Hemmen
Hukum  

Jaksa Batal Hadirkan Saksi dari Ditjen AHU, Ini Alasannya

Sidang perkara dugaan pemalsuan surat di PN Jaktim (Foto:dok.Sony SP)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal menghadirkan salah seorang saksi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI dalam persidangan perkara dugaan pemalsuan surat yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (17/1/2022).

Menurut JPU Hadi Karsono, saksi tidak dapat hadir dengan alasan belum memperoleh izin dari pimpinannya.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Saksi tidak bisa hadir, belum dapat izin dari atasannya,” ujar Hadi.

“Rencananya, bila personel Ditjen AHU memenuhi panggilan tersebut diharapkan dapat memberikan penjelasan perihal pengesahan struktur PT Tjitajam. Sayangnya, dalam persidangan perkara pemalsuan surat dengan terdakwa Jahja Komar Hidajat perwakilan Ditjen AHU tidak hadir,” sambungnya.

Sementara, Reynold Thonak, Penasehat Hukum terdakwa Tjahaja Komar Hidayat, menyampaikan untuk menyelesaikan benang kusut permasalahan yang dihadapi kliennya dibutuhkan keterangan saksi. Pasalnya, kliennya Jahja Komar Hidajat kini duduk di kursi pesakitan PN Jaktim.

“Kami menduga, Ponten Cahaya Surbakti menjadi aktor utama dalam permasalahan hukum yang melibatkan klien kami. Di sisi lain, Ponten Cahaya Surbakti diduga telah melakukan pembajakan PT Tjitajam yang diduga bekerja sama oknum Ditjen AHU,” sebutnya.

”Seharusnya Jaksa menghadirkan saksi dari AHU, sama ada saksi Ponten Cahaya Surbakti yang kami minta dihadirkan, karena kami menduga memang biang kerok dari masalah PT Tjitajam,” tegasnya.

Ia menambahkan, bila saksi-saksi dapat memenuhi panggilan pengadilan, maka seluruh permasalahan diyakininya bisa terang benderang.

“Dengan tidak datangnya saksi dari Ditjen AHU kami menduga terkesan menghindar. Kami minta Ditjen AHU untuk lebih bersikap ksatria dalam memenuhi panggilan pengadilan. Sebagai warga negara yang baik serta memahami hukum,” tandasnya.

”Saya juga tidak tahu lagi berbicara ke belakang, kenapa kemudian Jaksa bisa kemudian P21 ini. Seharusnya, kalau Jaksa berbicara tentang PT seharusnya Jaksa melihat tentang Undang-undang PT (Perseroan). Jangan hanya mindset nya hukum pidana terus, mindset memenjarakan orang terus,” kata Reynold mengkritik JPU.

Ia berpandangan, terkait kasus ini JPU disarankan lebih mengedepankan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Proses pengangkatan seorang Direktur memenuhi syarat RUPS, akan tetapi tengah menanti pengesahan dari Ditjen AHU.

“Selanjutnya, sahnya RUPS ditentukan melalui kuorum rapat pemegang saham dalam suatu perseroan dan bukan Ditjen AHU yang menentukan RUPS sah atau tidaknya,” pungkas Reynold Thonak.(Sony)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan