Hemmen
Hukum  

Nasabah Korban Jiwasraya Penolak Restrukturisasi Akan Mengadu ke PBB

Jiwasraya/Ant
Jiwasraya/Ant

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Para nasabah bancassurance korban PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tidak ikut restrukturisasi berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan. Bila tidak, mereka akan mengadukan ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Hal ini disampaikan salah satu perwakilan nasabah, Machril, dalam siaran pers, Jumat (17/3/2023).

“Jika pemerintah masih pada prinsipnya tidak mau menyelesaikan nasabah yang tidak ikut restrukrisasi berarti Jiwasraya makin dalam terbenam ke dalam sumur pelanggaran hukum. Hal ini akan menjadi legacy dari pemerintahan Presiden Joko Widodo,” katanya.

“Nasabah pun tidak tinggal diam, akan mengadukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dua produk lembaga dunia yang dilanggar Indonesia yakni mengenali perlindungan konsumen dan Hak Asasi Manusia,” sambung Machril.

Menurutnya, korban Jiwasraya yang menolak restrukturisasi terbagi tiga kelompok. Pertama, menang gugatan dengan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kedua, masih berproses di pengadilan pertama dan banding. Ketiga, masih menunggu penyelesaian sesuai rekomendasi Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI dan janji pemerintah sebagai pemegang saham pengendali (PSP) Jiwasraya.

“Kebanyakan nasabah yang bertahan tidak ikut restrukturisasi adalah karena ketidakpahaman dalam menempuh jalur hukum, dan kondisi fisik sudah lemah serta paling sakit lagi seluruh uang yang dimiliki disimpan di Jiwasraya,” ungkapnya.

Memang, lanjutnya, ada di antara mereka sadar bahwa tingkat integritasnya tidak diragukan lagi untuk membela dan melindungi negara dari ulah perlakuan hilangnya kepercayaan publik terhadap negara dan harga negara sebagai negara hukum dan menjunjung supremasi hukum di Indonesia.

“Bagi yang menang gugatan dengan putusan pengadilan inkracht, namun hukum dan peraturan dilanggar. Contempt of court lebih detail civil contempt adalah sikap ketidakpatuhan pada peraturan dan perintah pengadilan,” katanya.

Ia menerangkan, ada tiga gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta dan satu banding di Pengadilan Tinggi. Kemudian, satu di PN Surabaya dan mulai sidang pertamanya pada 15 Maret 2023.

Selain itu, masih ada yang menunggu kapan dimulainya langkah awal pemegang saham pengendali (PSP) Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah untuk memenuhi rekomendasi BPK. Termasuk menunggu janji Sri Mulyani dalam LKPP Tahun 2020 dan IHS I Tahun 2021 yang akan menindaklanjuti penyelesaian nasabah yang existing dan tidak ikut restrukturisasi.

“Hal itu sesuai amanat UU No.40 Tahun 2014 tentang Pengasuransian. Pasal 15, pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh pihak dalam pengendaliannya,” terangnya.(PR/01

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan