Hemmen

Universitas Indonesia Kembangkan Pendeteksi Longsor Jarak Jauh

Tim peneliti FMIPA UI mengembangkan Landslide 2.0, yaitu Landslide Early Warning System (LEWS), sebuah alat untuk pemantauan tanah longsor jarak jauh secara daring (online). FOTO:dok.Ant

DEPOK, JABAR, SUDUTPANDANG.ID – Tim peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) mengembangkan Landslide 2.0, yaitu Landslide Early Warning System (LEWS) untuk memantau tanah longsor jarak jauh secara daring (online).

Tim peneliti FMIPA UI terdiri itu adalah Dr Parluhutan Manurung (Geografi), Dr Supriyanto (Geosains), dan Iskandar Koto, M.Sc. (Geosains).

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Dengan mendeteksi perubahan jarak dan kemiringan di daerah rawan longsor, sistem peringatan dini ini menggunakan sensor laser distance yang dioperasikan secara terus-menerus dari lokasi pantau melalui transmisi data komunikasi selular atau komunikasi Internet of Things (IoT),” kata Dr Parluhutan Manurung di Kampus UI Depok, Jabar, Kamis (12/1/2023).

Ia mengatakan desain, komponen, dan cara kerja Landslide 2.0 dibuat seringkas mungkin agar lebih terjangkau mengingat longsor terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

BACA JUGA  Mantan Kepala Baperlitbang Karimun Diperiksa Jaksa Terkait Anggaran Makan Minum Tahun 2020

Sistem peringatan ini dibuat lebih praktis agar masyarakat dari berbagai kalangan dapat mengoperasikannya.

Selain itu, Landslide 2.0 dilengkapi radio untuk menjangkau daerah terpencil yang tidak memperoleh akses telekomunikasi, serta dilengkapi panel surya kecil berukuran 12 watt peak (WP) sebagai sumber energi ramah lingkungan. Dengan perawatan yang baik, alat ini dapat tetap optimal digunakan dalam kurun lima tahun.

Ia mengatakan cara kerja Landslide 2.0 adalah dengan memantau perubahan jarak atau retakan sebagai indikasi pergerakan tanah melalui sensor laser rangefinder yang ditempatkan di satu sisi tiang pantau.

Kerumitan perubahan ini perlu dikonfirmasi dengan pemantauan vertikalitas atau ketegakan tiang pantau. Apabila perubahan jarak yang diukur telah melampaui ambang batas, sistem akan memberikan peringatan agar user menghindari daerah rawan longsor. Hasil pemantauan juga ditransfer ke sistem cloud server untuk ditampilkan secara daring dan “real time” pada “website”.

BACA JUGA  Kemnaker Sambut Baik Peran Pendidikan Vokasi di Ul

Ia menyebutkan bahwa pemantauan bersifat lokal di berbagai lokasi rawan longsor dapat diintegrasikan secara nasional sehingga pola pergerakan tanah di berbagai daerah dapat dianalisis secara komprehensif dan lengkap.

Teknologi inovasi berbasis masyarakat ini diharapkan dapat mendukung pengurangan risiko bencana longsor, terutama di permukiman masyarakat berpendapatan rendah.

“Inovasi dan kemandirian teknologi Landslide 2.0 diharapkan dapat diaplikasikan di berbagai lokasi rawan longsor di seluruh Indonesia. Harga yang terjangkau memungkinkan kita untuk membantu masyarakat dan pemangku kebijakan daerah dalam membangun sistem peringatan dini secara mandiri di daerah masing masing,” kata Parluhutan.

Landslide 2.0 yang mulai dirancang pada Agustus 2020 terus dikembangkan dan ditingkatkan hingga saat ini. Alat tersebut telah diujicobakan selama enam bulan di daerah Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, dan terbukti cukup efektif memantau pergerakan tanah sebelum longsor serta mengirimkan peringatan dini secara “real time” ke masyarakat.

BACA JUGA  Ammar Zoni Resmi Bebas Murni Pekan Depan

Dengan harga yang relatif terjangkau, yaitu Rp30-50 juta, masyarakat dapat mengoperasikan Landslide 2.0 untuk membangun sistem peringatan dini bencana longsor secara mandiri di daerah masing-masing. (02/Ant)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan