Tidak Miliki Saham
Sebagai informasi, jelas Maqdir, pada Desember 2017 PT AJS tidak memiliki saham SMRUTama, karena saham milik perusahaan sudah seluruhnya dijual pada Desember 2015. Hal ini sebagaimana diuraikan pada berita acara pemeriksaan (BAP) lanjutan Agustin Widhiastuti tertanggal 14 Januari 2020 pada halaman 5.
“Saham SMRUTama yang dihitung sebagai bagian dari kerugian negara dalam surat dakwaan adalah saham yang diperoleh PT AJS pada tahun 2018 sebagaimana dijelaskan pada surat dakwaan primair halaman 60 dan surat dakwaan subsidair halaman 136,” paparnya.
Sedangkan untuk investasi reksa dana, menurutnya penyesatan juga dilakukan secara sengaja. Ini terlihat dengan menghitung seolah-oleh terjadi penurunan nilai yang luar biasa pada sektor reksa dana yang telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp12.157.000.000.000,00 (dua belas triliun seratus lima puluh tujuh miliar Rupiah).
“Meskipun kerugian tersebut belum benar terjadi, karena kerugian yang dikatakan sebagai kerugian akibat investasi reksa dana dalam surat dakwaan adalah tidak benar, karena penghitungan kerugian baru dilakukan setelah 2 tahun klien kami meninggalkan jabatan Direktur Utama dan tidak dihitung dengan nilai reksa dana ketika dirinya meninggalkan jabatan itu,” terang Maqdir.
Dalam eksepsinya, Ignatius Supriyadi Penasehat Hukum Hendrisman Rahim lainnya mengambil contoh kerugian akibat salah satu reksa dana yang paling besar yaitu pada DMI Dana Bertumbuh.
“Dalam Surat Dakwaan, JPU menyatakan bahwa ada kerugian negara sebesar Rp1.555.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus lima puluh lima miliar rupiah), sedangkan reksa dana tersebut pada akhir tahun 2017 nilainya adalah sebesar Rp1.737.121.551.409,79 (satu triliun tujuh ratus tiga puluh tujuh miliar seratus dua puluh satu juta lima ratus lima puluh satu ribu empat ratus sembilan koma tujuh puluh sembilan rupiah),” paparnya.
“Artinya kerugian tidak terjadi pada saat klien kami Bapak Hendrisman Rahim menyelesaikan jabatannya,” tandas Ignatius Supriyadi.(um)