Hemmen
Hukum  

Ungkap Contempt of Court, OC Kaligis Layangkan Surat Terbuka ke Ketua MA

OCK MA
OC Kaligis/SP

Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis mengungkap soal penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) melalui surat terbuka yang ia ditujukkan kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) H.M Syarifuddin.

Berikut Surat terbuka yang ditulis OC Kaligis dari Lapas Sukamiskin Bandung untuk Ketua MA, H.M Syarifuddin:

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Sukamiskin. Rabu 17 Juni 2020.

Hal: Pelecehan terhadap acara peradilan di Pengadilan.

Yang terhormat Bapak DR. H.M. Syarifuddin, S.H.,M.H.
Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta.

Dengan Hormat,
Perkenankanlah saya dalam kapasitas saya baik selaku Advokat dan Akademisi memberi pandangan hukum saya terhadap apa yang terjadi baik dalam tuntutan jaksa maupun terhadap putusan hakim di Pengadilan.

1. Salah satu kasus pelecehan terhadap Pengadilan terjadi di era Orde Baru. Pelecehan itu dikenakan kepada Advokat. Sanksinya: Advokat yang bersangkutan dilarang beracara untuk waktu tertentu. Arti umum Contempt adalah menghina Badan Peradilan, melecehkan administrasi Peradilan. Menyebarkan luaskan opini atau melakukan tekanan-tekanan yang bersifat trial by the press, juga dikategorikan sebagai pelecehan terhadap Pengadilan. Tuntutan Jaksa, Putusan Hakim harus independen, lepas dari komentar-komentar pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.

Contempt of Court lazima dikenal di negara negara penganut sistim Common Law. Di Indonesia diatur juga dalam beberapa Pasal KUHP seperti Pasal 207, 224. Mulai dipraktikkan melalui Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14/1985.

2. Era Reformasi yang juga dikenal dengan era kebebasan menyatakan pendapat, menyebabkan pihak-pihak yang berperkara, LSM. ICW, bebas mengomentari tuntutan, keputusan hakim yang berlawanan dengan kehendak mereka. Kemandirian Pengadilan sudah tidak punya arti lagi.
3. Ketika Jaksa Agung mengabaikan putusan Pengadilan Bengkulu, agar kasus Novel dilanjutkan Ke Pengadilan, Jaksa Agung yang seharusnya memberi contoh mengenai Penegakkan Hukum, justru sama sekali tidak mentaati perintah Pengadilan. Ini salah satu contoh Contempt of Court. Jaksa Agung melecehkan perintah Pengadilan. Sebenarnya KUHP mengatur di Bab XXVIII, di bawah judul “Kejahatan Jabatan”. Tetapi Siapa berani mempolisikan Jaksa Agung yang menolak perintah Pengadilan melalui putusannya?

Konstitusi merumuskan Indonesia sebagai Negara Hukum. Katanya Perlindungan Hukum dijamin. Persamaan perlakuan didepan hukumpun dijamin. Itu kata Konstitusi. Tetapi bukan kata praktek Hukum. Yang berkuasa lebih sering mempolitisir Hukum. Pelaksanaan hukum kacau, ketika yang terlibat oknum-oknum KPK dan simpatisannya, seperti Prof. Denny Indrayana. Novel Baswedan dalam yang terjerat perkara burung Walet di Bengkulu bebas melenggang.
Bahkan dinobatkan sebagai pahlawan pemberantas koruptor.

Dalam Kasus penyiraman air keras, Novel Baswedan bebas melempar issu seolah pelaku dilindungi oleh petingi Polisi, tanpa Novel berani menunjuk siapa siapa pelindung tersebut. Kasus air keras yang merupakan mata Novel, dibiayai negara di Singapura yang konon ongkosnya ratusan juta rupiah. Tetapi apa biaya penguburan Aan yang dibunuh Novel Baswedan dibiayai Negara?

Atau korban salah tangkap Novel dalam kasus sarang burung Walet namanya direhabiliter atau pernah Novel Baswedan minta maaf, karena telah menyiksa korban salah tangkap tersebut?

4. Di era Reformasi, setiap kali Tersangka yang divonis tidak sesuai dengan kehendak KPK, Hakim pemutus, disikat habis-habisan oleh KPK melalui kebiasaan KPK menjalankan azas pembunuhan karakter. Ketika Novanto menang untuk pertama kalinya dalam perkara Praperadilan Nomor: 97/9/2017/PN.Jak. Slt, riwayat pertimbangan putusan Hakim Cepi Iskandar tersebut ditelanjangi oleh ICW yang bukan pihak dalam perkara itu.

5. Biasanya serangan KPK dilakukan dengan menelusuri riwayat kekayaan Hakim, akibat putusan putusan “miring” yang tidak sesuai dengan pandangan KPK. Pokoknya KPK menggiring pendapat publik seolah-olah Hakim yang bersangkutan, tidak layak memutus secara adil.

6. Ketika Hakim Sarpin Rizaldi di Jakarta Selatan memenangkan Pra Peradilan Pemohon Jendral Polisi Budi Gunawan, Hakim Sarpin pun secara bombastis dihujat dengan berita miring karena putusannya yang mengalahkan KPK. Dalam penggiringan publik opini tersebut, taktik KPK melibatkan ahli Hukum, ICW, LSM bahkan oknum petinggi Komisi Yudisial yang pro penggiringan opini KPK.

7. Dalam putusan Pra Peradilan Hakim Sarpin, berita fakta persidangan mengenai tindakan komisioner Abraham Samad yang melimpahkan dan meningkatkan penyelidikan kasus Budi Gunawan tanpa ditopang dua alat bukti, diabaikan. Pokoknya nyatakan dulu Tersangka baru cari dua alat buktinya. Begitu kata Abraham Samad.

Berita pembunuhan karakter yang dirancang KPK terhadap Budi Gunawan sampai ke publik untuk mengdiskreditkan hakim yang memutus. Untungnya Hakim Sarpin, tidak goyah serta tetap yakin kepada putusannya.

8. Fakta ambisi Abrahan Samad untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres, yang terungkap dipersidangan melalui kesaksian dibawah sumpah saksi Sekjen PDIP saudara Hasto, tidak dibesar-besarkan. Bahkan untuk fakta tersebut, penetapan tersangka Abraham Samad untuk kasus yang dikenal Kasus “Rumah Kaca” tenggelam begitu saja, tanpa kejelasan. Mengapa Kasus “Rumah Kaca tersebut” dipeti eskan?.

9. Di media saya mengikuti, betapa Irjen Polisi Aris Budiman ketika bertugas di KPK, dikriminalisasi dengan tuduhan palsu karena “katanya” bertemu anggota Dewan berhubungan dengan perkara yang lagi ditangani KPK”.
Sekalipun berita tersebut bohong, karena Grup Novel Baswedan “tidak menyenangi kinerja professional Aris Budiman, sebagai atasannya,”.

Berita bohong tersebut sempat beredar ke publik. Hal Itulah yang menyebabkan Aris Budiman harus ke Pansus DPR disamping untuk memberikan klarifikasi sekaligus membersihkan namanya dari fitnah Novel Baswedan. Bahkan Aris pernah melaporkan Novel Baswedan ke Polisi.

10. Menjelang Pilpres, Abraham Samad beberapa kali menemui Surya Paloh, Ketua Umum Parta NasDem, dan Hasto Sekjen PDIP, Hasto. Lobi agar dapat mendampingi Jokowi sebagai Wakil Presiden. Karena menyangka adalah Budi Gunawan yang menghalangi, Abraham Samad lalu meningkatkan status Budi Gunawan menjadi tersangka tanpa adanya dua alat bukti.

BACA JUGA  Ketika OC Kaligis Terharu di Hari Guru
Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan