Hukum  

Kejagung Gelar Diskusi Saat Hadapi 77 Gugatan Kasus Jiwasraya

Kejagung
Kejagung Gelar Diskusi Saat Hadapi 77 Gugatan Kasus Jiwasraya (Foto:Net)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Kepercayaan publik yang sangat tinggi terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus korupsi besar tidak terlepas dari kinerja Bidang Pidana Khusus.

Maka tak heran berbagai tantangan dan rintangan pun dihadapi Kejagung dari sejumlah pihak. Seperti saat menghadapi 77 gugatan gara-gara memblokir ataupun menyita aset guna pemulihan dan pengembalian kerugian keuangan negara pada kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Kemenkumham Bali

Adanya gugatan sebanyak itu dalam satu perkara disampaikan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjamidsus) Andi Herman saat menjadi nara sumber kegiatan Forum Group Discussion (GFD) bertema ‘Mengurai Kompleksitas Pemblokiran’ dalam penegakan hukum di Jakarta pada Kamis (19/9/2024) lalu.

“Jadi paralel dengan perkara korupsinya yang sedang kita tangani. Namun di sisi lain kita menghadapi gugatan atas penyitaan atau pemblokiran aset di kasus Jiwasraya,” tutur Sesjampidsus dalam kegiatan FGD yang diselenggarakan Komisi Kejaksaan RI.

Ia juga menyebutkan alasan atau dalih dari para penggugat saat mengajukan gugatan melalui pengadilan karena aset atau harta yang disita atau diblokir bukan milik dari tersangka dan terdakwa.

Namun, katanya, terhadap gugatan tersebut tidak begitu saja diterima dan ketika dilakukan profiling terhadap para penggugat ternyata orang-orangnya terafiliasi dengan para pelaku.

BACA JUGA  Berkas Lengkap, Kasus Korupsi PT Asabri Segera Naik Sidang

“Bisa dilihat dari pembentukan berbagai kelompok perusahaan yang orangnya itu-itu saja. Misal di perusahaan A dia menjadi Direktur, di perusahaan B dia menjadi komisaris dan di perusahaan C dia menjadi pemegang saham,” ungkapnya.

Dia pun menyebutkan terhadap gugatan soal keberatan terhadap penyitaan ataupun pemblokiran tersebut sebagian ada yang dikabulkan hakim dan sebagian lagi tidak dikabulkan atau ditolak hakim.

Terlepas adanya gugatan tersebut Sesjampidsus mengatakan pemblokiran atau penyitaan aset para pelaku adalah dampak perubahan paradigma penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Dia mengatakannya jika sebelumnya kejaksaan dalam penanganan kasus-kasus korupsi fokus kepada pelaku saja atau “follow the suspect”, tapi kini juga fokus pada “follow the money” dan “follow the asset”.

“Adapun pemblokiran aset dari pelaku sangat penting. Karena terkait uang pengganti kasus korupsi hampir semua pelaku tidak ada yang secara sukarela melunasi atau membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya berdasarkan putusan pengadilan,” ujarnya.

Sesjampidsus malah menyebutkan banyak pelaku korupsi berupaya untuk menyamarkan atau menyembunyikan aset-asetnya dengan berbagai macam cara agar tidak terdeteksi dan diambil aparat penegak hukum.

BACA JUGA  Praperadilan MAKI Lawan Kejagung Soal Kasus Korupsi BTS Digelar 26 Juni 2023

“Karena kalau baru diputus pengadilan, aparat penegak hukum baru harus mencari asetnya guna pemulihan ataupun pengembalian kerugian negara, kadangkala menyulitkan atau menghadapi tantangan,” ucap mantan Kajari Jakarta Timur.

Oleh karena itu, tuturnya, aparat penegak hukum seringkali berkejaran dengan waktu agar aset-aset hasil kejahatan tidak segera hilang dengan lebih dahulu melakukan pemblokiran atau penyitaan aset.

“Karena hanya beda hitungan detik atau menit saja, seperti pernah kita alami uang diduga hasil kejahatan bisa berpindah. Tapi saat itu kita beruntung setengah atau satu jam sebelum dipindah atau ditransfer ke rekening lain oleh pelaku melalui pihak ketiga, sudah kita blokir dulu rekeningnya,” tuturnya.

Sesjampidsus mengakui berkat perubahan paradigma dalam penanganan kasus- kasus korupsi tersebut maka upaya pemulihan dan pengembalian keuangan negara mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Dia mencontohkan pada tahun 2012 upaya pemulihan keuangan negara yang dilakukan kejaksaan hanya sekitar Rp400 miliar dan ditambah dengan KPK sebesar Rp100 miliar sehingga total Rp500 miliar.

BACA JUGA  Polisi Tangkap Enam Tersangka Pengeroyokan di Tambora

“Tapi kemudian tiap tahun meningkat, hingga sampai tahun 2023 kita telah melakukan penyelamatan kerugian keuangan negara totalnya lebih dari Rp100 triliun yang dikembalikan dalam berbagai bentuk,” tuturnya.

“Ada yang dikembalikan kepada kementerian dan lembaga yang dirugikan. Ada juga kepada pemda yang keuangan daerahnya dikorupsi serta BUMN dan BUMD, dan juga yang disetorkan ke kas negara. Jadi pintunya banyak,” sambungnya.

Sesjampidsus mengakui memang masih banyak problematika dan perlu adanya perubahan regulasi dalam mengoptimalkan pemulihan dan pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi yang merupakan kejahatan yang luar biasa. Sehingga penangananya juga harus dilakukan secara luar biasa seperti melalui pemblokiran dan penyitaan aset.(PR/04)