Oleh OC Kaligis
Tanggal 17 Oktober 2022 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menggelar perkara dugaan pembunuhan yang disangkakan terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Pasti kasus dugaan pembunuhan ini yang sudah sejak awal Juli 2022 menjadi polemik, diikuti oleh sejumlah pengamat hukum, jurnalis, bahkan menjadi atensi Bapak Presiden Joko Widodo, menjadi perhatian besar masyarakat yang hendak menyaksikan bagaimana para penegak hukum mentutaskan kasus ini.
Di tahun sebelumnya 2020-2021 di Pengadilan yang sama, saya menggugat Jaksa Agung dan Ombudsman, agar khususnya Jaksa Agung segera melimpahkan kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan ke pengadilan, sesuai perintah putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkulu.
Beritanya sepi, karena Novel Baswedan memang menguasai dunia pers, sehingga tak seorang redaksi media pun yang meloloskan berita gugatan saya hasil liputan repoternya.
Yang pasti bila berita dugaan pembunuhan Novel Baswedan digelar di Pengadilan Jakarta Selatan di saat itu. Jurnalis “Mata Najwa” sama sekali pantang memberitakannya, karena memang Mata Najwa selalu berada di belakang Novel Baswedan.
Pernyataan advokat andal Febri Diansyah. Perintah Ferdy Sambo “Hajar Yosua” sebelum JPU membacakan surat dakwaannya pun segera diliput sebagai berita utama oleh insan pers.
Sebagai advokat mestinya fakta hukum “Hajar” disampaikan setelah mendengar dakwaan dalam acara keberatan terhadap dakwaan atau yang dikenal dengan sebutan eksepsi terdakwa atau penasihat hukumnya sebagaimana diatur di Bab XVI KUHAP berjudul pemeriksaan di sidang pengadilan.
Bisa saja karena uraian perintah “Hajar” terbilang uraian mengenai pokok perkara, maka eksepsi Febri di luar persidangan ataupun di persidangan akan ditolak Majelis Hakim, karena keberatan tersebut sudah termasuk pokok perkara.
Jadi apabila manuver “Hajarnya” Febri termasuk eksepsi mengenai pokok perkara, pasti argumentasinya Febri, ditolak. Perkara lalu dilanjutkan pemeriksaannya oleh Majelis Hakim.
Bagi kami para pengacara, maksud membuat ulasan pers dalam kedudukan Febri Diansyah sebagai advokat adalah untuk menggiring opini masyarakat bahwa kliennya Ferdy Sambo, bukan pembunuh.
Menggiring opini sebelum sidang dibuka dan terbuka untuk umum, berdasarkan pengalaman saya yang biasa membela perkara di luar negeri, terbilang contempt of court.
Kebiasaan Febri ketika jadi jubir KPK adalah memang menggiring opini para tersangka yang dijaring KPK.
Yang tabu diberitakan oleh Febri hanya membongkar dugaan tidak pidana Abraham Samad, Bambang Widjojanto, sangkaan pembunuhan Aan yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan, atau membahas kasus tersangka dugaan korupsi Prof. Denny Indrayana, termasuk temuan Pansus Hak Angket DPR-RI pada tahun 2018 atas dugaan kejahatan jabatan dan korupsi oknum-oknum KPK.
Pertama-tama saya ucapkan selamat datang ke profesi baru Anda rekan Febri Diansyah dari jubir KPK menjadi advokat hebat, advokat dari terdakwa Ferdy Sambo.
Keterangan Pers Anda pasti dilansir baik oleh media nasional maupun internasional. Anda yang menguasai media dan didukung media, pasti apapun yang Anda sebutkan di media dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti hukum.
Tanggal 15 Oktober 2022, saya menyaksikan statement pledooi Anda. Di media elektronik sebelum JPU membacakan dakwaannya pada tanggal 17 Oktober 2022.
Ferdy Sambo hanya memerintahkan kepada Richard Eliezer Pudihang bawahannya untuk “hajar” Yosua. Ferdy Sambo tidak memberikan perintah tembak. Begitulah keterangan pers yang Febri sampaikan kepada publik.
Asumsi berdasarkan pledooi Febri Diansyah sebelum dakwaan dibacakan adalah dengan pernyataan itu Febri berhasil mematahkan dakwaan dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau bahkan dari sudut mens rea dan actus reus Ferdy Sambo dapat diputus bebas.
Dari perintah “hajar” yang dilakukan oleh Irjen Pol Ferdy Sambo dalam kedudukan sebagai atasan terhadap bawahannya saudara tersangka baik Richard maupun Ricky, saya menyimpulkan bahwa di saat perintah “hajar”, di locus delicti ada tiga orang, yaitu almarhum Yosua, RE + RR dan FS, RR tidak melihat karena katanya sembunyi di belakang kulkas.
Mengapa sampai Ferdy Sambo memerintahkan bawahannya untuk menghajar Yosua?. Analisa saya, karena Ferdy Sambo mendengar bahwa isterinya diduga berselingkuh dengan Yosua. Berarti perintah tersebut berdasarkan kesaksian de auditu.
Mengapa sebelum perintah “Hajar”, Ferdy Sambo yang adalah atasan Yosua tidak terlebih dahulu mempertanyakan kebenaran kesaksian de auditu yang diperoleh Ferdy Sambo?.
Mungkin saja bila hal itu dilakukan di bawah sumpah almarhum Yosua dapat memberi klarifikasi, bahwa fitnah tersebut sama sekali tidak benar.
Sebagai atasan Yosua, dari ekspresi wajah Yosua dapat dilihat apa dia benar-benar berkata benar, atau bohong. Atau mungkin jawaban Yosua spontan meminta konfrontasi dengan istri Sambo.
Setelah perintah “Hajar”, RE yang mendapat perintah “hajar” serta merta melakukan penembakan disaksikan Ferdy Sambo.
Mestinya dalam letusan pertama Ferdy Sambo menghardik RE untuk berhenti menembak, karena perintah Sambo hanyalah perintah “Hajar”.
Kalau hanya perintah “hajar”, maka Ferdy Sambo sendiri bila sampai menghajar Yosua, pasti Yosua tidak akan melawan, kecuali merintih kesakitan, sambil berkata bahwa informasi selingkuh itu sama sekali tidak benar.
Dari asumsi pertama saya simpulkan bahwa minimal Ferdy Sambo telah melakukan pembiaran atas eksekusi yang dilakukan anak buahnya RE, yang menyebabkan kematian Yosua.
Asumsi kedua. Mestinya Febriansyah bila hendak mengaburkan kebenaran dan kejadian sebenarnya, mengarang cerita bahwa setelah perintah “hajar” dilakukan Ferdy Sambo karena kesibukannya yang luar biasa, segera meninggalkan tempat kejadian (locus delicti) sehingga Ferdy Sambo sama sekali tidak mengetahui adanya penembakan tersebut.
Anehnya media memberitakan adanya baku tembak antara almarhum Yosua dengan RE dengan hasil Yosua KO menghadapi penembak jitu RE .Tidak satupun tembakan Yosua yang tepat sasaran. Sebaliknya tembakan RE semuanya tepat sasaran.
Fakta hukum. Tanggal 7 Juli 2022, kebetulan saya ada di kantor Ferdy Sambo di Bareskrim Polri untuk melaporkan mengapa LP penipuan yang saya lakukan terhadap terlapor Jiwasraya yang menipu saya sebesar kurang lebih Rp25 miliar dipetieskan penyidik?.
Setelah saya selidiki memang LP saya dipetieskan oleh penyidik Bareskrim. Saya langsung ke Bareskrim tempat Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam untuk melaporkan ulah penyidik perkara Jiwasraya.
Saya datang sendiri, setelah berusaha dan gagal menemuinya melalui surat dan usaha saya untuk bertemu dengan penyidik lainnya pun gagal. Saya hanya dipimpong dan dipermainkan.
Di saat tanggal 7 Juli 2022 itu, situasi kantor Ferdy Sambo sepi, kata petugas penjaga, Sambo sibuk memimpin pertemuan dengan para bawahannya.
Satu dua hari berselang saya membaca di media peristiwa baku tembak antara oknum polisi, bersama dengan itu keluarga Yosua mulai mempertanyakan kepada petugas polisi mengapa peti mayat tidak dapat dibuka agar ibu almarhum dapat melihat wajah anaknya Yosua?.
Apalagi jenazah diantar ke kediamannya disertai pengawalan ketat dari pihak kepolisian tanpa adanya transparansi dan tanpa kehadiran insan media?.
Sebagai pengacara saya mulai bertanya dalam hati. Masa membuka peti jenazah saja tidak diperbolehkan?. Itu hak mendasar seorang ibu yang mestinya permintaannya harus dipenuhi polisi?.
Dalam perjalanannya, karena kebetulan saya juga jadi pengacara salah seorang oknum polisi yang olah TKP, saya bisa mendapatkan informasi yang agak lengkap.
Pada olah TKP terungkap dua fakta hukum.
Pertama: Bawahan Ferdy Sambo yang diperintahkan untuk menghilangkan barang bukti, antara lain CCTV, alat pantau lainnya, HP yang mungkin bisa membuat terang fakta hukum. Setelah itu Ferdy Sambo diduga merekayasa peristiwa pembunuhan itu dengan cerita adanya baku tembak sesama polisi.
Kedua: Penyidik olah TKP yang bekerja berdasarkan perintah tugas, yang membuat Berita Acara Olah TKP sesuai fakta di saat oleh TKP saat setelah terjadinya penghilangan barang bukti tersebut.
Saya mempertanyakan hal tersebut kepada klien saya yang mengolah TKP. Apa berita acara olah TKP yang dibuatnya sesuai dengan apa yang disaksikannya saat itu, tanpa adanya rekayasa Berita Acara Olah TKP dan disaksikan oleh saksi saksi lainnya?. Bila benar demikian, saya katakan: Anda tidak usah takut akan dijadikan terangka.
Yang menjadi korban adalah bawahan Ferdy Sambo yang mendapat perintah dari Ferdy Sambo untuk menghilangkan barang bukti. Akhirnya mereka semua menjadi tersangka kasus dugaan pembunuhan yang disangkakan terhadap Ferdy Sambo. Mereka tersangka Obstruction of Justice.
Yang hanya dikenakan sanksi kode etik adalah penyidik yang tidak merekayasa penghilangan barang bukti.
Seandainya saat penembakan bukan RE yang ada ditempat kejadian dan bertugas di saat itu, katakanlah polisi bernama “Abdullah” pasti Abdullah sebagai bawahan pun mentaati perintah Ferdy Sambo untuk mengeksekusi almarhum Yosua.
Memang menarik mengamati pembelaan advokat Febriansyah untuk mengaburkan dakwaan J. Febriansyah mestinya mengikuti dan jadi pengacara Ferdy Sambo dari mulai penyelidikan, penyidikan, hadir saat rekonstruksi, jadi saksi diolah TKP, turut menandatangani penyitaan barang bukti, semuanya ini telah diatur didalam KUHAP.
Bila terjadi rekayasa penyidikan, Febri dapat mempraperadilan baik polisi maupun kejaksaan, karena secara tidak sah telah menahan Ferdy Sambo, dan sekaligus menggugat tim khusus yang telah merekayasa penyidikan, seandainya hal ini memang benar dapat dibuktikan.
Selanjutnya, seharusnya Febriansyah mengajarkan kepada Ferdy Sambo untuk tidak harus meminta maaf kepada keluarga Yosua, kepada jajaran kepolisian, serta membuat pernyataan di media bahwa Ferdy Sambo sendiri bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan terhadap Yosua. Pasti di atas rekayasa yang saudara ciptakan, akan menyusul rekayasa baru lainnya.
Mohon maaf saudara advokat Febriansyah, menanggapi skenario “perintah hajar” dalam rangka membela klien Anda. Argumentasi hukum Anda sangat mudah dipatahkan oleh JPU.
Ulasan ini saya buat sebagai pengacara litigasi yang punya pengalaman lapangan selama kurang lebih 50 tahun, pernah membela perkara pembunuhan dengan hasil tuntutan bebas, bukan putusan bebas. Termasuk tuntutan bebas yang berhasil saya bela adalah dalam perkara korupsi, money laundring.
Saya dan praktisi hukum lainnya menanti lanjutan keterangan media Anda, dalam rangka membebaskan klien Anda Ferdy Sambo. Semoga ‘sandiwara’ Anda di dunia media berhasil meyakinkan Majelis Hakim untuk mendukung pembelaan Anda. Mudah-mudahan Anda yang memang punya keahlian menguasai media, semoga sekali lagi Anda berhasil membebaskan klien Anda Ferdy Sambo bersama isterinya Putri Candrawathi.
Ulasan ini saya tulis menjadi bahagian catatan hukum saya, baik sebagai praktisi maupun akademisi.
Prof. OC Kaligis
Jakarta, Senin, 17 Oktober 2022.