Hemmen

Ini Alasan Denmark Tidak Lagi Gunakan Vaksin AstraZeneca

ilustrasi

Sudutpandang.id Denmark secara resmi memutuskan untuk tidak menggunakan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca. Keputusan itu menyusul pemberitaan kemungkinan adanya kaitan penggunaan vaksin tersebut dengan kasus pembekuan darah yang sangat langka.

Demark pun menjadi negara pertama yang tidak menggunakan vaksin tersebut.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Hasil penyelidikan terhadap kasus pembekuan darah menunjukkan efek samping yang nyata dan serius,” kata Kepala Badan Kesehatan Denmark, Soren Brostrom dalam sebuah pernyataan.

“Berdasarkan pertimbangan keseluruhan, oleh karena itu kami memilih untuk melanjutkan program vaksinasi untuk semua kelompok sasaran tanpa vaksin ini,” sambungnya, dilansir dari Channel News Asia.

Pengawas obat Uni Eropa mengatakan, pada pekan lalu, telah menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin AstraZeneca dan trombosis sinus vena serebral (CVST), atau pembekuan darah otak.

Meski begitu, para ahli juga mengatakan bahwa risiko kematian akibat Covid-19 jauh lebih besar daripada risiko kematian akibat efek samping vaksin yang jarang tersebut.

Pada 4 April, European Medicines Agency telah menerima laporan 169 kasus CVST setelah 34 juta dosis Astrazeneca diberikan di Wilayah Ekonomi Eropa.

Regulator UE menyerahkan kepada masing-masing negara untuk membuat penilaian risiko mereka sendiri dan memutuskan bagaimana cara mengelola vaksin AstraZeneca tersebut.

Banyak negara di Eropa dan negara lain telah kembali memberikan suntikan, dengan beberapa membatasi penggunaannya hanya untuk kelompok usia tertentu.

Denmark menjadi negara pertama yang pada awalnya menangguhkan semua penggunaan vaksin AstraZeneca pada Maret karena masalah keamanan.

Negara ini juga telah menghentikan vaksin Johnson & Johnson, dengan masih menunggu penyelidikan lebih lanjut terhadap kemungkinan kaitan gumpalan darah serupa.

Hampir satu juta penduduk Denmark telah menerima suntikan vaksin pertama. Sebanyak 77 persen mendapatkan vaksin Pfizer-BioNTech, 7,8 persen lainnya Moderna, dan 15,3 persen AstraZeneca.(red/*)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan