“Pada prinsipnya saya setuju, karena menguntungkan kita bila ada BPJS Kesehatan. Catatannya, pengawasannya dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit harus dioptimalkan.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Praktisi hukum senior Alexius Tantrajaya, angkat bicara soal kartu Badan Penyelenggara Jaminan Nasional (BPJS) Kesehatan yang menjadi syarat dalam jual beli tanah oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mulai 1 Maret 2022. Alexius menilai polemik terjadi lantaran kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sebelum diberlakukan dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Menurut saya hanya karena kurang disosialisasikan saja kepada masyarakat luas, sehingga ketika diumumkan pemberlakuannya mulai 1 Maret 2022 akhirnya menimbulkan keresahan dan polemik,” ujar Alexius saat dimintai pandangannya, Sabtu (26/2/2022).
Padahal, kata Alexius, tujuan dari Presiden RI dalam Inpres No.1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN, bukan hanya diinstruksikan kepada Kementerian ATR/BPN saja.
“Ditujukan juga untuk seluruh rakyat Indonesia agar menjadi peserta BPJS Kesehatan melalui Inpres kepada 30 Kementerian/Lembaga Negara sesuai tugas dan fungsinya untuk mengoptimalkan tercapainya program JKN bagi keseluruhan rakyat Indonesia,” sebut Advokat yang berkantor di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini.
Menurut Alexius, cara pandang setiap orang berbeda-beda ketika ada kebijakan pemerintah. Termasuk kartu BPJS Kesehatan yang menjadi salah satu syarat administrasi bagi warga dalam pengurusan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual-beli oleh Kantor Kementerian ATR/BPN,
“Jika saja sosialisasi dilakukan sebelum pemberlakuan, maka akan ada persamaan pandangan dari sisi manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Tujuan pemerintah untuk mendorong agar masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka harus dipermudah dan tidak dipersulit pendaftarannya bagi masyarakat yang belum ikut BPJS Kesehatan,” paparnya.
Pengawasan
Kendati demikian, Alexius mengingatkan soal pengelolaan dana iuran BPJS peserta yang jumlahnya sangat besar. Maka perlu pengawasan yang ketat dari institusi berwenang agar maksud baik dari pemerintah bisa tercapai dan tidak gagal.
“Karena adanya kesalahan dalam pengelolaan dana dan penyelenggaraan pelayanan kesehatannya kepada masyarakat peserta BPJS Kesehatan. Semoga dapat diperbaiki, sehingga pandangan negatif tentang pelayanan kesehatan jika menggunakan kartu BPJS Kesehatan tidak terjadi lagi. Pemerintah lagi yang disalahkan akibat buruknya pelayanan dan tata kelola BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
“Pada prinsipnya saya setuju, karena menguntungkan kita bila ada BPJS Kesehatan. Catatannya, pengawasannya dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit harus dioptimalkan,” pungkas Alexius.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa optimalisasi pelaksanaan program JKN bertujuan untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia terlindungi.
“Bahwa setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam program jaminan kesehatan, jadi Inpres No. 1 Tahun 2022 itu memperkuat untuk optimalisasi pelaksanaan program JKN. Ini dilakukan bertahap sementara 1 Maret 2022 di sektor Kementerian ATR/BPN salah satunya syarat jual beli tanah,” kata Ali Ghufron dalam keterangan tertulis, Rabu (23/2/2022) lalu.(um)