Hemmen
Hukum  

JPU: Kasus Zainal Tayeb Perkara Tindak Pidana, Bukan Perdata!

Zainal Tayeb (tengah) didampingi kuasa hukum saat sidang di PN Denpasar secara daring dari Polres Badung, Kamis (23/9/2021)/Foto:Lex

DENPASAR, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan perkara terdakwa Zainal Thayeb (65) menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik adalah perkara tindak pidana. Sehingga alasan penasehat hukum Zainal Tayeb (ZT) yang menyatakan perkara ini perkara perdata adalah tidak berdasar dan patut dikesampingkan.

Demikian salah satu point hasil sidang kedua kasus dugaan tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan terdakwa ZT yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (23/9/2021).

Kemenkumham Bali

JPU menyatakan, dakwaan yang dibuatnya telah memenuhi syarat formil dan materiil. Surat dakwaan berdasarkan Pasal 143 KUHAP, sehingga pernyataan penasehat hukum, dimana surat dakwaan tidak jelas dan tidak menguraikan perbuatan tidak berdasar dan patut dikesampingkan.

Maka dengan alasan tersebut, JPU memohon Majelis Hakim I Wayan Yasa untuk menolak eksepsi terdakwa dan menyatakan PN Denpasar berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

“Surat dakwaan telah memenuhi syarat formil, maka dimohon Majelis Hakim melanjutkan pemeriksaan ke dalam pokok perkara,” kata JPU Imam Ramdhoni.

Sidang kedua tesebut, selesai pukul 11.00 WITA, dan akan dilanjutkan pekan depan, Selasa (28/9/2021), dengan agenda putusan sela.

BACA JUGA  Nikita Mirzani Ngebet Ingin Bertemu Dito Mahendra di Persidangan Besok

Berdasarkan JPU, kasus ini bermula ketika terdakwa ZT menghubungi saksi Hedar Giacomo. Terdakwa meminta bertemu untuk membicarakan kerjasama pembangunan rumah villa. Sehingga pada tanggal 25 September 2017, saksi Hedar menemui terdakwa di rumahnya dan terjadilah percakapan mengenai materi yang akan dituangkan dalam Akta Perjanjian.

Dalam pertemuan tersebut, selain terdakwa dan saksi Hedar, juga dihadiri oleh saksi Yuri Pranatomo selaku orang kepercayaan terdakwa. Kemudian saksi Luh Citra Wirya Astuti dan saksi Kadek Swastika selaku pegawai ZT.

“Di dalam pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan kepada saksi Hedar bahwa ia akan menjual tanah dengan luas keseluruhan 13.700 m² dengan harga per meter Rp 4,5 juta dan akan menjadi salah satu klausul dalam perjanjian kerjasama pembangunan dan penjualan,” terang JPU, dalam dakwaannya yang dibacakan dalam persidangan, Kamis (16/9/2021).

BACA JUGA  PN Jaksel Tunda Sidang Perkara FS Dkk

Tanpa memiliki rasa curiga, lanjut JPU, saksi Hedar lalu menyetujui dan menyanggupi untuk membayar tanah milik terdakwa dan percaya kepada terdakwa bahwa total luasan tanah tersebut benar memiliki luas 13.700 m².

Selanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Yuri Pranatomo (sudah divonis bebas) untuk membuat draft berdasarkan hasil pertemuan dengan saksi Hedar yang akan diajukan ke Notaris untuk dibuatkan akta.

“Draft yang dibuat berisi bahwa terdakwa selaku pihak pertama dan saksi Hedar selaku pihak kedua sepakat untuk membuat Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan,” jelas JPU dalam dakwaannya.

Bahwa objek kerjasama adalah 8 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang seluruhnya atas nama terdakwa dengan luas total 13.700 M².  Harga dan nilai kerjasama adalah Rp 4,5 juta per meter perseginya sehingga total pembayaran yang harus dibayarkan oleh saksi Hedar kepada terdakwa adalah sebesar Rp 61 miliar 650 juta.

“Pembayaran atas harga keseluruhan kerjasama dibayar oleh saksi Hedar dengan 11 kali termin pembayaran. Namun anehnya, baik terdakwa maupun saksi Yuri selaku orang kepercayaan terdakwa tidak pernah memberikan fotocopy Sertifikat Hak Milik yang dijadikan objek perjanjian maupun memberikan keterangan luas masing-masing ke delapan Sertifikat Hak Milik tersebut,” ungkapnya.

Zainal Tayeb (tengah) didampingi kuasa hukum saat sidang di PN Denpasar secara daring dari Polres Badung, Kamis (23/9/2021)/Foto:Lex

Singkat cerita, lanjut JPU, pada bulan Desember 2019, saksi Luh Citra Wirya Astuti dan saksi Kadek Swastika selaku pegawai melakukan penghitungan luas tanah atas fotocopy Sertifikat Hak Milik beserta bukti pendukungnya.

“Terungkap bahwa kedelapan Sertifikat Hak Milik yang dijadikan objek perjanjian dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 hanya memiliki luas total 8.892 m², padahal di dalam Akta tercantum kedelapan Sertifikat Hak Milik yang seluruhnya atas nama terdakwa memiliki luas total 13.700 m²,” kata Imam Ramdhoni.

“Bahwa akibat perbuatan terdakwa memasukkan keterangan yang tidak benar ke dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 mengakibatkan saksi Hedar mengalami kerugian kurang lebih sekitar Rp 21,6 miliar,” tambah JPU.

BACA JUGA  Ketua MA Serahkan Bantuan Sembako Murah Dharmayukti Karini Sambut Idul Fitri

Sementara itu, dalam eksepsinya ZT melalui kuasa hukumnya yang dikomandoi Mila Tayeb menjawab satu per satu dalil-dalil dakwaan JPU dalam perkara tersebut. Pada kesimpulannya, kuasa hukum ZT menolak dakwaan JPU yang menyebutnya tidak cermat dalam menguraikan dakwaan dan ada dugaan terjadi maladiministrasi saat proses penyidikan oleh Satreskrim Polres Badung.(Alex)

Tinggalkan Balasan