Hemmen

OA Rasa Ormas

Muhammad Yuntri
Muhammad Yuntri (Foto:Naba SP)

Atas kejadian kasus Sdr.Razman ini, kiranya perlu dipikirkan bersama untuk melakukan evaluasi dalam rangka mencari solusi yang baik dalam menata ulang organisasi profesi Advokat di Indonesia, sekaligus sebagai titik balik (titik kulminasi) pembenahan profesi Advokat dan OA. Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah :

  1. Mengkaji ulang Makna dan Daya Berlaku Surat Ketua MA No. 73.
  2. Mematuhi Hukum Positif dan menghindari dari rekayasa dan multi-tafsir penegakan hukum
  3. Pembenahan OA (dibentuknya institusi tingkat sekunder sebagai wujud single bardengan mekanisme by system dan protokoler) dan penataan ulang (verifikasi) para Advokat baru yang dilahirkan “OA rasa Ormas”.

Ad.1  Mengkaji Ulang Makna dan Daya Berlaku Surat Ketua MA :

 Untuk mewujudkan pembenahan itu, maka disarankan agar institusi MA-RI baik dimohonkan atau tanpa dimohonkan oleh para pimpinan OA secara tertulis yang secara de facto diajukan oleh OA KAI dan PERADI, kiranya berkenan mencabut atau merevisi SKMA No.73 tersebut agar tidak diberlakukan lagi.

Atau merevisi SKMA 73 dengan menerbitkan SKMA yang baru dan menekankan pengajuan sumpah profesi hanya boleh diajukan oleh OA yang pendirian badan hukumnya mengacu kepada UU Advokat No. 18 tahun 2003 jo.,Putusan MK-RI No.101/PUU-VII/2009, Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Nomor 36/PUU-XIII/2015 terkait pengujian UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat, yang menyatakan OA yang secara de facto ada, yaitu KAI dan PERADI beserta variannya yang ada saat ini.

Dengan demikian MA-RI harus merevisi isi Surat Ketua MA No. 73 tersebut atau membuat penjelasan khusus bahwa OA yang diperkenan mengajukan sumpah profesi bagi para anggotanya adalah OA yang didirikan berdasarkan ketentuan pasal 28 UU Advokat No.18 tahun 2003, yang secara de facto ada adalah KAI dan PERADI beserta variannya sebagaimana bunyi putusan MK-RI di atas.

Ad.2 Mematuhi Hukum Positif dan menghindari dari rekayasa dan multi-tafsir

Bahwa dalam konteks pembenahan OA dimaksud adalah terkait penerapan pasal 28 ayat (1) dan ayat (2)  UU Advokat No.18 Tahun 2003, yang intinya menyatakan :

  • “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.”
  • “Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”

Bahwa sepanjang belum adanya perubahan teradap UU Advokat tersebut sampai saat ini, maka konsekuensi logis juridisnya adalah hanya ada satu OA (Single Bar) yang pendiriannya harus mengacu kepada UU Advokat tersebut, dilakukan oleh para Advokat dalam suatu Musyawarah berskala nasional yang tentunya melibatkan para advokat seluruh Indonesia, sebagai satu-satunya wadah profesi advokat, dan dilarang adanya penafsiran menjadi banyak OA (Multi Bar).

Bahwa guna mencegah berdirinya OA baru, maka diharapkan Kemenkumham R.I memblokir pendaftaran OA baru yang berkedok pendirian badan hukum persekutuan perdata yang menggunakan judul Advokat, serta tidak menerbitkan Skept pengesahan atas badan Hukum AHU nya. Kecuali badan hukum tersebut beritikad baik mendirikan suatu Organisasi Advokat seperti yang pernah terjadi pada tanggal 30 Mei 2008 saat pendirian OA Kongres Advokat Indonesia (KAI) di Balai Sudirman, Jakarta Selatan yang dihadiri langsung oleh 3.000 orang anggota seluruh Indonesia dan persetujuan dari para anggotanya dari berbagai daerah dengan surat kuasa +/- 2.000 lembar surat kuasa (seperti halnya yang diprakarsai oleh Advokat Senior alm.Adnan Buyung Nasution).

Bahwa sepanjang telah ditentukan oleh UU, maka semua tindakan yang mencoba melanggar ataupun yang berusaha menyalah-tafsirkan dan atau berusaha untuk merekayasa pendirian OA yang mengacu kepada UU No. 17 tahun 2013 tentang Ormas, untuk mengarahkannya kepada pembenaran terbentuknya Multi Bar, dengan menggunakan alibi-alibi pembenaran, maka hal itu dianggap masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum, setidaknya melakukan pelanggaran yang harus ditindak dan dapat diberi sanksi.

Bahwa dengan tidak adanya perubahan atas pasal 28 ayat (1) tersebut maka semua pihak yang berusaha mendirikan OA mengacu kepada UU No. 17 tahun 2003 tentang Ormas, dianggap telah menyalahi ketentuan dan prosedur pendirian wadah profesi Advokat tersebut. Dan konsekwensi juridisnya adalah “OA rasa Ormas” tersebut tidak bisa dikualifikasi sebagai OA melainkan sebagai tempat paguyuban dan pembinaan atau Forum Grup Diskusi (FGD) membahas kasus secara bersama grup.

Ad.3 Verifikasi Advokat Baru yang disumpah mengikuti arahan SKMA No. 73

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan