OC Kaligis:
“T. Helmi Azwari kondisinya sedang sakit, tidak dapat berkomunikasi dan hilang ingatan, bahkan buang air saja di tempat tempat tidur. Kondisi memprihatinkan juga dialami oleh M.Bahalwan, matanya buta tidak dapat melihat.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – OC Kaligis, salah satu penasihat hukum pada Klinik Hukum Lapas Sukamiskin mengajukan permohonan pemberian remisi kemanusiaan untuk T. Helmi Azwari dan M. Bahalwan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Permohonan remisi kemanusiaan ini diajukan dikarenakan kedua warga binaan Lapas Sukamiskin tersebut, menderita sakit berkempanjangan dan sudah lanjut usia. Ia pun berharap Yasonna Laoly terketuk hatinya untuk melihat fakta memprihatinkan kedua warga binaan tersebut.
“Di Klinik Hukum Lapas Sukamiskin saya bertugas memberikan konsultasi dan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada warga binaan, untuk itu saya mengajukan permohonan pemberian remisi kemanusiaan untuk kedua warga binaan ke Menkumham Bapak Yasonna Laoly,” ujar OC Kaligis, dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/7/2021).
OC Kaligis menyebut, banyak dasar hukum terkait pengajuan permohonan remisi kemanusiaan terhadap T. Helmi Azwari dan M. Bahalwan. Salah satunya, Indonesia adalah negara yang berke-Tuhanan dan berprikemanusiaan yang adil dan beradab.
“Pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.
“Diatur juga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” sambung penulis buku “KPK Bukan Malaikat” ini.
UU No. 12 Tahun 2005
Praktisi hukum dengan segudang pengalaman menangani perkara baik di Indonesia maupun luar negeri ini memaparkan tentang UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR).
“Pasal 10 ayat (3) menyatakan “The penintentiary system shall comprise treatment of prisioners the essential aim of which shall be their reformation and social rehabilitation. Juvenile offenders shall be segregated from adults and be accorded treatment appropiate to their age and legal status,” terang OC Kaligis.
“Kemudian Pasal 26 berbunyi, “All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to allpersons equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status,” tambahnya.
OC Kaligis menyatakan, kedua pasal tersebut menegaskan soal perlakuan yang sesuai dengan usia dan status hukum. Semua orang sama di depan hukum dan berhak tanpa diskriminasi atas perlindungan hukum yang sama.
“Dalam hal ini, hukum harus melarang setiap diskriminasi dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun,” tegasnya.
Ia pun mengungkap fakta kondisi kedua warga binaan. T. Helmi Azwari kondisinya sedang sakit, tidak dapat berkomunikasi dan hilang ingatan, bahkan buang air saja di tempat tempat tidur. Kondisi memprihatinkan juga dialami oleh M.Bahalwan, matanya buta tidak dapat melihat.
“Kondisi sangat memprihatinkan harus dipapah dengan kursi roda, sehingga saya tergerak berdasarkan rasa kemanusiaan untuk memohon remisi bagi kedua warga binaan tersebut,” tuturnya.
“Jika fakta mengenai kondisi para warga binaan tersebut dihubungkan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 Jo. Permenkumham No. 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, maka dengan dasar dan demi kepentingan kemanusiaan, mereka mempunyai hak untuk mendapatkan remisi kemanusiaan dan grasi berdasarkan kemanusiaan dan keadilan,” sambung OC Kaligis.
Tidak Layak Dibina
Menurutnya, tujuan dari pembinaan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sudah tidak mungkin tercapai. Faktanya, kedua warga binaan tersebut berada dalam kondisi tidak layak lagi untuk dibina.
“Saya juga kembali tegaskan bahwa KPK sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan remisi ataupun rekomendasi bagi para warga binaan. Mengenai pembinaan, struktur organisasi oembinaan di Lapas Sukamiskin, jelas KPK tidak termasuk di dalamnya. Jika demikian, bagaimana mungkin KPK memberi rekomendasi pemberian remisi?. Bukankah remisi diberikan oleh yang membina dan dibina,” tandasnya.
“Hukum itu harus berhati nurani, sehingga hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum,” pungkas OC Kaligis yang juga dikenal sebagai akademisi.(tim)