Hemmen
Hukum  

Pendapat Hukum OC Kaligis Mengenai Permohonan PK Kedua

OCK MA
OC Kaligis/SP

Pendapat Hukum Prof. O.C.Kaligis Mengenai Permohonan PK, PK Kedua

Sukamiskin, Jum’at, 1 Mei 2020

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

1. Dasar Hukum PK lebih dari sekali.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014. Diputus antara lain oleh Hakim Konstitusi DR. H.M Akil Mochtar S.H,. M.H dan DR. H. Patrialis Akbar S.H., M.H. Putusan tersebut adalah mengenai Hukum formil Dengan Persyaratan formil dimana untuk mengajukan PK lebih dari sekali diperbolehkan.

2. Putusan MK Nomor 34/2013 adalah Putusan Erga Omnes.

Artinya tidak hanya mengikat para pihak (inter parties) tetapi harus ditaati oleh siapapun (erga omnes). Azas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkekuatan hukum tetap dan bersifat final sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang berbunyi:

BACA JUGA  Soal Gugatan ke Ombudsman, OC Kaligis: Silahkan Baca Pasal 9 UU No 37 Tahun 2008

”Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni Putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)”.

Uraian ini cukup jelas sehingga tafsir atas definisi ini harus dikesampingkan. Indonesia yang menurut Konstitusi adalah Negara Hukum mewajibkan siapapun harus mentaati Putusan MK Nomor 34/2013 tersebut. Sumpah Presiden menurut Pasal 9 UUD adalah kewajiban Presiden untuk taat Undang-Undang.

3. Para Pendapat Ahli Hukum yang mendukung PK lebih dari sekali:

a. Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra.

Menurut Ahli : Norma Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”. Sesungguhnya adalah penuangan dasar filosofis negara kita sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD. Dalam pembukaanm itu, kita menemukan kata kata “peri kemanusiaan dan berkeadilan”, ”adil dan makmur”, ”adil dan beradab” serta kata “keadilan sosial “bagi seluruh Rakyat Indonesia” Norma yang di rumuskan oleh Pasal 268 ayat (1) KUHAP yang hanya membolehkan PK satu kali, dalam konteks perkara pidana, pada hemat Ahli bertentangan dengan rasa keadilan yang begitu dikunjungi Tinggi.”

BACA JUGA  DPC Peradi RBA Jakarta Selatan Siap Jadi Garda Terdepan Menjaga Marwah Advokat

Norma Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 jelas berisi jaminan akan adanya kepastian hukum yang adil bagi semua orang. Sepanjang sejarah, para Ahli Hukum berdebat tidak henti-hentinya mengenai kepastian hukum ini. Ahli berpendapat bahwa kepastian hukum dan keadilan harus berjalan linear, tidak ada kepastian hukum tanpa keadilan.”

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan