Jakarta, SudutPandang.id-Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan judicial review (hak uji materiil) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusan dengan No.7 P/HUM/2020 yang dimohonkan oleh Komunitas Peduli Cuci Darah Indonesia (KPCDI), MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
Dikabulkannya permohonan tersebut, diapresiasi banyak pihak, salah satunya Tim Advokasi Amicus. Tim ini berharap kepada Presiden RI sebagai termohon dalam perkara aquo dapat segera melaksanakan dan memberikan solusi atas putusan MA tersebut.
“Permohonan hak uji materiil merupakan hak yang diatur dalam UU No.3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung khususnya Pasal 31 A. Permohonan yang diajukan oleh KPCDI berdasarkan informasi dari website resmi MA, info perkara dicantumkan Amar Putusan adalah dikabulkan sebagian, sehingga putusan MA tersebut bersifat final dan mengikat,” ujar Perwakilan dari Tim Advokasi Amicus Johan Imanuel, dalam keterangan pers yang diterima SudutPandang di Jakarta, Senin (9/3/2020) malam.
Menurut Johan, putusan tersebut wajib dipatuhi oleh termohon. Hal ini berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Perma 1/2011, yang menyatakan dalam hal 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Sehingga Amar Putusan tersebut secara otomatis memerintahkan Presiden RI selaku Pejabat (Termohon) untuk membatalkan Perpres 75/2019 perihal kenaikan iuran BPJS yang dinilai cacat hukum oleh MA, maka Perpres 75/2019 tidak memiliki kekuatan serta kepastian hukum,” kata Advokat senior itu.
Melaksanakan Putusan MA
Hal senada dikatakan Tim Advokasi Amicus lainnya, Indra Rusmi, yang juga menyarankan Presiden RI untuk menghormati dan melaksanakan putusan MA terkait pembatalkan kenaikan iuran BPJS.
“Presiden perlu mengambil langkah hukum melalui kebijakan terhadap kenaikan iuran BPJS dengan meninjau kembali dari aspek materi muatan iuran BPJS, apakah sudah diperhitungkan secara realistis dalam mewujudkan asas keadilan dan keseimbangan?,” katanya.
“Kemudian memperhatikan dalam aspek penyusunan perundang-undangan agar tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan lainya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan asas kepastian hukum dalam menjalankan suatu peraturan yang berlaku,” tambah Indra.(rkm)