Hemmen

Menperin: Program B30 Hemat Devisa Rp 38,3 Triliun

Ilustrasi perkebunan sawit (dok.Ant)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Program mandatory biodiesel 30 persen (B30) telah menyerap sekitar 10,2 juta ton CPO sebagai bahan baku. Program ini berperan sebagai alat untuk menyerap kelebihan produksi dan mempertahankan harga CPO dunia, serta termasuk menjaga harga beli tandan buah segar di tingkat petani tetap tinggi. Hal ini disampaikan oleh  Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.

“Ini saja sudah menghasilkan penghematan devisa dari pengurangan impor  BBM diesel sekitar Rp38,3 triliun, penciptaan nilai tambah CPO sebesar Rp13,19 triliun, dan pengurangan emisi gas rumah kaca setara CO2 sebesar 16,98 juta ton,” kata Agus dalam diskusi di Jakarta, Selasa (23/11/2021).

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Menurutnya, lompatan kemajuan pada penerapan hilirisasi industri, yakni ekspor dari olahan sawit yang didominasi produk hilir cenderung meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Kontribusinya terhadap perolehan devisa cukup signifikan.

BACA JUGA  Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia Gelar Rakorwil di Bogor

“Indonesia telah berhasil melakukan hilirisasi minyak sawit (CPO) yang terlihat pada rasio volume ekspor bahan baku sebesar 9,27 persen, sedangkan produk hilirnya sebesar 90,73 persen (Agustus 2021). Ragam produk hilir dari 54 jenis pada 2011 menjadi 168 jenis tahun ini,” jelas Agus.

Ia mengatakan, hilirisasi komoditas kelapa sawit dan minyak kelapa sawit yang juga dikembangkan untuk pasar global termasuk untuk keperluan food fuel, fine chemical, fito-nutrient (vitamin dan nutrisi), feed (pakan ternak), dan fiber (serat untuk material baru).

“Nilai manfaat CPO tersebut dapat semakin besar jika telah terbangun keterpaduan rantai pasok yang hingga saat ini masih perlu pembenahan,” kata Agus.

BACA JUGA  Wabup Asahan Sambangi Petani Durian di Desa Meranti

Sebagai contoh, lanjutnya, pertumbuhan industri CPO dan produk CPO selama ini lebih banyak diikuti pertumbuhan industri hulu seperti industri fatty acid, fatty alcohol, dan methyl ester. CPO belum dimanfaatkan untuk pengembangan industri hilir seperti farmasi, kosmetik, surfactant, dan kimia dasar organik.

“Padahal, dengan mengembangkan industri hilir, maka nilai mata rantai dan nilai tambah produk CPO akan semakin tinggi. Apalagi produk CPO memiliki kaitan erat dengan sektor usaha dan kebutuhan masyarakat, seperti pupuk, pestisida dan bahan aditif makanan,” terang Agus.(red)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan