Hemmen

Menuju Tatanan Kehidupan Berbasis Blockchain dan Metaverse

Eko Wahyuanto (Foto:dok.pribadi)

“Metaverse menjadi pintu masuk bagi manusia-manusia “cerdas” yang ingin menghasilkan pendapatan dengan uang baru, crypto, sementara “quantum” merupakan jalan toll-nya, sedangkan internet dan blockchain adalah jalan utamanya.”

Oleh Eko Wahyuanto

Teknologi selalu bermetamorfosa melahirkan inovasi baru. Kemudian inovasi baru mencetak profesi baru yang dikuasai oleh generasi baru. Profesi baru juga melahirkan ruang pekerjaan baru, cara memperoleh pendapatan baru, dan gaya hidup baru. Demikianlah siklus pengaruh kemajuan teknologi di era supra digital sekarang ini.

Tidak dapat dipungkiri, dalam konteks ini internet adalah teknologi yang di antaranya melahirkan YouTube. YouTube kemudian melahirkan profesi baru, yakni YouTubers.

Begitu juga Blockchain adalah teknologi. Blockchain melahirkan lebih banyak turunan, yakni aset digital Non Fungible Token (NFT), metavers, crypto, bitcoin, dan lainnya yang kesemuanya merupakan hasil rekayasa teknologi. NFT itu sendiri adalah token kriptografi yang mewakili suatu barang yang dianggap unik.

Dari inovasi yang terus berkembang itu, Blockchain memunculkan setidaknya sepuluh profesi baru, yaitu trader, exchanger, hunter, developer, promotor, educator, collector, investor, consultant, dan media.

Dengan demikian, ternyata dalam satu inovasi yang lahir dari rahim internet hanya muncul satu profesi baru, sedangkan satu inovasi di blockchain melahirkan sepuluh profesi baru. Itulah mengapa blockchain punya masa depan lebih menggembirakan dan dianggap lebih dahsyat daripada internet.

Sekali lagi, kita pahami bahwa NFT itu baru merupakan salah satu dari inovasi di blockchain, karena blockchain bukan hanya crypto. Crypto juga bukan hanya trading, dan trading bukan hanya bitcoin.

Mungkin banyak di antara kita baru mengenal blockchain. Sebenarnya terkait teknologi ini kita tertinggal satu dekade atau 10 tahun, karena hari ini seharusnya kita sudah melompat belajar tentang quantum.

Berbicara tentang teknologi itu sendiri, setidaknya ada lima era teknologi yang berkembang dari waktu ke waktu, yaitu komputer, internet, digital, blockchain, dan quantum. Tetapi dalam praktek sehari-hari kita baru menggunakan komputer, internet dan digital, dan masih jarang bermain di blockchain, apalagi quantum.

Namun demikian, orang bijak mengatakan, lebih baik terlambat daripada tidak samasekali. Maka, saatnya kita mulai belajar tentang pengembangan teknologi baru yang cukup mencengangkan itu.

Dalam konteks ini, bitcoin yang sempat menggemparkan jagat maya sebenarnya hanyalah seujung kuku dari blockchain yang luar biasa dahsyatnya, apalagi jika kita mempelajari lebih jauh tentang NFT yang sekarang oleh masyarakat banyak dicari dan ditelusuri di Google.

Publik ingin tahu apa itu NFT, tetapi belum memahami secara utuh, apalagi jika dikaitkan dengan blockchain dan metaverse. Trend pencarian NFT melesat tajam mengalahkan pencarian rubrik lainnya, bahkan menjadi trending di Google Indonesia, termasuk kalimat NFT juga menjadi trending di dunia.

Jika kita bicara NFT itu sendiri sebenarnya ada enam bagian penting yang harus dipelajari, yaitu iNFT, iNFT, iNFT, dNFT, wNFT, dan fNFT. iNFT yang pertama adalah Interactive NFT, iNFT kedua adalah Intelligence NFT, iNFT ketiga adalah Investment NFT, sedangkan dNFT adalah Dao NFT, dan wNFT adalah wearables NFT serta fNFT adalah fancy NFT.

Dalam membahas NFT yang heboh, viral dan fenomenal itu kita dapat menggunakan terminologi uang, yaitu posisi uang lama dan uang baru. Dengan menggunakan kacamata uang lama, tentu saja tidak akan masuk akal bicara NFT yang bisa laku dengan nilai yang mahal.

CContohnya jika ada seseorang yang membeli karya NFT senilai 95 juta rupiah, padahal yang dibeli adalah photo wajah selfi seseorang yang bukan seorang tokoh atau artis atau apalagi ilmuwan. Maka, gunakanlah kacamata uang baru supaya anda tidak menganggap mereka itu bodoh, dan atau melakukan hal yang tidak masuk akal.

Dengan menggunakan kacamata uang baru, maka anda akan salut dan respect pada mereka, terutama terkait caranya mengikat nilai uang crypto milik mereka. Kalau menggunakan uang lama, anda pastinya akan teriak teriak: “Itu judi”, “Irasional”, “Mau aja dibodohi”, dan pernyataan-pernyataan antagonis lainnya.

Dalam hal ini, pembeli NFT adalah investor yang cerdas. Memang nampak aneh. Bagaimana tidak, membeli sebuah rumah digital 3D misalnya, yang tidak bisa dihuni, tetapi sampai harus merogoh kocek 500.000 Dollar. Itu ‘Mars House” namanya.

Tapi tahukah anda bahwa pembeli “Mars House” akan meletakkannya di ranah virtual, sehingga nantinya dia bisa mengundang orang untuk masuk ke rumahnya, dan bagi yang mau masuk akan membeli tiket dalam bentuk NFT.

Di dalam rumah mars itulah nantinya akan ditampilkan karya-karya seni digital yang dikoleksi oleh pemiliknya. Semua koleksi karya digital tersebut dapat dilihat di metaverse, persis seperti aslinya.

Dalam metaverse itulah interaksi NFT dan intelligence NFT akan bisa dinikmati. Tentunya harus menggunakan VR headset untuk bisa berkelana di jagat metaverse itu.

NFT dan metaverse juga akan dikaitkan dengan crypto nya, bahkan di dalam metaverse sudah ada gamifikasi dan tokenisasi yang dapat anda pilih dengan avatar sendiri atau bisa juga menjadi “metahuman”.

“Metahuman” akan memakai baju, celana, sepatu, topi, jaket, kacamata dan aksesoris lainnya yang semuanya bisa dibeli memakai crypto, sehingga dapat bergaya di metaverse, dan itulah yang disebut “wearables NFT'”.

Saat orang lain melihat “metahuman” anda dengan pakaian paling keren, paling heboh, paling hebat, lalu orang-orang di metaverse bisa memuji anda dengan cara “mencolek” “metahuman” anda.

Data dari “colekan” itu akan membuat “metahuman” anda bertambah hebat, bahkan makin menguntungkan. Itulah yang disebut “Dao NFT”, sedangkan bagian yang menguntungkan disebut Fancy NFT. Semakin banyak bertemu orang, semakin banyak orang menyukai “metahuman” anda, maka anda akan semakin banyak mendapatkan keuntungan.

Makin populer, makin kaya di metaverse, bahkan yang ekstrim semakin “norak” sebuah penampilan, maka yang bersangkutan akan bisa semakin kaya. Apa yang diceritakan di atas adalah gambaran sederhana dari metaverse yang luar biasa, dipadukan dengan NFT-nya.

Pertanyaannya, apakah beberapa hal yang seperti dikemukakan di atas itu sudah ada? jawabannya sudah banyak. Sebuah acara di @Decentraland, parade metahuman, orang bisa beraktivitas, misalnya menonton konser, melihat bintang jatuh, bahkan bermain judi, tentu judi di dunia metaverse.

Ini baru penjelasan awal tentang blockchain. Belum masuk contoh dan belum dibahas detail. Belum pula bicara tentang hubungan antara blockchain, crypto, metaverse dan NFT. Ke depan blockchain dapat dipakai di berbagai sektor dan akan mengubah pola komunikasi, aktivitas, dan sendi-sendi kehidupan.

Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah setiap orang nanti akan “hidup” di ruang “metaverse“? Kita perlu mengantisipasi kecenderungan ini, sebab bisa jadi pengalaman alih teknologi komputer berbasis internet seperti di masa lalu bakal terjadi.

Saat ini hampir seluruh penduduk dunia ingin terhubung ke internet. Bahkan kebutuhan utama manusia di era digital sekarang seolah mengalami pergeseran, yakni, selain sandang, pangan, dan papan, ternyata ditambah handphone dan kuota internet.

Ke depan, semua orang juga ingin terhubung ke “blockchain” dan masuk ke metaverse, persis seperti saat ini orang butuh internet. Blockchain akan menjadi kebutuhan hidup baru, apalagi teknologi quantum. Terbayang, saat Internet gratis, lalu biaya listrik nol alias gratis juga, maka penambangan crypto akan menjadi sumber pemasukan amat penting.

Metaverse menjadi pintu masuk bagi manusia-manusia “cerdas” yang ingin menghasilkan pendapatan dengan uang baru, crypto, sementara “quantum” merupakan jalan toll-nya, sedangkan internet dan blockchain adalah jalan utamanya.

Semua yang menginginkan skema efektif dan efisien akan masuk ke “quantum”. Ke depan akan banyak orang yang punya “nama tanpa raga” di dunia daya. Berikut ini contoh yang sudah dimulai.

Pernah mendengar “Bot Cantik” dari Perbankan di Indonesia?. Yaitu ChatBot berbasis “artificial intelligence” (AI) yang membantu tanya jawab nasabah perbankan.

Percakapan dan komunikasi dengan “Bot” ini diatur melalui deretan koding pemrograman, sehingga dapat menyesuaikan pertanyaan dengan jawaban yang diinginkan oleh nasabah.

Teknologi yang dipakai, selain “artificial intelligence“, ada juga “machine learning” (ML). Dari program tersebut perilaku nasabah juga dapat dipetakan berdasarkan percakapan yang digunakan dalam interaksi bersama “Bot Cantik” itu.

Mengapa kita singgung soal keberadaan ChatBot berbasis AI dan ML ini?. Tidak lain karena di dunia daya metaverse nanti, bot cantik seperti ini akan menjadi “nama tanpa raga”, dan nanti akan banyak terdapat di dunia daya.

Di dunia “daya metaverse“, salah satu lokasi yang akan sering dikunjungi atau banyak peminatnya adalah “chatbot” yang seolah punya “raga”, tapi sesungguhnya hanyalah “machine learning” yang sangat cerdas.

Maka, di era quantum itulah energi akan menjadi bisnis terbesarnya, sementara internet dan listrik bisa gratis, sehingga akan membuat orang banyak ingin datang dan ikut jadi “keluarga besar” kita.

Dalam kaitan ini kelompok anak muda “Bentara” sudah menyiapkan roadmap dan persiapan membangun “Bentara Quantum Valley” di Sumedang Jawa Barat yang nantinya akan menjadi percontohan program “Energi baru terbarukan”.

Di sana akan dibangun listrik dari beberpa sumber energi, yaitu energi panas surya, solar, micro hydro, sungai yang dapat dimanfaatkan untuk listrik, gas panas bumi, dan air panas pengunungan.

Di sisi lain, biogas yang dihasilkan dari kotoran hewan akan dijadikan listrik juga, sementara angin mini turbin dari angin akan menggerakkan turbin serta juga akan menghasilkan listrik.

Dengan lima sumber listrik dari “Energi baru terbarukan” itu kita akan bisa memakai dan memiliki “penambangan uang baru” crypto dan bitcoin, bahkan ada banyak sekali AltCoin.

Itulah mengapa kita harus bisa mampir ke “Lab Quantum” yang sudah ada di luar negeri. Jika perlu dilakukan kerja sama bilateral dengan negara yang sudah mengembangkan quantum, kalau Indonesia berani.

Ilmuwan kita perlu belajar di sana, atau ilmuwan mereka diundang untuk membangun prototipe pengembangan “quantum” di lndonesia. Dalam hal ini negara yang mengembangkan quantum relatif maju adalah Iran, negara yang sedang diembargo Amerika Serikat.

Konsekuensinya negara tersebut mengalami kesulitan transaksi terbuka dengan banyak negara, sehingga keadaan memaksa mereka mendalami “quantum” sebagai solusi, sementara Amerika Serikat sendiri masih mencari tahu tentang Quantum Network. Bagaimana dengan Indonesia?

*Eko Wahyuanto adalah Analis Kebijakan Ahli Madya Kominfo.

Kesbangpol Banten

Tinggalkan Balasan