Siapa yang tidak mengenal sosok ulama yang berasal dari Sumatera Barat ini, sebut saja Buya Anwar Abbas sosok yang amat lantang menyuarakan kritikan dan masukannya tentang problema sosial keagamaan yang kerapkali terjadi di Indonesia.
Ditengah usianya yang menginjak penghujung senja beliau tetap berperan serta aktif di tubuh MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk menyuarakan pandangan keagamaanya dalam berbagai forum-forum diskusi.
Sosoknya yang dituakan di lingkungan kalangan persyarikatan Muhammadiyah tentunya perlu terus kita kawal eksistensinya.
Buya Anwar Abbas bisa dibilang merupakan sesosok ulama sepuh yang tetap eksis layaknya ulama muda yang baru lahir dari rahim ibu pertiwi.
Selaku penulis merasa sosok Buya Anwar Abbas merupakan panutan dari segi keilmuan dan keberaniannya sebagai sosok pemuka agama di tanah air.
Elegan memang, dibalut rasa percaya diri yang beliau miliki. Terbukti menjadi pihak yang tergugat pun oleh sosok kontroversial Panji Gumilang, sosok Buya Anwar Abbas justru menanggapinya dengan santai-santai saja.
Ini menjadi bukti bahwa sosok ulama yang seperti ini mesti terus dikawal oleh ummat Islam khususnya oleh Muhammadiyah.
Keterlibatannya di jajaran kepengurusan MUI(Majelis Ulama Indonesia) Pusat sebagai Waketum MUI, nyatanya terus membawa kebermanfaatan didalam wadah perkumpulan beragam warna-warni bendera ormas-ormas Islam tersebut.
Tak hanya perihal masalah Panji Gumilang, sosok Buya Anwar Abbas juga turut andil untuk menyuarakan penolakannya terhadap agenda komunitas LGBT(lesbian, gay, biseksual, transgender) se-ASEAN yang hendak mengadakan pertemuan di Jakarta pada tanggal 17-21 Juli 2023 mendatang.
Dalam Rangka Milad ke-48 MUI (Majelis Ulama Indonesia) kiprahnya terus bersinar di tengah dekadensi moral yang menghujam bergelombang, lembaga yang menjadi barometer kehidupan beragama ini tetap menunjukan tajinya ditengah gempuran zaman.
Semoga lembaga MUI(Majelis Ulama Indonesia) tetap berdiri kokoh untuk merawat martabat bangsa dalam bingkai keberagaman dari dimensi suku, agama, budaya, etnis hingga adat istiadat yang dikenal pluralistik. Amin
Penulis : Taufik Hidayatullah – Alumni Universitas Islam Negeri Mataram NTB