Hemmen

RKIH Minta Kemendagri Fasilitasi Pendidikan Warga Papua di IPDN

Ketua Umum RKIH Kris Budihardjo
Ketua Umum RKIH Kris Budihardjo (kiri) saat berbincang dengan Rektor IPDN Hadi Prabowo (kanan) di Jakarta baru-baru ini (Foto Dok.RKIH)

JAKARTA|SUDUTPANDANG.ID – Ketua Umum Ormas Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH) Kris Budihardjo memprediksi banyaknya putra-putri asli Papua yang akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) seiring dengan adanya tiga daerah otonom baru (DOB) dan kemungkinan segera menyusul satu daerah otonom lainnya di Bumi Cenderawasih.

“Oleh karena itu kami mengharapkan dan mendorong Kemendagri mengeluarkan anggaran khusus untuk pendidikan warga asli Papua di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri-red),” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Ketua Umum RKIH lebih lanjut mengemukakan, batasan maksimum usia bagi putra-putri asli Papua yang dapat mengikuti program pendidikan khusus di IPDN tersebut bisa sampai 30 tahun.

Ia menjelaskan, penerimaan pendidikan generasi muda Papua di IPDN itu setidaknya mencapai 600 hingga 1.000 praja. Sehingga dalam tiga sampai empat tahun ke depan dapat mengisi ASN di tiga provinsi baru Papua, termasuk DOB Kota Merauke, dan nantinya penempatan anak-anak muda yang menjadi ASN itu lebih baik berasal dari masing-masing provinsi.

“Penyelenggaraan program khusus dimaksud cukup sekali saja serta dapat disebar di berbagai kampus IPDN,” kata Kris Budihardjo.

Dirinya merasa yakin bahwa Rektor IPDN Hadi Prabowo sangat tanggap terhadap usulan tersebut.

Sebelumnya Kemendagri bersama sejumlah kementerian telah membentuk tim untuk mengawal tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Pembinaan dan pengawasan dari pemerintah perlu terus diperkuat karena tantangan ketiga provinsi yang lahir dari Undang-Undang Otonomi Khusus Papua itu cenderung lebih besar dibandingkan DOB dari UU Pemerintahan Daerah.

Tiga DOB tersebut, yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan yang merupakan implikasi dari Pasal 76 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Pemekaran ketiga daerah itu tidak mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, karena sejak 2014 pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran ataupun penggabungan wilayah.(red)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan