AS Hikam Luncurkan Buku “Kekuasaan itu Bagaikan Api”

Mantan Menteri Riset dan Teknologi (1999-2001) di era pemerintahan Presiden RI keempat KH Abdurahman "Gus Dur" Wahid, Dr Muhammad A.S Hikam, Selasa (30/5/2023) meluncurkan buku berjudul "Demokrasi Sebagai Tanggung Jawab: Menjaga Demokrasi Indonesia dari Keterpurukan" di Gedung Widya Graha, BRIN, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. FOTO: istimewa

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Mantan Menteri Riset dan Teknologi (1999-2001) di era pemerintahan Presiden RI keempat KH Abdurahman “Gus Dur” Wahid, Dr Muhammad A.S Hikam, Selasa (30/5/2023) meluncurkan buku berjudul “Demokrasi Sebagai Tanggung Jawab: Menjaga Demokrasi Indonesia dari Keterpurukan” di Gedung Widya Graha, BRIN, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Buku setebal 526 halaman ini berisikan mozaik pengamatan dinamika sosial melalui kaca mata seorang AS Hikam yang selain seorang Menteri Negara Riset dan Teknologi RI (1991-2001) juga pernah menjadi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode 1999-2001, anggota DPR RI (2004-2007) dan Ketua Dewan Analisis Strategis (DAS), Badan Intelejen Negara (BIN) periode 2013-2015.

Kemenkumham Bali

Buku “Demokrasi Sebagai Tanggung Jawab: Menjaga Demokrasi Indonesia dari Keterpurukan”, menurut penulisnya, merupakan catatan ringan sepanjang kurun 2016 -2022 yang ditulis dengan perspektif fenomenologi yang mengungkap realitas tidaklah sama dengan obyek karena pengalaman akan mewarnai.

Dinamika sosial, politik, ekonomi dan lainnya tidak cukup dijelaskan sebagai obyek tetapi dimaknai sebagai fenomena sosial yang dinamis yang tidak akan selesai. Hikam cenderung lebih fokus mengamati relasi dan interrelasi negara dan civil society. Demokrasi Indonesia antara asa dan realitas.

BACA JUGA  Prediksi Jakarta Bakal Tenggelam 10 Tahun Kedepan Semakin Santer

Penerbitan buku “Demokrasi Sebagai Tanggung Jawab: Menjaga Demokrasi Indonesia dari Keterpurukan” diselenggarakan oleh Pusat Riset Kesejahteraan Sosial Desa dan Konektivitas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerjasama dengan penerbit Raja Grafindo Persada.

Menkopolhukam Mahfud dalam peluncuran buku itu menyatakan negara dalam memilih demokrasi itu merupakan pilihan yang sadar.
Sebanyak 62 orang anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berdebat tentang bentuk pemerintahan negara kerajaan atau republik dengan pusat pemerintahan berada di tangan rakyat.

Pihak kerajaan usul bentuk kerajaan, sementara Bung Karno menginginkan republik agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dan turut bertanggung jawab. Akhirnya 55 orang anggota BPUPKI memilih republik, 6 orang memilih kerajaan dan 1 orang abstain.

Dalam buku tersebut, Mahfud MD sepakat dengan paparan penulis di halaman 161 bahwa kekuasaan selalu menarik syahwat. Kekuasaan itu bagaikan api. Supaya tidak membakar, maka harus ada mekanisme politik.

Tiga landasan untuk mengatur mekanisme politik. Pertama, kekuasaan harus dibatasi lingkup dan waktunya. Kedua, mengutip pemikiran Abraham Lincoln, demokrasi harus berasal dari dan untuk rakyat sebagai inti sumber dan tujuan demokrasi. Ketiga, harus tunduk pada aturan. Demokrasi itu penting dan menuntut tanggung jawab bukan hanya hak sehingga ada tanggung jawab moral.

BACA JUGA  Buku Menparekraf Sandiaga S Uno Diluncurkan di Universitas Surabaya

Selain menghadirkan Menkopolhukam, Mahfud MD, peluncuran  buku juga menghadirkan pembahas Prof Syamsuddin Haris, peneliti senior LIPI /Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang ditunjuk menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Prof. Dr. Ali Humaidi, M.Hum Kepala Pusat Riset Kesejahteraan Sosial Desa dan Konektivitasi BRIN; dan Dr. Mohammad Sobary, budayawan yang biasa dipanggil Kang Sobary.

Syamsuddin Haris melihat partai sebagai lembaga politik tidak melakukan kaderisasi. Yang dipakai oleh partai adalah kader yang punya uang. Kader yang berdedikasi tapi tidak punya uang tidak bisa nyaleg. Kalaupun nyaleg cenderung gagal.

Sementara Ali Humaidi optimistis desa bisa menjadi demokrasi deliberatif seperti yang dikonsep oleh Jurgen Habermas. Ada partisipasi sebagaimana indikator deliberatifnya sebuah demokratisasi. Namun kenyataannya, desa dipolitisasi dan dikapitalisasi.

BACA JUGA  Polisi Ungkap Kecelakaan di Tol Meningkat Terjadi Waktu Rawan Pukul 03.00-09.00 WIB

Mohammad Sobary mengingatkan apresiasilah demokrasi dengan terlebih dahulu mengapresiasi tradisi dan kearifan lokal bangsa. Ia melihat bahwa buku tersebut tidak memisahkan ilmu dan seni. Penceritaannya diutarakan dalam bentuk prosa yang puitik. Terdapat 13 puisi di Bab 6 yang bercerita tentang rentetan peristiwa politik yang terjadi di kurun waktu 2017-2021.

Acara peluncuran buku ditutup dengan pembacaan 2 buah puisi berjudul Bukan Kali Ini Saja dan Pertarungan Antara Tikus dengan Cicak karya Muhammad AS Hikam dari 13 puisi yang tertuang dalam Bab VI buku yang diluncurkan. Puisi dibacakan dengan apik oleh seniman Sastro Al Ngatawi. (PR/02)

 

 

Tinggalkan Balasan