Hemmen
Hukum  

Pengamat Hukum Sebut Rohadi Hanya Tumbal

Rohadi/Ant

Jakarta, Sudut Pandang.id-Skandal suap kasus pedangdut Saipul Jamil yang menjerat mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Rohadi saat ini kembali menjadi perhatian publik. Pria kelahiran Indramayu yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin Bandung itu, disebutkan bahwa hanya dijadikan tumbal agar pelaku utama penikmat suap lolos dari jeratan hukum.

Hal itu diungkapkan oleh pengamat hukum tindak pidana korupsi, Mohammad Saleh Gawi, yang selama ini terus mengikuti proses persidangan dan konstruksi hukum kasus yang menjerat Rohadi.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Dalam memori Peninjauan Kembali (PK) kasus Rohadi sudah dijabarkan bahwa setiap kasus pidana yang melibatkan banyak orang pasti ada otaknya atau dalang pelaku utamanya,” ujar Saleh Gawi dalam keterangannya, belum lama ini.

Menurutnya, dalam konstruksi kasus Rohadi tidak seharusnya dijerat dengan Pasal 12 huruf a dengan hukuman 7 tahun penjara, karena sudah jelas bukan merupakan otak pelaku utama terjadinya skandal suap kasus Saipul Jamil.

BACA JUGA  Deputi Gubernur BI Periode 2022 -2027 Resmi Dilantik

“Jadi begini logikanya, setiap kasus pidana yang melibatkan banyak orang pasti ada otaknya. Harus ada otaknya. Nah, oleh karena ada keinginan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Majelis PN Jakarta Pusat meloloskan hakim-hakim sebagai otak, sebagai inisiator, sebagai penerima uang suap. Agar tidak dijerat hukum, maka dia harus memunculkan otak pelaku dan akhirnya dibebankan kepada Rohadi,” ungkapnya.

Saleh menyebutkan, kendati melakukan kesalahan, Rohadi harus memikul beban pidana yang dilakukan oleh atasannya. Pasalnya, jika tidak menjadikan Rohadi sebagai otak dari pelaku pidana, maka Majelis Hakim akan terbebani untuk mencari otak lainnya.

“Karena sebuah tindak pidana yang melibatkan banyak orang mesti ada otak pelakunya. Diduga mereka berniat menyelamatkan oknum hakim-hakim penerima suap itu, sehingga membebani otak kepada Rohadi,” bebernya.

“Dia (Rohadi) dihukum dengan Pasal 12 huruf a, sementara perbuatannya mestinya layak dihukum dengan Pasal 11 UU Tipikor. perbuatan Rohadi tidak memenuhi kualifikasi untuk dihukum dengan Pasal 12 huruf a,” sambung Saleh.

BACA JUGA  Kasasi Ditolak MA, Jonathan Frizzy Tetap Beri Nafkah Anak Rp 30 Juta Perbulan

Kekeliruan ini, menurut Saleh terjadi secara terang benderang. Berdasarkan konstruksi hukumnya, Rohadi saat itu hanya menjadi perantara dan tidak dalam jabatan untuk menentukan hukuman itu berat atau ringan. “Dia hanya menghubungkan, bukan sebagai panitera pengganti, dan tidak menikmati uang suap,” tandasnya.

Yakin

Mantan Panitera PN Jakarta Utara Rohadi/net

Ia pun meyakini proses PK yang diajukan Rohadi akan dikabulkan Mahkamah Agung. Hanya melalui upaya hukum tersebut kasus itu bisa dibuka kembali dan otak yang menjadi pelaku utamanya bisa dikuak dan ditangkap.

“Saya tegaskan beberapa kali tidak ada alasan bagi Majelis Hakim untuk tidak menerima PK Rohadi. Karena bukti-bukti sebanyak 33 alat bukti sudah clear, sekaligus bahan hukum yurisprudensi dari kontruksi kasus yang sama yakni putusan Tarmizi, dan itu sudah jelas, jika ditolak akan menimbulkan pertanyaan besar, kenapa PK Tarmizi diterima,” katanya.

BACA JUGA  Menyoal Kosongnya Hakim Agung TUN Pajak dan Legal Standing Jaksa Ajukan PK

“Jika ada penolakan dalam PK Rohadi berarti ada sesuatu pada instutusi mulia yang seharusnya bisa memberikan keadilan bagi masyarakat,” pungkasnya.

Dalam perkara ini, Rohadi divonis 7 tahun penjara karena dinilai terbukti menerima suap terkait penanganan perkara Saipul Jamil pada tahun 2016. Sementara itu, Pengacara Saipul Jamil, Kasman Sangaji divonis 3,5 tahun penjara dan Berthanatalia Ruruk Kariman dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara.Red/Tim

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan