Hemmen

Refleksi Akhir Tahun, OC Kaligis: Disparitas KPK Penanganan Perkara Gratifikasi

OCK KPK
OC Kaligis (dok.SP)

Bandung, Sukamiskin, Kamis 30 Desember 2021.
Hal: Dengan hanya menerima hadiah 3-4 juta rupiah, divonis korupsi 2 tahun penjara

Hadirin dan Pemerhati hukum yang Peduli Hukum.

Dengan penuh hormat:

Perkenankanlah saya, Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Lapas Kelas Satu Sukamiskin Bandung, bersama surat ini, ingin membagi pengalaman empiris saya, baik sebagai praktisi maupun akadimisi di dalam dunia hukum, sebagai berikut:

1. Mungkin, baik awam maupun pemerhati hukum akan bertanya-tanya mana mungkin di dunia upeti hadiah 4 juta rupiah yang diterima pejabat bisa membawa yang bersangkutan ke penjara selama 2 tahun, ditambah denda Rp.200.000.000.?. Apalagi uang 4 juta rupiah adalah pengganti uang transport, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan substansi perkara.

2. Saya teringat di saat klien saya M. Nazaruddin memberi uang kepada sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi sebesar 120.000 dollar Singapura. Janedjri M.Gaffar sempat menerima. Ketua MK dalam pernyataan pers nya memberi dalil bahwa uang tersebut adalah gratifikasi, bukan suap, dan karenanya bukan tindak pidana.

3. Dibandingkan dengan pemberian uang THR oleh Advokat Gary di Pengadilan TUN Medan sebesar 5000 dollar Singapura: Mestinya KPK mempertanyakan kepada Hakim Tripeni, apa Hakim Tripeni mengetahui mengenai pemberian uang THR tersebut, di saat putusan pengadilan mengalahkan perkara yang saya majukan.

4. Ternyata pemberian uang THR tersebut yang dimintakan oleh Panitera Syamsir Yuswan, sama sekali di luar pengetahuan Hakim Tripeni. OTT tetap dilanjutkan, karena target kriminalisasi adalah saya, yang bukan OTT dan sama sekali tidak mengetahui pemberian uang THR tersebut.

5. Lain pula cerita pengembalian uang suap sebesar Rp.300 juta oleh Evie Riana Sitorus, istri mantan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi. Di persidangan ketika Ibu Evie Riana Sitorus bersaksi di bawah sumpah untuk perkara Pak Gatot, ibu Evie mengakui menerima suap sebesar 127,5 juta rupiah. Anggota DPRD lainnya telah selesai menjalani hukumannya, kecuali tersangka ibu Evie Riana.

6. Adalah komisioner Agus Rahardjo yang mengumumkan bahwa di era tahun 2011 – 2014, 38 anggota DPRD Sumut menerima suap dari Gubernur Sumut.

7. Semua mereka telah divonis, kecuali ibu Evie Riana. terbukti bagaimana? melalui kekuasaan KPK yang di saat itu berlangsung tanpa pengawasan, mengakibatkan KPK dapat mempetieskan perkara korupsi atau melakukan keputusan tebang pilih.. Hal ini dapat kita lihat dalam kasus tebang pilih ibu Evie Riana dan dalam kasus-kasus korupsi lainnya.

8. Di lain pihak suap sebesar 40 miliar rupiah yang dilakukan pengusaha Bambang. D, kepada Bupati Bangkalan almarhum Fuad Amin, juga divonis hanya 4 tahun, sama dengan 40 anggota DPRD Malang yang hanya menerima upeti di sekitar lima juta rupiah.

9. Tulisan saya sebagaimana judul tersebut di atas i bukan “hoax”. Berita hukum Juliamar tersiar luas di media. Nama korban yang terzolimi selain saudara Juliamar Maruf, adalah Leni Marlena dalam kasus pengadaan Backbone Coastal Surveillance yang “katanya”menguntungkan PT.CMI.

10. Juliamar sekarang lagi menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin.

11. Tentu semua penghuni Lapas geleng-geleng kepala. Kok untuk kasus Bakamla yang sama sekali diluar pengetahuannya dengan tuntutan jaksa hanya sebesar 4 juta rupiah, saudara Juliamar bisa digiring ke Lapas?.

12. Kesaksian Juliamar di persidangan yang dipaksa untuk menghubungkan kasus tersebut dengan saudara Arie Sudewo dan TB. Hasanuddin, diduga rekayasa penyidik KPK untuk menyeret kedua orang tersebut, sama sekali tidak diakui oleh saudara Juliamar, karena memang saudara Juliamar tidak mengetahui tuduhan penyidik yang memaksa Juliamar untuk memberi pengakuan di BAP.

13. Tetap saja, fakta persidangan diabaikan, dan seperti biasanya akhirnya tuntutan Jaksa identik dengan dakwaan. Hakim pemutus dengan putusan dissenting, geleng-geleng kepala. Mengapa hadiah 4 juta rupiah sampai dinyatakan Jaksa kasusnya lengkap untuk disidangkan alias P-21 ? Di luar sidang Juliamar, banyak pegawai kecil, mengalami nasib yang sama.

14. Akhirnya sadar bahwa jumlah kerugian negara tidak sebanding dengan biaya operasional penangkapan yang dilakukan KPK, termasuk tidak memadai dengan biaya yang dikeluarkan negara untuk proses pemeriksaan perkara sampai terpidana dikirim ke Lapas, berita OTT DPRD Malang dan berita suap 4 juta rupiah tersebut, tenggelam dengan sendirinya.

15. Sebaiknya untuk suap dibawah 25 juta rupiah, peradilan menerapkan Retoratif Justice, Peradilan Restoratif, dengan cara mempekerjakan mereka di luar Lapas.

16. Dari pengalaman saya sebagai praktisi yang banyak membela perkara yang dimajukan KPK, memang banyak perkara yang dimajukan KPK tanpa bukti kerugian negara.

17. Bahkan di era Komisioner Abraham Samad-Bambang Widjojanto berlaku fakta hukum: Tangkap dulu, baru lengkapi dengan dua alat bukti. Sekalipun dua alat bukti tersebut diduga hasil rekayasa alat bukti yang mungkin dibuat di “safe” house nya. KPK, bukan dikantor KPK.

18. Contoh kasus Budi Gunawan calon Kapolri, Hadi Purnomo Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka dinyatakan tersangka tanpa dua alat bukti. Untungnya rekayasa target pemidanaan KPK dapat dipatahkan mereka melalui putusan Praperadilan.

19. Contoh penyidikan lain yang tidak profesional misalnya dalam kasus korupsi Nur Alam, ex, Gubernur Sulawesi Tenggara. Ketika dakwaan korupsi pasal 2 dan Pasal 3 tidak terbukti, Jaksa mengalihkan tuntutannya ke Pasal lain.

20. Ridwan Mukti, Surya Dharma Ali, Barnabas Suebu, Jero Wacik, Hotasi Nababan, Syarifuddin Arsyad Tumenggung, Sofyan Basir, Karen Agustiawan, DR. Bimanesh yang menjelang pensiun diduga dipidanakan oleh KPK, Advokat Lucas yang akhirnya bebas di tingkat PK, sekalipun sempat dipenjarakan oleh KPK, adalah deretan nama-nama yang dimajukan KPK, tanpa bukti kerugian negara.

21. Barnabas Suebu , ex dua kali Gubernur Papua, bahkan membuat buku yang dialamatkan ke rakyat Papua, agar mereka tahu betul bagaimana pimpinan mereka dianiaya KPK, dihukum tanpa satu pun alat bukti.

22. Ex. Gubernur Ridwan bukti pun hanya mampu melampiaskan rasa kecewanya melalui buku berjudul “Vonis Tanpa Bukti.”: Hal yang sama dilakukan oleh ex Gubernur Nur Alam.

23. Yang mesti dibebaskan juga antara lain Miranda Gultom, Budi Mulia yang sama sekali bukan pemutus kasus Bank Century.

24. Justru yang menjadi kambing hitam dalam kasus Bank Century adalah Miranda Goeltom dan Budi Mulia. Budi Mulia di persidangan menyebut kurang lebih 44 kali nama Boediono, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, sebagai gubernur yang punya wewenang pemutus dalam kasus dugaan Bank Century. Wewenang Budi Mulia berada di luar lingkaran pengambil keputusan kasus Bank Century.

25. KPK hanya sebatas memeriksa Boediono sebagai saksi. Lantas perkara dugaan korupsi kasus Bank Century, dipeti eskan yang didiga dilakukan oleh Novel Baswedan dan kawan-kawan.

26. Kejahatan korporasi saudara Dudung Purwadi Direktur PT. Duta Graha Indah yang tadinya dalam taraf penyidikan tidak memenuhi unsur, akhirnya sekalipun PT. Duta Graha Indah telah membayar ganti rugi atas nama Perseroan, Dudung Purwadi tetap divonis penjara.

27. Bandingkan dengan kasus dugaan korupsi ibu Evie Riana yang saya uraikan di atas. Ketika Ibu Evie Riana mengembalikan bukti suap, KPK nya Agus Rahardjo, langsung mempeties kan perkara korupsi ibu Evie Riana.

28. Bebas dari dugaan kejahatan korporasi adalah proyek Meikarta milik PT. Lippo Cikarang, dimana penyidik KPK nya Novel Baswedan, pernah menyatakan di media, adanya cukup bukti untuk memajukan kejahatan korporasi Mei Karta. Mungkin diduga berhasil dipetieskan, berkat lobby Pengacaranya saudara Prof. Denny Indrayana, yang akrab dengan para penyidik KPK nya Novel Baswedan.

29. Kacaunya penegakkan hukum Indonesia, karena semua yang menjadi target KPK dimajukan ke Pengadilan, tanpa didukung dua alat bukti. Sebaliknya oknum-oknum KPK seperti Bibit-Chandra Hamzah, Abraham Samad-Bambang Widjojanto,, Novel Baswedan, Prof. Denny Indrayana yang mestinya sudah di-lapas-kan, bebas menghirup udara segar, dibawah perrlindungan penegak hukum.

Demikianlah sekilas pengalaman saya ketika membela perkara di Pengadilan Tipikor. Sekian. Tulisan hukum saya diakhir tahun 2021.

30. Semoga di tahun 2022, penerapan hukum jadi lebih baik. Saya juga mendoakan semoga kerja keras almarhum Prof. Muladi merancang Kitab Undang-undang Hukum Pidana baru dan semoga revisi Undang- undang Pemasyarakatan yang dimajukan pemerintah, dan telah di paripurna kan oleh DPR, tidak lagi mengalami “Carry Over” oleh Bapak Presiden Jokowi.

Hormat saya,

Prof. Otto Cornelis Kaligis.

Cc. Yth. Ketua, Para Wakil Ketua DPRRI di Senayan.
Cc. Yth. Bapak Menteri Hukum dan Ham Bapak Yasonna Laoly SH. Ph.D
Cc. Yth. Ketua KPK dan Para Wakil Ketua KPK di Jakarta.
Cc. Yth. Para rekan Prof. Hukum Pidana se Indonesia.
Cc. Yth rekan Media pemerhati hukum.
Cc. Pertinggal.(*)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan