Hemmen
Opini  

Bila Anies Jadi Presiden

OC Kaligis
OC Kaligis (dok.SP)

Oleh O.C. Kaligis

“Anies Baswedan Presidenku”. Begitulah tulisan poster-poster yang dapat dilihat dimana-mana khususnya di DKI Jakarta. Bahkan Harian Kompas di dalam beritanya telah menempatkan urutan Anies berada hampir di tingkat pertama, hanya sedikit beda tipis dengan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Bisa saja dalam waktu singkat Anies Baswedan menyalip kontestan lainnya, dan akhirnya berada di urutan pertama. Bahkan di salah satu kelurahan di Jakarta Selatan, telah dapat dilihat kenyataan adanya lokasi yang dinamakan ‘Kampung Anies’.

Tak dapat diragukan bahwa dalam pertarungan kampanye Presiden, Anies Baswedan yang mahir menggunakan media dapat menjuarai elektabilitas calon-calon lainnya.

Prestasi Anies Baswedan

Di waktu jadi Menteri sebagai pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), pernah tersiar di berita mengenai dugaan korupsi Frankfurt Book Fair pada tahun 2015. Buru-buru Jubir KPK Febri Diansyah memberikan pembelaannya kepada Anies Baswedan.

Anggaran lem Aibon sebesar Rp82,8 miliar rupiah yang menggunakan anggaran APBD pun berhasil diredam. Termasuk Anggaran alat tulis di era Anies Baswedan pun sampat mencapai Rp1,6 triliun dan masih banyak pemborosan-pemborosan anggaran yang asalnya dari APBD.

Semua pemborosan-pemborosan yang menguntungkan pihak lain, bila diaudit oleh KPK dapat menimbulkan adanya kerugian negara.

Selanjutnya saat memenangi kampanye Gubernur, dimana-mana, di lorong-lorong DKI terdapat slogan-slogan “Jangan pilih kafxx”. Tentu kampanye itu dialamatkan dan diarahkan kepada Ahok yang non Muslim.

Anies sangat berhasil melalui politik identitas, apalagi di saat itu Anies sangat akrab dengan salah satu ormas, dekat dengan HRS, disukai para ulama, sehingga akhirnya melalui politik identitas dia berhasil unggul.

Juga Anies berhasil dengan janjinya kepada rakyat kecil DKI melalui slogan “Program OK OCE (One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship) yang kemudian dipertanyakan oleh para entrepruneur sejauh mana keberhasilannya, atau mungkin program itu dilanjutkan oleh Plt. Gubernur Heru Budi Hartono.

Rumah 0 persen, teori banjir dan banyak janji-janji lainnya, yang tidak terlaksana. Kata senandung sebuah lagu untuk janji-janji surgawi Anies Baswedan adalah: Janji tinggal janji.

Prestasi Anies sebagai gubernur yang lupa dilakukan oleh Ahok. Kasus Aibon yang menelan biaya kurang lebih Rp82 miliar. Kasus penyediaan alat-alat tulis, budget-nya pun mencapai Rp1,6 triliun.

Gagasan menyelenggarakan Formula E yang menelan biaya triliunan rupiah, mengganti janji Anies Baswedan penyediaan rumah 0 persen.

Peresmian anjungan tonton keramaian di Bundaran Hotel Indonesia di hari berakhirnya tugas Gubernur Anies Baswedan, yang dilangsungkan tepat di malam tanggal 16 Oktober 2022.

Keberhasilan Anies Baswedan mengatasi banjir. Nyatanya teori banjir Anies tidak berlaku. Banjir Jakarta tetap meraja lela. Padahal menurut Anies, hujan turun dari langit, dan pasti masuk ke dalam tanah. Tidak perlu membuat gorong-gorong. Rakyat DKI tak perlu takut menghadapi banjir.

Sayangnya sebelum lengser, banjir di Jakarta Timur yang tingginya kurang lebih 1,20 cm, lupa dikunjungi Anies.

Anies Baswedan juga berhasil menunjuk kontraktor untuk menebang pohon-pohon di Monas. Katanya sebagai persiapan penyelenggaran Formula E, yang gagal terlaksana di Monas, karena kecerobohan Anies untuk minta izin ke Sekneg, yang konon punya wewenang menentukan untuk penggunaan Monas sebagai kegiatan mercusuar Anies Baswedan.

Akibatnya perjanjian pokok Formula E mengenai lokasi harus pindah ke Ancol dengan hasil biaya tender Rp50 miliar, terakhir membengkak menjadi Rp60 miliar. Enak benar jadi kontraktor Formula E. Belum lagi biaya pemeliharaan yang harus dikeluarkan setelah Anies Baswedan dan lengser.

Peristiwa top di saat Anies Baswedan dihabiskan sebagai pejuang pluralisme. Seorang Pendeta di Jakarta di sebuah gereja menobatkan Anies Baswedan sebagai Bapak Pluralisme dengan memberikan stola yang digantung di leher Anies Baswedan. Di saat upacara penobatan tanpa canggung Anies Baswedan membuka khotbahnya, tanpa ragu dengan kata “Syalom”.

Sekadar untuk mereka yang bukan Kristen hendak saya jelaskan bahwa pemakaian Stola, biasanya hanya diberikan kepada pembaca Firman Allah yang ada di Injil.

Saya kaget ketika Anies Baswedan memakai Stola tersebut. Barangkali saja Anies Baswedan diam-diam mendalami Firman Allah sebagai yang termuat di Injil. Bukan begitu kah pak Pendeta?.

Bila Anies Baswedan Presiden

Tak dapat disangkal bahwa dalam kampanye perlombaan untuk memenangi elektabilitas, Anies Baswedan unggul dalam segala bidang. Walaupun nantinya bila berhasil jadi Presiden, rakyat Indonesia akan cukup puas dengan politik pencitraan dan politik identitas Anies Baswedan.

Semoga manuver Anies Baswedan dapat segera tercium oleh kontestan lainnya. Dalam berkampanye Anies Baswedan tak ragu membohongi rakyat. Dapat dibayangkan, banyak pos-pos di DKI ketika Anies Baswedan Gubernur menggunakan biaya negara, yang sebenarnya tak perlu, misalnya pembentukan TGUPP pimpinan Bambang Widjojanto.

Anies Baswedan memilih Bambang Widjojanto, karena Bambang diduga ahli merekayasa kasus, sebagaimana dilakukan Bambang ketika beracara di Mahkamah Konstitusi.

Di bidang hukum di saat awal menjabat gubernur, Anies Baswedan sangat dilindungi, bila ada berita-berita miring yang dapat disidik sebagai tindak pidana korupsi. Bahkan ketika KPK mengembangkan kasus dugaan Formula E dan berniat melanjutkan penyelidikan ke tingkat penyidikan, tiba-tiba tuduhan pendukung Anies terhadap KPK adalah seruan adanya kriminalisasi terhadap idolanya.

Di KPK saat masih ada Novel Baswedan, kerabat Anies Baswedan, semua sangkaan kasus dugaan korupsi Anies Baswedan masuk kategori aman atau berhasil diamankan. Begitu akrabnya Anies Baswedan dengan Novel Baswedan yang kebal hukum, sehingga ketika negara mengeluarkan biaya berobat di rumah sakit di Singapura, Anies menyempatkan dirinya untuk menjenguk Novel Baswedan.

Saat itu, Mata Najwa pun tanpa izin redaksi Metro Tv sempat berkunjung ke Singapura, sebagai bukti kesetiaan terhadap KPK-nya Novel Baswedan.

Begitu pula ketika HRS balik dari Tanah Suci, Anies pun termasuk gubernur yang bersilaturahim.

Tak dapat disangkal bahwa untuk menarik simpati rakyat, Anies sangat dekat dengan para ulama. Ini salah satu penyebab lajunya elektabilitas Anies Baswedan, apalagi posisi Anies Baswedan makin kuat, setelah Partai NasDem mendukungnya.

Susunan Kabinet Anies Baswedan

Di era demokrasi liberal Indonesia dalam rangka kebebasan berpendapat, berikut ini prediksi saya bila Anies Baswedan menjadi Presiden:

Jaksa Agung: Bambang Widjojanto

Ketua KPK: Novel Baswedan. Tugas Novel Baswedan sebagai Ketua KPK dan Bambang Widjojanto sebagai Jaksa Agung adalah memutihkan semua sangkaan dugaan korupsi terhadap Anies Baswedan. Novel Baswedan di KPK harus membumianguskan semua berkas penyelidikan Formula E dan semua laporan dugaan korupsi terhadap Presiden Anies Baswedan.

Menteri Kehakiman: Prof Denny Indrayana.
Menteri Agama : Habib Rizieq
Menteri Komunikasi: Najwa, pendukung diam-diam Anies Baswedan, sama-sama keturunan Arab.

Sekneg merangkap Juru Bicara Presiden: Johan Budi.

FPI diputihkan dan dijadikan Partai Persaudaraan Islam. Organisasi HTI menjadi Partai Hizbut Tahrir Indonesia. Partai pendukung Presiden Anies Baswedan. Tugas HTI merobah Pancasila dan Piagam Jakarta yang pernah tidak disetujui oleh para pendiri Republik Indonesia dimasukkan kembali ke Pancasila.

Ketua KPK Firli Bahuri direkayasa jadi terpidana sebagaimana yang dialami Antasari Azhar karena berani mempidanakan Aulia Pohan besan Presiden SBY.

Yang menyetujui Anies Baswedan selaku Presiden bersiap-siaplah mendengar ocehan Anies yang sanggup membius rakyat kecil.

Akhirnya tugas Jokowi memindahkan Ibu Kota Negara batal, karena bagi Anies Baswedan sudah tiba saatnya pribumi berkuasa. Jakarta adalah asal Betawi, karena itu Ibu Kota RI tetap di Betawi atau apa yang kita kenal dengan nama DKI saat ini.

Catatan Hukum Prof. Otto Cornelis Kaligis untuk diketahui umum dalam rangka menyampaikan pendapat, baik sebagai praktisi, pengamat maupun sebagai akademisi.

Jakarta, Sabtu, 29 Oktober 2022

Prof. Otto Cornelis Kaligis

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan