JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – ASEAN di bawah Keketuaan Indonesia pada tahun ini menghadapi tantangan utama yang tidak mudah, khususnya dalam upaya mengakhiri krisis politik di Myanmar.
Pandangan tersebut disampaikan Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Randy Nandyatama di Jakarta, Minggu (29/1/2023).
“Tantangannya belum ada itikad baik dari Myanmar untuk mengikuti mekanisme yang ada di ASEAN … Jadi tujuan yang paling optimistis (dalam Keketuaan Indonesia) setahun ke depan adalah Myanmar mau menunjukkan niat baiknya,” ujar Randy.
Randy mengatakan, sejak kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap pemerintahan terpilih Myanmar pada Februari 2021, belum ada itikad baik dari junta untuk menaati Lima Poin Konsensus (5PC) yang disepakati dengan para pemimpin ASEAN di Jakarta pada April 2021.
“Keketuaan Brunei Darussalam pada 2021 dan Kamboja pada 2022 juga belum berhasil mendorong junta militer untuk melaksanakan satu pun Lima Poin Konsensus ASEAN,” katanya.
Ia menjelaskan, konsensus tersebut menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar
Kemudian, mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk berkunjung dan bertemu dengan seluruh pemangku kepentingan di Myanmar.
“Penyelesaian isu Myanmar menjadi penting tidak hanya demi menjaga stabilitas dan kemakmuran di kawasan, tetapi juga memperkuat legitimasi dan fungsi ASEAN itu sendiri sebagai organisasi regional yang bisa berdialog dengan Myanmar,” sebutnya.
“Jangan sampai ada keraguan terkait legitimasi ASEAN yang membuat banyak negara di luar sana bertanya-tanya, apakah ASEAN memang tidak bisa melakukan apa pun?” sambung Randy.
Ia mengapresiasi langkah Menlu Retno Marsudi yang membentuk kantor utusan khusus (office of the special envoy) guna memperkuat bantuan kemanusiaan serta membuka dialog.
Randy menyarankan Pemerintah RI untuk lebih memperkuat peran Sekretariat ASEAN atau meninjau ulang Piagam ASEAN dalam keketuaan Indonesia sepanjang 2023.
“Beberapa mekanisme dalam Piagam ASEAN terlalu longgar, sehingga sulit membuat negara-negara anggota untuk patuh terhadap prinsip-prinsip yang ada,” katanya.(01)