Hemmen
Banten  

Budayawan: Jangan Manfaatkan Orang Baduy Sebagai Tontonan

Upacara Seba Baduy di Provinsi Banten, baru-baru ini (Foto:Istimewa)

“Kalau Pemerintah mau memanfaatkan Baduy sebagai komunitas adat, maka manfaatkan dan eksplorasilah nilai-nilai luhur adat istiadat mereka, sekaligus menjadikannya sebagai salah satu sumber nilai yang sangat penting bagi pedoman pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang.”

TANGERANG, SUDUTPANDANG.ID –Budayawan Uten Sutendy meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten berhenti memanfaatkan ritual Seba Baduy sebagai obyek wisata dan tontonan publik agar kesakralan dan pesan moral luhur ritual suku Baduy itu dapat dipertahankan.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Menjadikan acara Seba Baduy sebagai obyek wisata dan tontonan publik itu kurang etis secara spiritual dan budaya,” ujar Uten dalam keterangannya di Tangerang, Banten, Senin (9/5/2022).

Budayawan sekaligus penulis dan novelis yang berdomisili di Tangerang itu mengemukakan pandangan tersebut menanggapi pelaksanaan ritual Seba Baduy pada 7-8 Mei 2022 yang kembali menjadi tontonan publik.

Menurut Uten, nilai sakral Seba Baduy akhir-akhir ini, terutama sejak Banten menjadi Provinsi makin tenggelam. Pasalnya cenderung dimanfaatkan sebagai momen daya tarik pariwisata, dan kedatangan ribuan orang Baduy dijadikan tontonan publik.

“Dengan cara begitu nilai sakralnya hilang, berbarengan dengan terlupakannya pesan-pesan moral yang disampaikan oleh para Kokolot Baduy seusai acara Seba,” kata budayawan yang juga dikenal sebagai motivator itu.

Ia mengatakan, jika Pemerintah ingin menghargai dan memuliakan orang Baduy sebagai aset budaya dan adat, ada banyak caranya. Di antaranya, pertama, biarkan acara Seba Baduy berlangsung sederhana dan khidmat agar nilai-nilai luhur yang disampaikan oleh para Kokolot Baduy bisa diresapi oleh para pejabat Pemerintah.

“Kedua, Pemerintah harus menetapkan kawasan hutan dan perkampungan masyarakat Baduy sebagai kawasan khusus yang benar-benar dijaga kelestarian alamnya serta dilindungi adat istiadatnya, terutama melalui pembuatan regulasi yang tepat,” jelasnya.

Ketiga, lanjutnya, membuka jalur distribusi bagi perdagangan hasil bumi orang Baduy serta melindungi dan membuka jaringan pasar bagi produk-produk usaha kecil dan menengah (UKM) mereka.

“Selain itu, kalau Pemerintah mau memanfaatkan Baduy sebagai komunitas adat, maka manfaatkan dan eksplorasilah nilai-nilai luhur adat istiadat mereka, sekaligus menjadikannya sebagai salah satu sumber nilai yang sangat penting bagi pedoman pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang,” tutur penulis novel “Baiat Cinta di Tanah Baduy” dan “Baduy sebuah Novel” itu.

Seba Baduy

Seba Baduy adalah acara rutin tahunan, dimana orang Baduy Dalam berjalan kaki dari mulai Desa Kanekes menuju Kantor Bupati Kabupaten Lebak di Rangkasbitung.  Selanjutnya menuju Kantor Gubernur Provinsi Banten di Serang untuk menyerahkan hasil bumi, sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral dari “Kokolot” (Sesepuh) Baduy kepada Pemerintah.

Acara Seba Baduy dinilai sangat sakral dan telah berlangsung sejak ratusan tahun. Hal ini sebagai simbol ucapan terima kasih orang Baduy kepada Pemerintah yang telah bersedia menjalankan tugas pemerintahan mengatur masyarakat.

Selain itu, Seba Baduy merupakan simbol, dimana para Kokolot Baduy memberi pesan moral luhur agar Pemerintah dalam menjalankan tugas pemerintahannya tetap konsisten menghargai dan menjaga keseimbangan alam dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai luhur budaya daerah dan bangsa sendiri.(ass)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan