Jakarta, Sudut Pandang-Selain di Selat Sunda, juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi. Salah satunya adalah wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.
Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.
Demikian dipaparkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla), R. Agus H. Purnomo dalam keterangan pers saat menghadiri sidang Majelis Dewan International Maritime Organization (IMO) di London, Rabu (28/11/2019).
“Dengan adanya pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary areas pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya,” ujar Agus.
Hal itu, menurut Agus, akan mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.
“Dengan adanya memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman,” katanya.
Dengan demikian, jelasnya, tentunya penetapan bagan pemisahan alur laut atau TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi begitu penting. Hal ini terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim serta menunjukan jati diri bangsa sebagai negara kepulauan.
“Juga negara maritim yang berperan aktif dalam menjaga keselamatan, keamanan pelayaran termasuk melindungi lingkungan maritim,” ucapnya.
Selain TSS, lanjutnya, Indonesia juga telah mengoptimalkan pemanfaatan Marine Electronic Highway (MEH) untuk peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.
“MEH Demonstration Project adalah salah satu project yang dilaksanakan atas kerjasama antara 3 negara pantai di Selat Malaka dan Selat Singapura (Indonesia, Malaysia, Singapura) dengan World Bank, IMO, International Hydrographic Organization (IHO), the International Association of Independent Tanker Owners (INTERTANKO) dan the International Chamber of Shipping (ICS),” papar Agus.
Menurut Agus, pemanfaatan MEH dilakukan melalui penyediaan data arus, pasang surut dan angin (current, tide and wind data), serta pelayanan terkait lainnya.
“Adapun MEH Data Centre berlokasi di Batam, sedangkan data-data berasal dari sensor station yang tersebar di 3 (tiga) Negara Pantai di Selat Malaka dan Selat Singapura. MEH Data Centre tersebut telah diresmikan secara resmi oleh Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO) pada tahun 2012,” pungkasnya.(bmg)