Opini  

THR dan Kesejahteraan Guru Non-ASN

M. Aminudin
M. Aminudin (Dok. Pribadi)

Oleh M. Aminudin

Di Bulan Ramadhan 2023 ini kabar baik datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas yang menyebutkan bahwa guru yang selama ini menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan dibayar APBN dan APBD tapi belum dapat Tunjangan Kinerja (Tukin), pada Lebaran 2023 ini akan mendapatkan semacam THR berupa tunjangan profesi guru sebanyak 50 persen.

Kemenkumham Bali

Dengan adanya tunjangan profesi tersebut, bagi guru PPPK yang sebelumnya berstatus honorer pasti merasakan perubahan pendapatan yang lebih baik daripada ketika masih berstatus tenaga pengajar honorer yang gajinya di bawah UMR dan tidak mendapatkan tunjangan apapun, sementara lingkup pekerjaannya sama atau lebih berat daripada guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki gaji dan tunjangan jauh lebih banyak.

Dengan menjadi guru PPPK, ada beberapa perubahan positif yang bisa dipetik. Pertama, perubahan status dari honorer ke ASN PPPK akan membawa jaminan kesejahteraan ekonomi bagi guru yang meliputi gaji dan tunjangan profesi.

Kedua, perubahan status akan memungkinkan lebih banyak guru mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan sertifikasi. Peningkatan kompetensi sangat penting untuk jaminan ekonomi dan karier jangka panjang guru serta kualitas pengajaran yang diterima oleh pelajar Indonesia.

Ketiga, program guru ASN PPPK juga menjadi alternatif rekrutmen. Berdasarkan Dapodik (data pokok pendidikan) tahun 2020, sebanyak 59 persen guru honorer di sekolah negeri telah berusia lebih dari 35 tahun, sehingga tidak bisa lagi mengikuti ujian seleksi CPNS (calon pegawai negeri sipil). Tiga hal perbaikan tersebut sesuai ekspetasi Kemendikbudristek.

Guru PPPK jelas lebih baik dari guru honorer karena sebenarnya sejak tahun 2005 Pemerintah sudah melarang pengangkatan tenaga honorer. Proses seleksinya mirip CPNS, yakni harus melalui pengusulan dan penetapan formasi, dan kinerjanya terukur.

PPPK juga mendapatkan renumerasi, tunjangan sosial, dan kesejahteraan mirip dengan PNS. Karena itu, setiap instansi yang mengangkat pegawai tersebut harus mengusulkan kebutuhan dan formasinya, kualifikasinya seperti apa, serta harus melalui tes.

Seperti diatur dalam UU ASN, PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi Pemerintah berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.

Pasal 1 angka 2 UU ASN menjelaskan, Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22 menjelaskan, PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. Sementara Pasal 96 ayat (1) menjelaskan, pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada instansi pemerintah.

Pasal 96 ayat (2) menjelaskan, pengadaan calon PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK.

Selanjutnya Pasal 97 menjelaskan, penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.

Kualitas akan lebih baik

Dengan peningkatan pendapatan guru honorer menjadi guru PPPK di atas diharapkan kualitas pengajaran guru akan menjadi lebih baik lagi. Merujuk pada “equity theory of motivation”, dikatakan bahwa mewujudkan keseimbangan antara kontribusi yang diberikan seorang pekerja dengan penghargaan yang ia dapatkan akan menghasilkan motivasi kerja yang tinggi.

Hal ini bergerak simultan, dan seiring dengan tingkat kenaikan gaji juga akan memperoleh kenaikan motivasi dan produktivitas karyawan, dalam hal ini termasuk guru.

Jika kesejahteraan guru kurang, maka akan berdampak pada performa para guru dalam mengajar dan secara akumulatif memberikan efek secara tidak langsung pada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Para guru dibuat sibuk mencari tambalan penghidupan lewat kerja sambilan. Fokus mereka yang seharusnya secara optimal mendidik murid-muridnya, kemudian dialihkan pada aktivitas ekonomi lainnya.

Bukan saja persoalan gaji serta tunjangan guru honorer belum memadai, berbagai fasilitas pendidikan juga tidak merata distribusinya di berbagai daerah, sementara sarana dan prasarananya kurang memadai.

Tapi setelah adanya kebijakan Guru PPPKN, sebagian problema kesejahteraan guru teratasi. Bagi guru honorer yang sudah ditetapkan menjadi guru PPKN terjadi kenaikan kesejahteraan.

Data Guru ASN PPPK Tahun 2021 tercatat lebih dari 300.000, dan data Guru ASN PPPK Tahun 2022 tercatat lebih dari 250.300. Padahal data tahun 2020 jumlah guru non-PNS di Indonesia mencapai 937.228 orang.

Dari jumlah tersebut, 728.461 di antaranya atau 77 persen berstatus guru honorer sekolah. Artinya masih banyak guru non-ASN yang masih belum mengalami perbaikan kesejahteraan. Nampaknya ini terkait keterbatasan dana pemerintah.

Menurut perhitungan Komisi X DPR RI, mengacu pada target pengangkatan satu juta guru honorer se-Indonesia, maka per 100.000 orang idealnya ada penambahan anggaran sekitar Rp. 7 triliun.

Artinya, kalau tahun lalu jumlah yang dialokasikan Kemenkeu untuk mengangkat ratusan guru honorer Rp 19,6 triliun, tahun depan harusnya ditambah Rp 7 triliun. Faktanya tidak begitu. Komponen pengeluaran bertambah seiring penggajian PPPK, diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara alokasi DAU tidak bertambah signifikan.

Padahal, hingga 31 Januari 2023 Kementerian Keuangan melaporkan, posisi utang pemerintah mencapai Rp 7.754,98 triliun. Sebenarnya sangat mudah bagi Pemerintah untuk mengangkat semua guru honor menjadi ASN Atau ASN PPPK. Caranya adalah dengan merelokasi pos anggaran APBN yang sama-sekali tak ada urgensinya bagi kepentingan rakyat.

Pemerintah bisa merelokasi anggaran kereta cepat Jakarta-Bandung yang menggelembung dari Rp60 triliun menjadi sekitar Rp114 triliun. Di angka Rp 60 trilyunan saja Menteri PUPR Basuki menyebut kereta cepat tak pantas menjadi proyek Rp60 triliun, sama dengan pernyataan Menteri Perhubungan waktu masih dijabat Ignatius Jonan, karena untuk transportasi Jakarta-Bandung banyak pilihan moda transportasi yang mempersingkat jarak kedua kota itu.

Anggaran lain yang bisa direlokasi adalah biaya pemindahan Ibu Kota baru. Pos Anggaran pemindahan Ibu kota sekitar Rp466 triliun seperti yang disebutkan web resmi https://ikn.go.id. Kedua proyek mercusuar itu bisa dialihkan untuk menutup uang pendidikan termasuk mengangkat semua tenaga honorer menjadi ASN PPPK sebesar Rp7 triliun.

Sisanya bisa untuk membangun sekolah-sekolah yang terancam rusak, membantu beasiswa keluarga miskin, dan untuk pengentasan kemiskinan serta menyediakan pupuk dan bibit agar harganya lebih terjangkau oleh petani, sehingga mendorong rakyat menikmati murah sandang dan murah pangan.

*M.Aminudin adalah Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR-RI tahun 2005, Staf Ahli DPR-RI 2008, dan Pengurus Pusat Ikatan alumni UNAIR.

Tinggalkan Balasan