JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Sebanyak 1.748 hakim menyatakan dukungannya, baik melalui Ikatan Hakim Indonesia daerah/cabang maupun satuan kerja/pengadilan masing-masing, terhadap gerakan Solidaritas Hakim Indonesia yang akan menggelar aksi cuti bersama hakim se-Indonesia pada 7-11 Oktober 2024. Menanggapi hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) buka suara terkait kabar gaji pokok hakim akan naik sebelum cuti massal.
Juru Bicara (Jubir) MA, Suharto, mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa gaji pokok hakim akan naik. Kendati demikian, ia menyebut revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung masih berproses.
“Tapi infonya, persetujuan prinsip sudah ada, persetujuan dari Kementerian Keuangan. Infonya kemarin sudah ditandatangani Bu Menteri (Sri Mulyani Indrawati),” kata Suharto, Jumat, (4/10/2024).
Diberitakan sebelumnya, Ribuan hakim protes atas gaji dan tunjangan yang tidak memadai saat ini. Maka itu para hakim memunculkan sebuah gerakan yakni akan melakukan ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’. Gerakan cuti bersama itu bakal dilakukan para hakim mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.
“Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun,” ujar Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid dalam keterangan tertulisnya, Jumat 27 September 2024.
Dia menjelaskan bahwa protes tersebut bakal dilakukan para hakim daerah menuju Jakarta. Para hakim itu akan melakukan audiensi hingga aksi proses serta bersilaturahmi dengan para lembaga dan tokoh nasional yang masih peduli dengan isu peradilan.
Fauzan menyebut hal itu dilaksanakan berdasarkan bentuk upaya memperjuangkan profesi hakim dan sistem hukum Indonesia. Gerakan ini juga memiliki tujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim yang telah lama terabaikan.
Lebih jauh, Fauzan menuturkan fakta dan data mengenai kesejahteraan hakim. Menurutnya, ada 11 data yang dipaparkan di antaranya yakni gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, tunjangan kinerja hilang sejak 2012, tunjangan kemahalan yang tidak merata, beban kerja dan jumlah hakim yang tidak proporsional, kesehatan mental, harapan hidup hakim menurun, rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai.
Atas peristiwa yang membuat munculnya gerakan proses ini, lantaran adanya dampak untuk kesejahteraan keluarga hakim mengenai gaji dan tunjangan yang tidak sesuai ini. Fauzan menyebut juga tidak ada risiko keamanan dan jaminan keamanan bagi keluarga hakim.
“Akibat tunjangan yang tidak mengalami penyesuaian selama 12 tahun, kini banyak hakim yang tidak mampu membawa keluarganya ke daerah penempatan kerja. Jika harus membawa seluruh anggota keluarga, hakim memerlukan biaya yang cukup besar, yang tidak dapat ditanggung dengan penghasilan mereka saat ini,” kata Fauzan.
Gerakan ini juga menyoroti kurangnya keberpihakan terhadap hakim perempuan. Fauzan mengatakan hakim perempuan kurang mendapat perhatian khusus mengenai tugas kerja.(PR/04)