Hemmen
Hukum  

Pendapat Hukum OC Kaligis Mengenai Permohonan PK Kedua

OCK MA
OC Kaligis/SP

d. Ahli Prof (EM) DR. Romli Atamasasmita, S.H, L.LM

Ahli setuju Pengajuan PK lebih dari sekali, karena hal itu merupakan solusi hukum yang memenuhi Asas kepatutan. SEMA Nomor 7/2014 hanya merupakan produk hukum internal yang bersifat administratif. Pendapat Ahli didasarkan atas yurisprudensi PK kedua masing-masing:
1. Putusan MARI Nomor 03 PK/Pid/2001 an. Ram Gulumal.
2. Putusan MARI Nomor 15 PK/Pid/2006 an. Soetjawati.
3. Putusan MARI Nomor 54 PK/Pid/2006 an Dr. Eddy Linus.
4. Putusan MARI Nomor 55 PK/Pid 2006 an. Muchtar Pakpahan. 5. Putusan MARI Nomor 109 PK/Pid/2007 an. Pollycarpus.
6. Putusan MARI Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 an. Djoko Tjandra.

Kemenkumham Bali

4. Putusan PK kedua yang dikabulkan oleh Hakim Mahkamah Agung (yudex yuris) setelah Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tersebut diatas:

a. Putusan tanggal 20 Juli 2017.

Putusan MA No. 242 PK/Pid.Sus/2016 atas nama Pemohon PK Ir. Bakri Makka. Ketua Majelis: Timur P. Manurung S.H, M.M. Hakim Anggota Prof. DR. Surya Jaya, S.H, M.Hum dan Prof. DR. Abdul Latif AH.M.Hum.

BACA JUGA  Kemenkumham Tindak Tegas Promotor Konser K-Pop karena Langgar Izin Tinggal

b. Putusan tanggal 25 Juni 2019.

Putusan MA. No. 214 PK/Pid.Sus 2019 atas nama Pemohon PK. Ir. Toto Kuntjoro Kusuma Jaya. Ketua Majelis: DR.H.Andi Ayub Saleh, S.H, M.H. Hakim Anggota. DR. H. Eddy Army, S.H, M.H Dan DR. Gagal a Saleh, S.H, M.H. (Saudara Toto Kuntjoro adalah ex warga binaan Sukamiskin, kini telah bebas murni).

c. Putusan tanggal 29 Juli 2019.

Putusan MA No.53 PK/Pid.Sus/2019 atas nama Pemohon PK. H. Taufan Ansar Nur dan Ir. H. Abdul Azis Siadjo Qia.MM. Ketua Majelis: DR. H. Sunarto, S.H, M.H. Hakim Anggota DR. H. Andi Samsam Nganro, S.H, M.H dan Prof. Abdul Latif, S.H, M.Hum.

5. Mengenai legal standing Jaksa/KPK dalam pengajuan PK.
Putusan MK Nomor: 33/PUU-XIV/2016 menetapkan hanya Jaksa bukan pihak dalam Pengajuan PK oleh Terpidana atau ahli warisnya. Jaksa/Penuntut Umum tidak mempunyai legal standing didalam permohonan Peninjauan Kembali. Pertimbangan Hukum MK pada Putusan MK Nomor: 33/PUU-XIV/2016 halaman 37”

BACA JUGA  Kejagung Periksa Maqdir Ismail terkait Uang Rp27 M Kasus Korupsi BTS Kominfo

Namun proses yang panjang yang telah dilalui mulai dari penyelidikan, penuntutan, pemeriksaan dan putusan diperadilan tingkat pertama, banding dan kasasi, dipandang telah memberikan kesempatan yang cukup bagi Jaksa/Penuntut Umum menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Oleh karena itu dipandang adil jikalau Pemeriksaan PK tersebut dibatasi hanya bagi terpidana atau ahli warisnya, karena Jaksa/Penuntut Umum dengan segala kewenangannya dalam proses peradilan tingkat pertama, banding dan Kasasi, dipandang telah memperoleh kesempatan yang cukup.”

Kesimpulan saya. Menurut Putusan MK Nomor: 33/2016 sesuai Hukum Acara di persidangan PK, Jaksa dalam pengajuan PK bukan pihak.

Praktiknya: Hakim Pemeriksa PK selalu mengabaikan Putusan MK Nomor: 33/2016 tersebut. Padahal Putusan PK, Putusan tertinggi yang harus dipatuhi oleh Hakim dan Jaksa/Penuntut Umum. Kerugian Pemohon PK bila Jaksa/Penuntut Umum diakui oleh Hakim Pemeriksa PK adalah: bahwa Jaksa/Penuntut Umum bukan saja memberikan pendapatnya, tetapi kembali mengajukan ahli, saksi dan bukti.

BACA JUGA  Distorsi Operasi Politik Berkedok Hukum

Padahal PK dimajukan terhadap Putusan in kracht didalam putusan mana hakim juga telah mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Kehadiran Jaksa sebagai Pihak dalam PK bertentangan dengan Putusan MK Nomor: 33/2016.

Saya sebagai Praktisi dan Akademisi, dalam acara permohonan PK selalu keberatan atas hadirnya Jaksa/Penuntut Umum sebagai pihak dalam pengajuan PK terpidana atau ahli warisnya.

Tinggalkan Balasan