Hemmen

Soal Menteri Korupsi, Alexius Tantrajaya: 2024 Kabinet Jangan Diisi Politisi

Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum (Foto:istimewa)
Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum (Foto:istimewa)

“Kasus JGP dan belasan menteri yang terjerat kasus korupsi lainnya, serta puluhan oknum politisi anggota DPR, dan puluhan pejabat daerah yang korup, sebagai bukti bahwa hukuman penjara tidak cukup membuat jera.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menuai keprihatinan pengamat hukum Alexius Tantrajaya. Menurutnya, terlepas Johnny G Plate baru sebatas jadi tersangka, namun peristiwa ini menambah catatan buruk anggota kabinet yang terjerat kasus korupsi.

“Pemerintahan 2024-2029 jajaran kabinet jangan diisi politisi. Sangat diharapkan presiden terpilih pada Pemilu 2024 mendatang tidak menempatkan politisi atau kader partai politik sebagai menteri di jajaran kabinet, hendaknya merekrut generasi muda non partai yang cerdas, jujur, nasionalis, dan penuh semangat membangun bangsa sebagaimana yang dicita-citakan pendiri Indonesia,” kata Alexius Tantrajaya kepada Sudutpandang.id, Minggu (21/5/2023).

Seperti diketahui, kata Alexius, sejak reformasi bergulir di negeri ini, sejak itu pula budaya korupsi di kalangan pembantu presiden (menteri) kian marak. Pelakunya sebagian besar oknum kader parpol.

BACA JUGA  Aa Gym Lapor Polisi, Soal Kasus Pemerasan Akun Bisnisnya

“Karena itu, saya berharap presiden terpilih pada 2024 nanti jangan merekrut menteri dari kalangan politisi. Meski bukan politisi, menteri kabinet juga harus diisi oleh orang-orang berintegritas, mengingat kasus korupsi yang melibatkan pejabat menteri atau mantan menteri di era reformasi jumlahnya lebih banyak ketimbang pada pemerintahan Soeharto selama 32 tahun,” katanya.

Soal penetapan tersangka Johnny G Plate, ia mengapresiasi keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, biasanya yang berani menjerat sekelas menteri adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terlebih tersangka adalah jajaran menteri kabinet. Terlepas ada yang berpandangan ada dugaan unsur politis terhadap partai NasDem, menurut Alexius perkara ini konteksnya adalah penegakkan hukum.

“Kejagung tentu tidak serta merta melakukan tindakan terhadap JGP, tindakan hukum itu tentu didukung oleh alat bukti cukup, bahwa telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara,” sebutnya.

“JGP mempunyai hak hukum melakukan upaya hukum untuk mengajukan upaya Praperadilan atas ditetapkannya sebagai tersangka dan penahanannya sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 77 sampai pasal 83 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP,” sambung advokat senior itu.

BACA JUGA  15 Tahun Buron, Tim Tabur Kejaksaan Tangkap Terpidana Pembobol Bank Mandiri

Masuk Rekor MURI

Ia menyebut perkara dugaan korupsi pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G, serta infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kominfo berdasarkan keterangan Kejagung nilainya sangat fantatis, yakni Rp8,3 triliun.

“Kasus ini mestinya masuk dalam rekor Museum MURI atau Guinness World Record,” sebut Alexius.

Yang mengejutkan, lanjutnya, kasus di Kominfo dibongkar oleh Kejagung. Sehingga menjadi momentum yang tepat bagi Korps Adhyaksa untuk menunjukan profesionalitas dan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

“Setidaknya, ikut serta dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas korupsi, sehingga kemakmuran dan keadilan masa depan bangsa Indonesia bisa lebih cepat dapat terwujud,” paparnya.

Kasus korupsi fantastis itu juga harus menjadi perhatian serius bagi wakil rakyat di Senayan untuk segera membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (korupsi) menjadi undang-undang. Apalagi Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2023 telah mengirim surat kepada Ketua DPR-RI yang isinya agar rancangan ketentuan hukum memiskinkan koruptor dibahas.

BACA JUGA  Pecahkan Rekor Para Games, Ni Nengah Kibarkan Bendera Merah - Putih

“RUU Perampasan Aset itu sejak 2016 masih mandek, belum menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR.

“Kasus JGP dan belasan menteri yang terjerat kasus korupsi lainnya, serta puluhan oknum politisi anggota DPR, dan puluhan pejabat daerah yang korup, sebagai bukti bahwa hukuman penjara tidak cukup membuat jera. Seharusnya DPR-RI segera menindaklanjuti RUU Perampasan Aset, karena sejak 2016 masih mandek belum masuk prioritas Prolegnas,” pungkas pengacara yang berkantor di bilanga Kebon Jeruk, Jakarta Barat itu.(um/01)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan