Hemmen
Berita  

YLBHI: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Tragedi Kanjuruhan

Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang (Foto:Dok.BBC)

JAKARTA|SUDUTPANDANG.ID – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut negara harus bertanggung jawab dalam tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 127 orang pada Sabtu (1/10/2022) malam.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menyikapi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pasca laga Arema versus Persebaya.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Mendesak negara (dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah terkait) untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan Malang,” ujar Isnur dalam siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu (2/10/2022).

Pihaknya menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam peristiwa tersebut. Pihaknya mendapat laporan perkembangan bahwa sampai dengan pukul 07.30 WIB, telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini, sementara di media tertulis 127 korban.

Ia mengungkapkan, sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan pada sore hari untuk meminimalisir risiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

“Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat,” katanya.

“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton,” sambung Muhammad Isnur.

YLBHI menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan.

“Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari, hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini,” sebutnya.

Padahal, lanjutnya, penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. Dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19, FIFA menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

“Kami menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan, yakni Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa, Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI, Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara serta Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara,” paparnya.

Pernyataan Sikap 

Atas pertimbangan tersebut, pihaknya menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

“Maka dari itu kami menyatakan sikap sebagai berikut, mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM Polri. Mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya 153 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas,”

YLBHI juga mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut. Mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian.

“Mendesak Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang,” pungkasnya.(red)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan