BADUNG, SUDUTPANDANG.ID – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham mengelar Sarasehan Nasional Kekayaan Intelektual Komunal di salah hotel kawasan Kuta, Badung, Bali, Rabu (13/9/2023).
Sarasehan mengusung tema “Pengembangan Ekonomi Wilayah dan Pelestarian Budaya Melalui Kekayaan Intelektual (KI) Komunal”.
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk implementasi tindaklanjut pertemuan regional negara anggota World Intellectual Property Organization (WIPO) yang tergabung dalam Asia dan Pasific Group (APG) tentang Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (GRTKF).
Hadir dalam kesempatan tersebut Sekretaris DJKI Sucipto, Kakanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu, Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama pada DJKI Kemenkumham, Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota se-Indonesia, Kadiv Yankumham Kanwil Kemenkumham se-Indonesia, Sekda Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Hadir juga perwakilan dari unsur Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta para narasumber.
Kakanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada DJKI atas terpilihnya Provinsi Bali dalam kegiatan Sarasehan Nasional KI Komunal.
Anggiat menuturkan, secara kolektif atau secara komunal memiliki Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang dimiliki oleh suatu komunitas masyarakat bisa menjadi sumber ekonomi yang luar biasa.
Ia mengungkapkan, permohonan pencatatan Kekayaan Intelektual di Provinsi Bali di tahun 2022 tercatat sebanyak 5.555 dan pada Agustus 2023 sudah tercatat 3.874 permohonan.
“Artinya masyarakat Bali sangat antusias dan peduli terhadap Kekayaan Intelektual dan ini dibuktikan melalui pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali di atas pertumbuhan ekonomi nasional, bukan dari hasil tambang, melainkan dari hasil Kekayaan Intelektual Komunalnya,” ungkapnya.
“Oleh karena itu saya berharap melalui kegiatan sarasehan ini, informasi yang didapat bukan hanya dari narasumber tetapi juga dari aktifnya diskusi antar peserta sehingga ada nilai tambah yang didapat setelah mengikuti kegiatan sarasehan kali ini,” harap Anggiat.
Sekretaris DJKI Sucipto yang membuka secara resmi kegiatan menyampaikan bahwa pencatatan KIK merupakan langkah defensif dan bagian dari pelindungan keanekaragaman budaya dan hayati Indonesia dari ancaman eksploitasi serta pengakuan oleh negara lain.
“KIK tidak mensyaratkan adanya pendaftaran untuk mendapatkan pelindungan namun perlu dilakukan pencatatan dan diinventarisasi oleh negara”, terang Sucipto
Ia mengatakan, dalam meningkatkan kepedulian dan pemahaman akan pentingnya pencatatan KIK dan pendaftaran Indikasi Geografis diperlukan kepedulian seluruh stakeholder guna pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi wilayah.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI, Sri Lastami dalam laporannya juga menguatkan bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenkumham selalu memberi dukungan pelindungan terhadap KIK.
Dukungan tersebut dengan menginisiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2022 tentang KIK dalam konteks Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional, Ekspresi Budaya Tradisional, Indikasi Asal dan Potensi Indikasi Geografis.
“Melalui Peraturan Pemerintah ini memiliki peranan penting dalam aspek hilirisasi, yaitu mempromosikan warisan budaya Indonesia yang kaya sekaligus mendorong inovasi, kreatifitas, dan pemanfaatan ekonomi,” ucap Sri Lastami.
Sebagai informasi, Sarasehan Nasional Kekayaan Intelektual Komunal berlangsung selama empat hari, mulai tanggal 13 sampai 16 September 2023.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah data inventarisasi KIK di wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong masyarakat agar lebih kreatif dan inovatif untuk berkarya memanfaatkan potensi sumber daya daerah.(One/01)