagian harta kekayaannya kepada pihak yang berhak menerima. Paman termasuk yang berhak menerimanya.”
Mendengar jawaban keponakannya yang demikian itu, betapa senang sang paman. Lalu, ucap Tuan Guru itu, “Nak. Sebelum menerima pemberian itu, aku telah menerima dirimu.”

Usai berucap demikian, sang paman lantas membukakan pintu bagi anak muda itu dan menerima pemberian itu. Dan, untuk Al-Junaid, ia sediakan tempat yang khusus dalam kalbunya.

Kemudian, dengan bergulirnya waktu, akhirnya anak muda itu menjadi seorang Tuan Guru kondang seperti sang paman. Di Baghdad Madinah Al-Salam. Namanya tidak kalah kondang ketimbang sang paman. Lantas, suatu hari, ia diminta untuk memberikan ceramah. Di sebuah masjid.

BACA JUGA  Dunia Terhenyak, China Damaikan Saudi dan Iran

Nah, hari itu, Tuan Guru kondang itu pun berdiri di mimbar. Kemudian, ketika sedang berceramah, salah seorang jamaah berdiri dan mengemis di antara para jamaah lainnya. Melihat orang yang mengemis masih tampak sehat dan gagah, Tuan Guru itu sejenak menghentikan ceramahnya. Lantas, ia bergumam, “Lo, orang itu kelihatannya cukup sehat. Semestinya, ia dapat mencari nafkah. Namun, mengapa ia mengemis dan menghinakan diri seperti itu?”

Malam harinya, ketika tidur, Tuan Guru itu bermimpi: di depannya tersaji makanan yang tertutup tudung saji. “Makanlah!” sebuah suara memerintah sang Tuan Guru. Ketika ia mengangkat tudung saji itu, terlihat olehnya si pengemis terkapar mati di atas piring.
“Aku tidak mau makan daging manusia!” seru sang Tuan Guru. Sangat ketakutan.
“Al-Junaid! Bukankah itu yang kau lakukan. Kemarin, ketika kau berceramah di dalam masjid?” sahut suara itu.

Segera, sang Tuan Guru menyadari, ia bersalah karena telah berbuat fitnah dalam hatinya. Karena itu, ia dihukum. Ia pun tersentak bangun dalam keadaan takut. Ia pun segera berwudhu dan melakukan shalat sunnah dua rakaat. Selepas itu, ia pergi keluar mencari si pengemis. Ia dapatkan si pengemis sedang berada di tepi Sungai Tigris, Baghdad. Si pengemis sedang memunguti sisa-sisa sayuran yang dicuci di situ dan memakannya.

Melihat kedatangan sang Tuan Guru, si pengemis pun mengangkat kepalanya. Ia pun bertanya kepada sang Tuan Guru, “Tuan Guru! Sudahkah kau bertobat, karena telah berburuk sangka terhadap aku?”
“Sudah,” jawab sang Tuan Guru. Sambil menundukkan kepala.
“Jika demikian, pergilah dari sini. Ingatlah selalu Dia yang menerima tobat hamba-hamba-Nya. Dan, jagalah selalu pikiranmu,” ucap si pengemis.

BACA JUGA  Skenario Menghentikan Perang Rusia-Ukraina

Sebuah pelajaran indah bagi kita semua lewat kisah hidup sang Tuan Guru di atas: jangan memandang remeh kepada anak muda. Siapa pun ia. Bisa saja, yang lebih muda memiliki kemampuan dan kelebihan dalam banyak hal ketimbang yang lebih tua. Juga, hendaklah kita tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain. Siapa pun ia! Dan, siapakah Al-Junaid itu? Ia tidak lain adalah Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad Al-Khazzaz Al-Nihawandi seorang Tuan Guru kondang yang hidup pada abad ke-3 H/9 M dan mendapat gelar “Burung Merak Para Ulama” (Thâwus Al-‘Ulamâ’) dan “Guru Kelompok Sufi” (Syaikh Al-Thâ’ifah).

Ya, hendaklah kita tidak mudah berburuk sangka. Kepada siapa pun. Teladan yang indah, bagi kita semua! @ru.29.04.2023.

*Penulis adalah Penasihat media Sudut Pandang, Komisaris Utama PT. Rizma Sabilul Harom, sekaligus sebagai pembimbing ibadah haji dan umrah, Direktur Utama LAZNAS BSM-Bank Syariah Mandiri pada tahun 2003–2010.(*)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan