Hemmen

OC Kaligis Tulis Surat Terbuka ke Wamenkumham, Begini Isinya

OC Kaligis Penulis Buku "Teroris: Tragedi Umat Manusia"/foto:istimewa

Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis kembali menulis surat terbuka dari Lapas Sukamiskin Bandung.

Kali ini, surat terbuka itu ia tujukan kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, yang baru dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (23/12) lalu.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Dalam suratnya, praktisi hukum ini menyampaikan berbagai hal, salah satunya soal pengesahan KUHP dan UU Pemasyarakatan yang tertunda pengesahannya.

Berikut isi surat terbuka OC Kaligis dari Lapas Sukamiskin untuk Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, yang diterima redaksi:

Sukamiskin, Senin 11 Januari 2021

Hal: Pengesahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Undang Undang Pemasyarakatan yang tertunda.

Kepada Yang Terhormat Bapak Wakil Menteri Hukum dan HAM, Bapak Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH.

Dengan hormat,
Pertama-tama Saya Prof. Otto Cornelis Kaligis dari tempat saya di Lapas Sukamiskin, bersama ini mengucapkan selamat atas pengangkatan Bapak sebagai Wamen yang baru dibidang Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Saya termasuk praktisi yang senang mengikuti pendapat ahli Bapak baik di sidang-sidang pengadilan, maupun melalui tulisan-tulisan Bapak sebagai ahli yang saya baca dipelbagai buku hukum yang menimpa teman-teman senasib di Lembaga Pemasyarakatan.

Bapak adalah ahli yang konsisten yang pendapat-pendapatnya runtut. Nyata benar dalam berpendapat, Pak Wamen sangat menguasai hukum silogisme.

Berikut ini ada beberapa catatan saya mengenai urgensi pengesahan KUHP dan Undang Pemasyarakatan hasil revisi:

1. Di Media saya membaca pernyataan Bapak mengenai Lapas yang over capacity. Bagaimana mungkin menjaga jarak, menghindari wabah Covid-19, bila satu kamar tahanan isinya kurang lebih 30 warga binaan?. Bahkan informasi yang kami terima di Lapas Sukamiskin, hampir semua tahanan KPK di gedung merah putih Jakarta, terindikasi Covid-19.

2. Saya dalam pidato pengukuhan Guru Besar Saya pernah mengusulkan diterapkannya Restoratif Justice, sebagai alternatif mencegah membeludaknya tahanan. Pendapat saya itu pernah diseminarkan oleh Ikatan Hakim Indonesia dalam satu seminar yang dihadiri Penegak Hukum dari Kejaksaan, Praktisi, dan Kampus.

3. Bayangkan, kurang lebih 40 anggota DPRD Malang dipenjara hanya karena uang gratifikasi antara 1 juta sampai dengan 5 juta rupiah. Berapa banyak warga binaan mulai dari Kepala Desa, Wali Kota, para birokrat, yang tidak merugikan negara, dihukum karena kebijakan yang mereka buat? Sebaliknya Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Saudara Djanedri Gaffar yang sempat tidak menolak pemberian uang sejumlah 120.000 dollar Singapura dari klien saya, saudara Nazaruddin, bebas disidik, karena Ketuanya Bapak Prof. Machfud MD memberikan pledooinya atas dasar pemberian tersebut bukan suap, tetapi gratifikasi yang bebas pidana.

4. Beda dengan kasus Irman Gusman, Ketua DPD, yang bukan Kepala Bulog dalam kasus gula, yang belum sempat menerima uang gratifikasi tersebut, yang diletakkan di atas mejanya, dan belum sempat disentuhnya, tetapi tetap digiring KPK, sebagai tersangka korupsi.

5. Perkara Perdata Hotasi Nababan Dirut Merpati, divonis bersalah. Padahal Penegak Hukum di Amerika Serikat menghukum mitra usaha Hotasi Nababan sebagai pihak yang telah menipu Hotasi, sekaligus sebagai pihak yang citra janji. Sebaliknya perkara Perdata ibu Karen Agustiawan, Direktur Utama Pertamina, bebas di Mahkamah Agung, juga atas dasar perkara perjanjian perdata yang dibuatnya dengan pihak Australia.

6. Di era Orde Baru, saya pernah dikirim oleh Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perhubungan, untuk bersama Advokat Belanda, membela pilot Garuda, Kapten Said, untuk dakwaan penggunaan narkoba. Di waktu itu saya berkesempatan membeli Kitab Undang Undang Hukum Pidana Belanda. Ternyata Belanda telah beberapa kali merevisi beberapa pasal didalam Hukum Pidananya, disesuaikan oleh keadaan masyarakat. Yang menarik bagi saya dalam turut membela Kapten Said, pilot Garuda, adalah fakta bahwa ketika Penyidik salah mengdiagnosa penyakit Kapten Said, lalu menempatkan si kapten di rumah sakit jiwa, padahal dia sama sekali tidak gila, keadaan itu menyebabkan Said dibebaskan, akibat pengaduan saya ke Mahkamah Eropa untuk Hak Azasi Manusia di Strasbourg.

7. Di Sukamiskin ada warga binaan yang mengidap sakit abadi, sakit lupa ingatan, yang tetap saja menempati selnya di Sukamiskin. Bahkan ada seorang dokter yang ginjalnya akibat operasi ginjal, dan konon telah menderita kanker fase 4, masih saja tetap tidak dirumahkan untuk dirawat oleh keluarganya. Padahal Indonesia sangat menjunjung tinggi perlakuan Hak Azasi Manusia, sebagaimana diatur dalam Konstitusi kita.

8. Pak Wamen yang saya hormati. Saya yakin Bapak yang sering mendampingi para warga binaan yang memohon pendapat Bapak sebagai ahli, pasti dapat ikut menjadi saksi perlakuan-perlakuan KPK terhadap para tersangka KPK, yang diperlakukan secara tebang pilih. Tipikor yang pembentukannya fokus pada adanya kerugian negara, terkadang dan bahkan sering terjadi, bahwa terdakwa dipidanakan karena kebijakan yang dilakukannya. Gubernur Barnabas Suebu misalnya. Selama dua kali periode kepemimpinannya sebagai Gubernur, DPRD selaku mitra mengesahkan kepemimpinannya. Beliau tidak melakukan kejahatan yang merugikan keuangan negara. Dibui atas dasar kebijakan yang dilakukannya.

9. Ex. Gubernur Ridwan Mukti diadili tanpa bukti.

10. Ex. Menteri Hukum dan HAM DR. Patrialis Akbar divonis berdasar uraian dakwaan JPU, karena pernah dijamu makan bersama dan ditraktir untuk nilai makanan 4 juta rupiah. Tak satupun putusan Dr. Patrialis Akbar dalam kedudukannya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi yang berbau suap.

11. Jero Wacik divonis karena penggunaan DOM yang menjadi haknya. Kesaksian Jusuf Kalla dan SBY di Pengadilan, yang bersaksi bahwa Jero Wacik tidak merugikan negara, dikesampingkan baik oleh KPK, maupun oleh Hakim. Miranda Gultom divonis tanpa bukti adanya kerugian negara. Apalagi dalam kasus Century, keputusan oleh Pak Gubernur Bank Indonesia, dilakukan secara kolektif.

12. Surya Dharma Ali, sekalipun hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa kerugian negara adalah nihil, tetap saja Pak Surya Dharma Ali divonis bersalah. KPK tidak pernah mau menggunakan hasil temuan BPK. Ataupun kalau sampai melibatkan BPK, auditant/siterperiksa tak pernah diperiksa BPK. BPK hanya mencontek berita acara pemeriksaannya KPK.

13. Gubernur Nur Alam bebas dari dakwaan korupsi. Akhirnya KPK mengalihkan dakwaannya yang tidak ditemukan dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan, kepasal 18 Undang-Undang Tipikor, di luar locus dan tempus delicti. Putusan Perdata Pengadilan Negeri Kendari yang in kracht, membenarkan fakta hukum tersebut. Nur Alam sebagai gubernur tidak pernah memberi fasilitas yang merugikan negara kepada mitra usahanya.

14. Di Sukamiskin, saya sebagai Praktisi dan Akademisi, menampung temuan-temuan saya, dalam buku saya berjudul “Peradilan Sesat”. Sebagai orang pertama yang membela di KPK, dalam kasus gubernur Abdullah Puteh, sudah sejak semula saya temukan kejahatan jabatan yang dilakukan KPK dalam menjalankan tugas penyidikannya.

15. Karena KPK berjalan tanpa pengawasan, Penyalah gunaan kekuasaan oleh KPK sering terjadi. Gara gara sebelum masuk Lapas, saya menulis buku “Korupsi Bibit-Chandra, Buku 2 Tebang Pilih”, semuanya yang membongkar penyalah gunaan kekuasaan KPK, akhirnya balas dendam KPK, dimuntahkan ke diri saya, dengan memvonis berat saya, untuk kasus THR yang sama sekali tidak saya ketahui. Bahkan saya bukan tersangka OTT. Berkas saya dimajukan tanpa satu kata pun dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan yang ada dalam berkas perkara saya.

Semuanya ini saya tuangkan dalam buku, biar masyarakat tahu isi perut KPK. Semoga KPK pimpinan Firly Bahuri, menyadari fakta ini dan karenanya memperbaiki internal KPK yang dikuasai oleh kelompok Novel Baswedan, si tersangka dugaan pembunuhan dalam kasus Burung Walet di Bengkulu. Ada baiknya Pak Wamen sekali-kali blusukan ke Lapas Sukamiskin, atau Mahasiswa Bapak yang calon Doktor Hukum melakukan penelitian di sini. Sampai hari ini setahu saya belum ada Menteri Hukum dan HAM yang punya nyali mengunjungi para warga binaan ke Sukamiskin. Mungkin Bapak-bapak takut dan ngeri dicap sebagai pro koruptor.

16. Kembali ke pengesahan KUHP hasil revisi hasil karya dan usaha almarhum Prof. Muladi yang adalah sahabat saya. Saya tahu betul keinginan beliau sewaktu masih hidup untuk menyaksikan hasil jerih payahnya yang telah digelutinya selama 35 tahun. Keinginan beliau melihat pengesahan KUHP yang baru, sayangnya tidak diridhoi oleh Pencipta. Gagal oleh demonstrasi para penentang pembaharuan KUHP. Semoga KUHP yang tertunda dapat disahkan oleh Bapak Presiden, yang pernah Pak Wamen turut bela, dalam kedudukan Bapak sebagai ahli, dalam perkara sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi.

17. Protes ICW, KPK dan LSM mitra ICW yang pasti dimotori oleh KPK di waktu itu, membuktikan bahwa mereka lebih cinta dan tetap bersekutu terhadap produk hukum pidana kolonial, hukum pidana yang telah lusuh, berlaku sudah sejak tahun 1918, dan tetap hendak diperlakukan oleh para penentang lahirnya KUHP baru tersebut. Pasti KUHP baru tersebut, dapat merupakan salah satu jalan keluar mengatasi Lapas yang over capacity.

BACA JUGA  Bukti Tebang Pilih, 78 Pegawai KPK Terlibat Suap Cukup Minta Maaf
Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan