KPH Mukomuko-Bengkulu Minta Perambah Hutan Bentuk Koperasi

Salah satu kawasan hutan di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, yang rusak akibat perambahan, Rabu (9/11/2022) FOTO:dok.Ant

MUKOMUKO, BENGKULU, SUDUTPANDANG.ID – Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu meminta masyarakat yang selama ini menanam kelapa sawit tanpa izin (ilegal) atau perambah di kawasan hutan swadaya untuk membentuk koperasi mengikuti program perhutanan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Sebaiknya warga membentuk koperasi agar berbadan hukum untuk mengikuti program perhutanan sosial,” kata Kepala KPH Kabupaten Mukomuko, Aprin Sihaloho dalam keterangan di Mukomuko, Sabtu (10/12/2022).

Kemenkumham Bali

Hal itu, kata dia, terkait dengan upaya yang dilakukan instansinya untuk mencegah perambahan hutan oleh warga dan pengusaha di daerah maupun di luar daerah.

Kemudian, kata dia, warga yang tergabung dalam koperasi mengusulkan program perhutanan sosial kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

BACA JUGA  Gempa Bumi M 4.8 Guncang Seluma Bengkulu, BMKG: Tetap Tenang

Dikatakannya saat ini ada masyarakat pemilik ratusan hektare kebun sawit di hutan di kawasan ini yang berinisiatif membentuk koperasi.

Selain itu, kata dia, ada sejumlah warga yang sudah menanam sawit di hutan di Kecamatan Lubuk Pinang dan akan membentuk koperasi untuk mengelola lahan perkebunan di kawasan hutan tersebut.

Kemudian pihaknya telah mendata warga lain yang sudah menanam tanaman sawit di hutan meminta mereka membentuk koperasi untuk mengikuti program perhutanan sosial.

Terkait kriteria dan persyaratan penerima program ini adalah tanaman kelapa sawit yang berumur di atas lima tahun dan luas lahan budidaya maksimal lima hektare.

Warga yang mendapatkan program ini diberikan hak untuk mengelola kebun sawit di kawasan hutan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang selama 35 tahun lagi.

BACA JUGA  Diduga Rebutan Lahan Parkir, Warga Saling Bacok di Cikokol

Ia menyebutkan, di kabupaten ini terdapat 78 ribu hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas.

Dari luas hutan seluas 78 ribu hektare, jelasnya, 12 ribu hektare dikelola PT Sifef Biodiversity, 22 ribu hektare dikelola PT BAT, 6.000 hektare dikelola PT API, dan 10 ribu hektare diusulkan sebagai hutan desa.

Hingga saat ini masih ada 28 ribu hektare hutan yang berada di bawah pengawasan dinasnya. Dari puluhan ribu hektare itu, sekitar 60-70 persen rusak akibat perambahan, kata Aprin Sihaloho.

Tinggalkan Balasan