Hemmen

Dampak Tren Bahasa Slang di Kalangan Anak Muda

ilustrasi

Oleh: Ana Maria Atari Angelin

Anak muda yang melek akan teknologi pasti tidak asing lagi dengan bahasa gaul atau dikenal dengan bahasa slang. Apa itu bahasa slang?. Bahasa slang merupakan variasi bahasa tidak resmi yang digunakan oleh kalangan muda sebagai bahasa keakraban.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Bahasa Slang oleh Kridalaksana (1982:156) dirumuskan sebagai ragam bahasa yang tidak resmi digunakan oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk berkomunikasi intern sebagai usaha orang di luar kelompoknya tidak mengerti, berupa kosa kata yang serba baru dan berubah-ubah. Sehingga A.Chaer dan L. Agustina (2010: 67) mendefinisikan slang sebagai variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Maka dari itu, bahasa slang hanya digunakan oleh komunitas sosial tertentu termasuk didalamnya adalah kalangan muda.

Anak muda menciptakan bahasa slang dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya. Mereka selalu ingin mencoba hal baru, meskipun hal tersebut di luar kewajaran tataran dalam berbahasa. Menariknya, tren bahasa slang ini justru menjadi suatu kebanggaan bagi anak muda. Mengapa?, karena disitulah kreativitas mereka dilirik oleh masyarakat. Mereka butuh ruang kebebasan dalam berbahasa, makanya media sosial yang dipilih sebagai tempat mereka berkomunikasi dengan komunitas sosialnya.

Dampak perkembangan zaman yang cukup pesat membawa alur perubahan yang cepat pula. Pengaruh besar penggunaan media sosial dalam penggunaan bahasa adalah kemunculan bahasa slang yang mengikuti tren yang sedang terjadi di kalangan anak muda. Tren bahasa slang seolah hadir dalam perkembangan bahasa Indonesia yang mampu melahirkan istilah-istilah baru.

Seperti tren bahasa slang dalam bentuk akronim yang diciptakan oleh anak muda agar pengucapannnya lebih praktis dan sampai sekarang masih digunakan, seperti berikut ini:

1. Mager
Mager merupakan akronim dari “Malas Gerak” singkatan ini biasanya ditujukan kepada orang yang malas melakukan suatu kegiatan.

2. Baper
Baper merupakan akronim dari “Bawa Perasaan” biasanya kata ini digunakan untuk seseorang yang terlalu sensitif dalam menanggapi suatu peristiwa.

3. Modus
Modus merupakan akronim dari “Modal Dusta” istilah ini sering ditujukan untuk seseorang yang memiliki niatan lain dari maksud yang dituju karena ada dusta dibaliknya.

4. Pansos
Pansos merupakan akronim dari “Panjat Sosial” istilah pansos selalu dikaitkan dengan makna negatif karena dilakukan untuk mencitrakan diri dari populitas orang lain.

5. Bucin
Bucin merupakan akronim dari “Budak Cinta” ditujukan bagi seseorang yang rela melakukan apapun bagi orang yang dicintainya tanpa mengindahkan saran dari orang lain.

6. Gercep
Gercep sering diujarkan oleh kalangan muda kepada rekan-rekannya, akronim dari “Gerak Cepat” ditujukan kepada seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan cepat tanpa adanya alasan.

7. Gaje
Gaje merupakan akronim dari “Gak Jelas” ungkapan yang merujuk kepada seseorang yang tidak mengerti maksud dari ucapan lawan bicaranya.

8. Caper
Caper merupakan akronim dari “Cari Perhatian” istilah ini biasanya digunakan untuk seseorang dengan cara berlebihan untuk menarik perhatian agar mendapat balasan berupa pujian.

9. Komuk
Komuk memiliki dua arti, ada yang menyebutkan “Kondisi Muka dan Kontrol Muka”. Secara garis besar komuk sendiri biasanya ditujukan kepada seseorang yang memperlihatkan ekspresi wajah yang berlebihan.

10. Mantul
Mantul merupakan akronim dari “Mantap Betul” ungkapan ini biasanya merujuk pada suatu apresiasi terhadap sesuatu hal yang disukai atau dinilai terbaik.

Akronim yang awalnya digunakan sebagai bahasa pergaulan ini, lambat laun menyatu dalam bahasa sehari-hari meskipun masih banyak yang belum mengetahui makna sebenarnya.

Dampaknya akan berimbas pada keutuhan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tidak adanya kontrol akan menyebabkan kosa kata baru yang tidak pada kaidahnya. Salah satunya tren nyeleneh yang marak di berbagai media sosial saat ini, yaitu menggabungkan imbuhan meng- pada kata sifat seperti gendut, sedih, kaget, atau capek. Tatanannya menjadi menggendut, mengsedih, mengkaget, dan mengcapek. Tren nyeleneh ini tidak sesuai kaidah karena imbuhan meng- seharusnya digunakan untuk kelas kata kerja. Sementara pada kata sifat tidak perlu menggunakan imbuhan.

Apakah slang tersebut bisa kita telan matang-matang? Tentu saja tidak. Anak muda harus mempunyai kemampuan dalam membedakan konteks pemakaian bahasa. Pada konteks apa seseorang harus menggunakan bahasa baku, dan kapan boleh menggunakan bahasa slang tersebut.

Memang kita membutuhkan cara untuk mengungkapkan bahasa yang benar, tetapi ada saat dimana penggunaan bahasa formal terasa asing. Nah, disinilah bahasa pergaulan dibutuhkan agar situasinya lebih akrab.

Menurut saya, boleh saja kita mengikuti tren bahasa slang di media sosial selama masih dalam batasan yang wajar dan dikondisikan dengan situasinya. Rasanya aneh bukan, bila kita berbicara dalam keadaan informal kalau terlalu formal. Justru ketika kita menggunakan bahasa gaul dengan istilah uniknya itu akan mengakrabkan kita.

Saya mengharapkan dengan adanya artikel ini semoga memberikan manfaat bagi pembaca, terutama bagi generasi muda agar dapat dengan bijak menggunakan bahasa slang sesuai aturan yang berlaku.

Daftar Pustaka:
wordpress.com. (2013, 13 Juni). Variasi Bahasa: Slang dan Jargon. Diakses pada 8 Desember
2021, dari https://widiyantoroagungpbsi05.wordpress.com/2013/06/11/variasi-bahasa-slang-dan jargon/
Hasrullah. 2021. Penggunaan Bahasa Gaul Dalam Sosial. Skripsi. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Pamulang

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan