Rumah Atalarik Syach Dibongkar Terkait Sengketa Tanah

Atalarik Syach
Rumah Aktor Atalarik Syach di eksekusi (Foto: Net)

BOGOR, SUDUTPANDANG.ID – Sengketa tanah yang telah berlangsung hampir satu dekade antara aktor senior Atalarik Syach dan Dede Tasno akhirnya mencapai titik akhir. Pada Kamis, (15/5/2025), Pengadilan Negeri Cibinong secara resmi mengeksekusi rumah Atalarik Syach yang berdiri di atas lahan yang disengketakan di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor.

Permasalahan ini bermula sejak tahun 2015, ketika Dede Tasno mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah seluas 7.000 meter persegi yang telah ditempati oleh Atalarik sejak awal 2000-an. Meskipun Atalarik menyatakan telah membeli tanah tersebut secara legal dan memiliki sertifikat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), gugatan dari Dede akhirnya dimenangkan oleh pengadilan.

Keputusan akhir yang ditetapkan pada 2021 menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan milik sah Dede Tasno, dan pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi yang akhirnya dilakukan tahun ini.

BACA JUGA  PA Cibinong: Dua Tahun Kasus Perceraian Capai 10 Ribu

“Saya sudah melakukan perlawanan hukum sejak lama, tapi sistem ini benar-benar membuat saya kalah dan dirugikan,” ungkap Atalarik dengan nada kecewa.

Eksekusi tersebut menjadi viral setelah Atalarik membagikan video lewat akun Instagram-nya. Dalam unggahan itu, tampak sejumlah petugas menurunkan bangunan rumah tanpa pemberitahuan yang memadai kepada dirinya atau keluarganya.

“Kami tidak mendapatkan surat peringatan. Tiba-tiba saja rumah saya dibongkar. Saya dan keluarga diperlakukan tidak manusiawi,” keluh Atalarik.

Panitera Pengadilan Negeri Cibinong, Eko Suharjono, menjelaskan bahwa tindakan eksekusi dilakukan sesuai dengan putusan perkara nomor 162, yang sudah berkekuatan hukum tetap.

“Kami hanya mengeksekusi berdasarkan putusan yang telah inkrah. Tidak ada tindakan di luar aturan,” tegas Eko kepada awak media.

BACA JUGA  Dandim 0501/JP Pimpin 2.000 Prajurit Bersihkan Sampah di Monas

Ia juga menyebutkan bahwa luas tanah yang disengketakan sebelumnya tercatat 7.300 meter persegi, namun setelah pengukuran ulang oleh pihak terkait, kini hanya tersisa sekitar 5.850 meter persegi.

Atalarik juga menyoroti kelemahan sistem administrasi pertanahan yang menurutnya telah merugikan dirinya. Meskipun telah memiliki sertifikat resmi, nyatanya dokumen tersebut tidak cukup kuat untuk mempertahankan hak atas lahan yang ia tempati selama bertahun-tahun.

“Saya merasa telah dizalimi. Surat-surat saya lengkap, tapi tetap kalah. Lalu siapa yang salah? Saya atau sistemnya?” ujar Atalarik.(04)