Hemmen
Hukum  

Delapan Perkara Pidum Dihentikan Berdasarkan Restoratif Justice

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana (Dok. Puspenkum)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui delapan perkara pidana umum (Pidum) dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Delapan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

1. Tersangka Deddy Sutiawan als Dedy bin Suharianto dari Kejari Tabalong yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

2. Tersangka Calvin Linome alias Kevin bin Herman Linome dari Kejari Blitar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Yulia Chaterina Saraswati binti Mamod Sunarimo dari Kejari Kabupaten Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Mujin bin Sufi dari Kejari Sampang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

BACA JUGA  Terbukti Bersalah, Terdakwa KDRT Kamal Mangwani Divonis Satu Tahun penjara

5. Tersangka I Id’har Rohmanu bin Sujono dan Tersangka II Heni Widiastutik binti Achmad Chotib (Alm) dari Kejari Kota Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

6. Tersangka I Muhammad Hasya bin Rohimi dan Tersangka II Jaka Irfandi bin Aceng (Alm) dari Kejari Tanggamus yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penadahan.

7. Tersangka Yoga Libiya bin Yulian dari Kejari Tanggamus yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

8. Tersangka Dins M. Pakiding alias Rita dari Kejari Tana Toraja yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

BACA JUGA  Selebgram Ajudan Pribadi Resmi Bebas Penjara dari Kasus Penipuan

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

BACA JUGA  Serahkan Hewan Kurban, Ini Pesan Jaksa Agung untuk Insan Adhyaksa

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (05)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan