Hukum  

Dakwaan JPU Batal Demi Hukum, Ini Penjelasan Jhon S.E Panggabean

Tim Pembela DPC PERADI Jakarta Timur yang diketuai Jhon S.E Panggabean, S.H.,M.H/ist

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Jhon S.E Panggabean, Penasehat Hukum Rihat Herijon Simanullang menilai surat dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan terhadap kliennya disusun berdasarkan cara-cara tidak sah dan melawan hukum. Selain itu, menurut Jhon, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur juga tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara.

Pandangan tersebut disampaikan Jhon S.E Panggabean dalam eksepsi (keberatan) atas surat dakwaan JPU terkait perkara dugaan pemalsuan yang didakwakan terhadap kliennya Rihat Herijon Simanullang di PN Jakarta Timur.

“Kami memohon Majelis Hakim yang menyidangkan perkara No.161/Pid.B/2020/PN.JKT.Tim menerima eksepsi kami dan menolak dakwaan JPU yang dituduhkan kepada klien kami,” harap Jhon dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Jhon mengungkapkan beberapa dalil bahwa dakwaan JPU harus batal demi hukum. Salah satunya, dalam dakwaan JPU menyebutan bahwa pada hari Selasa, 17 Januari 2017 di Polda Metro Jaya yang terletak di Jalan Jend. Sudirman No.55 Jakarta Selatan.

Locus declitie atau tempat kejadian sudah jelas di Jakarta Selatan, sehingga PN Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara. Kami berpendapat PN Jakarta Selatan yang berwenang,” ujar Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)Jakarta Timur ini.

BACA JUGA  Jhon SE Panggabean: Hak Imunitas Advokat Harus Kembali Disosialisasikan

“JPU juga hanya menyebutkan alasan normatif pasal 184 (2) KUHAP, tanpa secara jelas dan cermat menyebutkan tempat tinggal para saksi-saksi dalam isi surat dakwaan, baik mengenai pasal atau norma hukum maupun fakta-fakta hukum serta saksi sebagai alat bukti,” sambung Jhon.

Dalam surat dakwaannya, lanjut Jhon, JPU sama sekali tidak menguraikan bagaimana cara terdakwa melakukan dugaan tindak pidana yang didakwakan. Seperti, dimana terdakwa membuat perjanjian kerjasama penanganan perkara tertanggal 17 Januari 2017 yang menjadi dasar dakwaan.

“Tidak jelas perbuatan apa yang membuat klien kami didakwa melakukan dugaan tindak pidana. Kemudian tidak pula apakah surat perjanjian kerja sama penanganan perkara tersebut sudah pernah digunakan atau belum serta tidak menjelaskan apakah honor sebesar Rp 1 Miliar sudah diterima, siapa yang menerima dan kapan diterima sehingga menimbulkan kerugian terhadap saksi korban atau pihak lainnya,” ungkap Jhon Panggabean.

BACA JUGA  Jaksa Beberkan Aliran Dana Rp 135,8 Miliar di Kasus PT Antam, Sidang Hadirkan Windu Aji

“Sama sekali tidak menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap klien kami. Sehingga layak dan pantas batal demi hukum, karena dakwaan JPU tersebut dikategorikan kabur dan tidak jelas, Obscuur Libel” tambahnya.

Dewan Kehormatan Organisasi Advokat

Tim Pembela DPC PERADI Jakarta Timur/ist
Tim Pembela DPC PERADI Jakarta Timur/ist

Pada kesempatan itu, Jhon menegaskan bahwa kliennya sebagai Advokat merupakan profesi yang diakui secara sah di Indonesia. Mengacu kepada UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia, maka setiap dugaan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan menjalankan profesi harus terlebih dahulu dilaporkan ke Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

“Apalagi yang berperkara adalah sesama Advokat. Seharusnya klien kami sebelum diperiksa, maka terlebih dahulu diperiksa oleh Peradi. Namun faktanya pelapor atau saksi korban yang notabenenya juga berprofesi sebagai Advokat sama sekali tidak pernah melaporkan hal tersebut ke Dewan Kehormatan Advokat,” sesal Jhon didampingi Tim Pembela DPC PERADI Jakarta Timur lainnya.

Saksi korban juga tidak pernah mengkonfirmasi surat perjanjian kerjasama tertanggal 17 Januari 2017 yang diduga dipalsukan terdakwa. Sesama rekan Advokat yang mensyaratkan harus saling menghargai sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf (a) Kode Etik Advokat Indonesia yang menyatakan bahwa hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.

BACA JUGA  Hindari Razia, Puluhan Motor di Jaktim Nekad Melawan Arah

“Klien kami dalam penyidikan secara tegas menyatakan bahwa surat perjanjian kerjasama penanganan perkara tertanggal 17 Januari 2017 yang diduga dipalsukan sama sekali tidak pernah dibuat oleh klien kami ataupun digunakan digunakan, bahkan sama sekali tidak pernah melihat kecuali setelah diperlihatkan oleh penyidik,” pungkasnya.(tim)

Tinggalkan Balasan