Hukum  

Kejagung Kembali Hentikan Penuntutan 6 Perkara Berdasarkan RJ

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum), Dr Fadil Zumhana (foto : Istimewa)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, kembali menyetujui penghentian penuntutan terhadap 6 perkara pidana umum berdasarkan Keadilan

Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Kemenkumham Bali

Jampidum Fadil Zumhana melalui Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (2/3), menyebutkan keenam perkara itu.

“Tersangka Ahriansyah Azis S.Pd alias Kamar bin Andin Aziz dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,tersangka Syahrul alias Ellu bin Syarifuddin dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Irfan alias Ippang bin Paharudin dari Kejaksaan Negeri Maros yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian,”jelasnya

BACA JUGA  Surat Terbuka OC Kaligis untuk DPR Soal Najwa Shihab

“Tersangka Mohammad Rony bin Samsul dari Kejaksaan Negeri Bulungan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dan tersangka I Roni Prawijaya bin Kurnain, tersangka II Kurniawan alias Iwan bin Kurnain dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan dan tersangka Hasan Ashari bin Muhammad Soleh dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,”tambahnya

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

BACA JUGA  Punya Segudang Prestasi, Febrie Adriansyah Diangkat Sebagai Jampidsus

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana.(PR/04)

Tinggalkan Balasan