Hemmen
Hukum  

Heboh Kasus “Canon” di Aceh, Praktisi Hukum Ini Berikan Pandangan

Advokat Oktavianus Setiawan, SH, C.Med, CMLC (Foto:SP)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Praktisi hukum Oktavianus Setiawan, SH, C.Med, CMLC, buka suara soal viralnya seekor anjing bernama “Canon” yang mati setelah ditangkap Satpol PP Aceh Singkil di Pulau Banyak. Menurut Advokat yang juga anggota Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin) ini, peristiwa tersebut harus disikapi dengan bijak dan berimbang.

“Jika dilihat dari sisi lain, anjing ini dibiarkan berkeliaran di sekitar obyek wisata Pulau Panjang. Anjing ini kan ada pemiliknya, pemiliknya salah satu pemilik resort di sana,” kata Oktavianus Setiawan ,dalam keterangan pers, Minggu (24/10/2021).

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Oktavianus mengatakan, berdasarkan informasi yang peroleh di media, diketahui ada Surat Gubernur Aceh Nomor 556/2266 tertanggal 12 Februari 2019 perihal pelaksanaan wisata halal. Menurut informasi, berulangkali pemilik resort sekaligus pemilik anjing diingatkan agar menjaga dan tidak melepasliarkan atau memelihara Canon di obyek wisata.

“Karena memang membahayakan, apalagi jika anjing tersebut tidak divaksin rutin dapat menyebarkan penyakit berbahaya seperti rabies kepada wisatawan yang berkunjung di sana,” kata Oktavianus.

Menurutnya, jika sudah diimbau atau sosialisasi namun pemilik anjing tidak mengindahkannya, maka sudah benar dan tepat petugas Satpol PP Aceh melakukan penindakan.

“Mengacu pada http:/satpolpp-wh.bandaacehkota.go.id/organisasi/tupoksi/ sudah jelas tupoksinya pelaksana kebijakan pemerintah setempat, menjaga ketertiban umum, ketentraman, serta keamanan masyarakat setempat,” sebut Oktavianus.

Ia menyebut jika sudah banyak wisatawan yang mengeluhkan bahkan dirugikan, dalam rangka menciptakan suasana aman dan nyaman, dan pemilik hewan peliharaan tidak mau atau abai dalam menjaganya, maka Satpol PP yang akan melakukan tindakan.

“Jika dalam mengamankan anjing tersebut Satpol PP tidak melakukan kekerasan terhadap anjing itu, namun ternyata anjing tersebut akhirnya mati, oleh karena pemilik resort tidak mampu menyiapkan sarana yang layak untuk membawa anjing tersebut, maka Satpol PP mengunakan atau memanfaatkan alat-alat yang ada, termasuk tongkat untuk mengamankan dari gigitan dan keranjang bambu untuk membawa anjing tersebut,” papar Oktavianus.

Bukan Tindak Pidana

Oktavianus berpandangan, ini bukanlah suatu tindak pidana. Ada asas hukum yang dikenal Geen Straf Zonder Schuld, yang artinya asas tiada pidana tanpa kesalahan.

“Artinya asas ini berarti orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan atau dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana,” jelasnya.

“Saya menyayangkan tindakan pemilik anjing dan juga pemilik resort yang dalam hal ini tidak menjaga anjingnya tersebut,” sambung Oktavinus.

Masih menurut Oktavianus, setiap daerah biasanya ada Peratutan Daerah (Perda) tentang ketertiban umum. Mengatur adanya larangan atau aturan membiarkan hewan ternak miliknya berkeliaran di tempat umum, fasum, fasos, taman atau tanah milik warga masyarakat lainnya.

“Jika melanggar tentu ada sanksinya. Dan juga Pasal 490 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi, Diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah,” sebutnya.

Kemudian ayat 3 menyebutkan “barang siapa tidak menjaga secukupnya binatang buas yang ada di bawah penjagaannya, supaya tidak menimbulkan kerugian. Selanjutnya ayat 4, “barang siapa memelihara binatang buas yang berbahaya tanpa melaporkan kepada polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu, atau tidak menaati peraturan yang diberikan oleh pejabat tersebut tentang hal itu.

“Bahkan informasi terbaru dari Camat Pulau Banyak, sejak tahun 2019 pemilik sudah diingatkan, namun tetap abai, bahkan dikatakan dua orang sudah menjadi korban yang digigit, belum lagi mereka yang kaget dikejar anjing itu hingga jatuh barang dan handphonenya ke laut,” ucapnya.

Harus Berimbang

Ia pun mengimbau kepada kawan pencinta satwa untuk melihat suatu permasalahan dari sisi yang berimbang. Termasuk pihak-pihak yang membangun narasi anjing tersebut mati karena dipukul.

“Ingat ada UU ITE, terkait penyebaran berita hoax. Hati boleh panas, tapi tetap kepala harus tetap dingin dalam menyikapi,” pesan Oktavianus.

Dirinya pun berharap pemilik hewan peliharaan apapun harus sadar diri dalam menjaga peliharaannya jangan sampai merugikan orang lain.

“Pemerhati atau penyayang binatang, khususnya anjing juga tak kalah penting harus senantiasa melakukan edukasi kepada pemilik peliharaannya agar tidak berkeliaran dan menggangu, bahkan merugikan orang lain,” pungkas Advokat dari Kantor Pengacara Stefanus dan Rekan ini.(um)

BACA JUGA  Ketinggian Air Lebih 1 Meter, 41 Desa di Nagan Raya-Aceh Terendam Banjir
Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan