Pertama di NTT, Polres Dipraperadilkan Warga, Begini Kronologinya

ilustrasi

Jakarta, SudutPandang.id – Buntut dugaan tindakan kekerasan saat penangkapan oleh personel Polres Nagekeo berujung gugatan praperadilan.

Praperadilan dilayangkan oleh 13 warga Desa Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui kuasa hukumnya dari Kantor Pengacara Andre Tatum, S.H., dan Rekan, Selasa (9/2/2021). Praperadilan terhadap Polres Nagekeo dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bajawa.

Kemenkumham Bali

“Kami sudah mendaftarkan Praperadilan di Pengadilan Negeri Bajawa atas dugaan tindakan kekerasan saat penangkapan pemuda Lape terkait dugaan penyerangan rumah jabatan Kapolres Nagekeo,” ujar Andre Tatum, kuasa hukum pemohon praperadilan, dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Menurut Andre, Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu proses penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga melanggar tindak pidana.

“Semua harus berdasarkan KUHAP, tidak bisa asal main tangkap,” tegasnya.

BACA JUGA  Status Naik Waspada, PVMBG Minta Pendaki Jauhi Gunung Lewotobi-NTT

Andre mengungkapkan kronologi berdasarkan kejadian di lapangan. Pihaknya mencatat bahwa  praktik-praktik penyiksaan kerap dilakukan sebagai bentuk penghukuman atau balas dendamterhadap para tersangka.

“Salah satu faktornya ialah Polisi yang terindikasi melakukan penyiksaan minimal diberi sanksi tegas,  hanya berhenti pada proses disiplin etik. Padahal penyiksaan merupakan tindakan kejahatan yang harusnya penyidik melakukan pemeriksaan secara pidana terhadap para terduga pelaku dan atasan hukumnya. Kami berpendapat dan berharap banyak, pihak kepolisian membawa angin baru seiring dengan terpilihnya Kapolri baru,” paparnya.

Tim Kuasa Hukum warga Desa Lape dari Kantor Pengacara Andre Tatum, S.H., dan Rekan, saat mendatangi PN Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT, untuk mendaftarkan Praperadilan/Foto:ist

Yonas Neja, kuasa hukum lainnya mengatakan, Praperadilan ini mungkin merupakan perkara pertama di Provinsi NTT.

“Kami diberikan kuasa oleh ke-13 korban dugaan tindak kekerasan tersebut untuk mencari keadilan. Harapan masyarakat Lape, dalam hal ini, khususnya ke-13 orang tua yang anaknya menjadi korban tersebut sangat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan melalui proses hukum yang semestinya,” katanya.

BACA JUGA  Polisi Ungkap Fakta Kasus Oknum Guru Aniaya Siswa

Pelanggaran Hukum

Yanther Pandjaitan, tim pengacara lainnya mengimbau ke depannya jangan sampai ada tindakan dari anggota Polri melakukan penyiksaan yang merupakan sebuah bentuk pelanggaran hukum.

“Pelanggaran terhadap aturan internal di kepolisian maupun sejumlah peraturan perundang-undangan, yang antara lain UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat, KUHP, KUHAP, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian,” sebut Yanther.

“Kita kembali kepada sejatinya, Indonesia merupakan negara hukum,  hukum yang sesuai aturan dan humanis,” pungkas Eko P. Widodo, kuasa hukum lainnya menambahkan.

BACA JUGA  Terlapor Kasus Penganiayaan Anak Penuhi Panggilan Polres Jaksel

Terkait Praperadilan ini, pihak Polres Nagekeo, belum dapat dikonfirmasi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, penangkapan ini berawal dari kasus penyerangan rumah dinas Kapolres Nagekeo,yang diduga dilakukan oleh sekelompok pemuda asal Kampung Lape pada Jumat (25/12/2020) lalu.(tim)

Tinggalkan Balasan