Kadis PUPR Sumut Jadi Tersangka, KPK Ungkap Proyek Rp 231 Miliar Sarat Suap

Bank BJB. Pemerasan TKA
Gedung KPK (Foto: Ist)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kadis PUPR Sumut tersebut diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan senilai total Rp 231,8 miliar.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Kadis PUPR Sumut diduga akan menerima imbalan hingga Rp 8 miliar dari pihak swasta sebagai kompensasi atas perannya dalam mengatur pemenangan lelang proyek tersebut.

“Kepala dinas akan diberikan sekitar 4 sampai 5 persen dari nilai proyek. Jika dikalkulasi dari total anggaran Rp 231,8 miliar, jumlahnya sekitar Rp 8 miliar,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

BACA JUGA  Sidang Kasus Merek di PN Jaktim, JPU Hadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana

Asep menambahkan, pemberian uang kepada Topan direncanakan dilakukan secara bertahap, menyesuaikan dengan progres proyek dan sistem pembayaran termin yang diterapkan. Proyek tersebut dijalankan oleh PT Dewa Nusa Group (PT DNG), yang dipimpin oleh Direktur Utama Muhammad Akhirun Pilang.

Dalam penyelidikan, KPK menemukan bahwa Topan memerintahkan bawahannya, Rasuli Efendi Siregar (RES), selaku Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), untuk menunjuk PT DNG sebagai pelaksana dua proyek pembangunan jalan, yakni Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai gabungan mencapai Rp 157,8 miliar.

“Penunjukan langsung ini menunjukkan adanya intervensi dari Kepala Dinas. Saudara RES diperintahkan untuk memenangkan PT DNG yang telah dibawa masuk oleh Topan,” ujar Asep.

BACA JUGA  Badan Pengawas MA Lakukan OTT Pada Juru Sita

Lebih lanjut, komunikasi antara RES dan Akhirun Pilang (KIR) menunjukkan bahwa proses penayangan proyek telah diatur sejak awal, termasuk instruksi agar KIR menyiapkan dokumen penawaran. Pengaturan itu bahkan melibatkan staf internal dan keluarga KIR, termasuk anaknya berinisial RAY, dalam pengurusan teknis e-katalog proyek.

Aliran Dana

KPK mengungkap adanya aliran dana dari KIR dan RAY kepada RES sebagai bagian dari pengondisian proses pengadaan. Dana tersebut diberikan baik melalui transfer bank maupun secara tunai.

“Proses e-katalog yang seharusnya transparan, diintervensi sedemikian rupa, termasuk pemberian uang yang kami ketahui terjadi melalui transfer dan penyerahan langsung,” jelas Asep.

Penyidik KPK juga menemukan indikasi kuat bahwa uang senilai Rp 2 miliar yang ditarik secara tunai oleh pihak swasta akan digunakan untuk membagikan fee kepada sejumlah pihak guna meloloskan proyek.

BACA JUGA  Anies Harap Keterangannya Buat Terang Kasus Formula E

“Informasi yang kami peroleh menunjukkan penarikan dana tunai Rp2 miliar oleh pihak swasta. Uang ini diduga akan didistribusikan kepada pihak-pihak tertentu demi memuluskan proyek pembangunan jalan tersebut,” pungkas Asep.(01)