Hemmen

Informed Consent Merupakan Fondasi Tindakan Medis Kah?

Dr. Najab Khan, S.H., M.H.

Persetujuan tindakan kedokteran dimaknai sebagai “suatu persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter” setelah dokter memberi penjelasan tentang diagnosis, tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (Pasal 45 UU No. 29 / 2004 tentang PK). Berangkat dari pemaknaan demikian, dapat ditarik kesimpulan mengenai manfaat persetujuan tindakan kedokteran antara lain:

  • a).Dapat dijadikan bukti adanya hubungan hukum dokter dan pasien.
  • b) Memberi petunjuk awal terkait isi persetujuan tindakan medis “yang disetujui pasien kepada dokternya”.
  • c) Untuk dijadikan alat ukur “ada-tidaknya” unsur pelanggaran hukum, pelanggaran disiplin atau pelanggaran etik praktik kedokteran.
  • d) Sebagai fondasi terwujudnya tindakan medis dokter asalkan persetujuannya dilakukan dan disetujui pasien dalam keadaan sadar.
  • e) Dapat memberi perlindungan baik pada pasien ataupun dokter dari “timbulnya sengketa risiko medis”.

Tujuan persetujuan tindakan kedokteran:

  • a) Untuk “bukti bahwa telah terjadi hubungan hukum” dalam perikatan upaya tindakan medis sepihak.
  • b) Untuk memberi batasan bukti perlindungan hukum baik kepada pasien, dokter dan atau layanan kesehatan atas risiko medis yang timbul “sesuai standar ilmu pengetahuan kedokteran, SP, SOP dan kebutuhan medis pasien”.
  • c) Untuk dapat membebaskan tanggung jawab risiko medik atau ekses yang tidak terprediksi/ terprediksi sebelumnya atau ekses yang tidak bisa terhindarkan berdasarkan SP, SOP, kebutuhan medis pasien.

Ditinjau dari sisi aspek hukum, fungsi persetujuan tindakan kedokteran bagi dokter:

  1. Memberi rasa aman dalam menjalankan upaya tindakan medis.
  2. Sebagai pembelaan diri atas tindakan medis dokter yang sudah sesuai SP, SOP dan kebutuhan medis pasien.

Bagi pasien berfungsi : 1) Sebagai penghargaan atas hak-haknya. 2) Sebagai alasan gugatan atau klaim atas tindakan medis dokter apabila dipandang menyimpang dari pedoman SP, SOP, dan kebutuhan medis pasien dalam praktik kedokteran.

Dasar Hukum, Bentuk dan Subyek Hukum Persetujuan Tindakan Kedokteran

Dasar hukum persetujuan tindakan kedokteran tercantum dalam Pasal 45, Pasal 51 bukan tercantum dalam Pasal 39 UU No. 29 / 2004 tentang PK, Permenkes No. 290/2008. Bentuk persetujuan tindakan kedokteran meliputi : 1) Bentuk tertulis. 2) Bentuk lisan, berupa ucapan. 3) Bentuk gerak tubuh berupa anggukan atau menggelengkan kepala sebagai tanda pasien setuju / tidak setuju dilakukan upaya tindakan medis (Pasal 3 ayat (4) Permenkes No. 290/2008).

BACA JUGA  Benarkah Jessica Wongso Pembunuh Mirna?

Subyek hukum terkait persetujuan tindakan kedokteran Pasal 45 meliputi : 1) Pasien yang cakap bertindak dan persetujuannya dilakukan dalam keadaan pasien sadar setelah diberi penjelasan dokter / atau pendelegatian dokter. 2) Keluarga terdekat/wakil/wali pasien sesuai ketentuan UU. 3) Dokter/tim dokter. Dasar hukum “upaya kesehatan dibidang persetujuan tindakan kedokteran sepihak” sebagaimana diatur dalam Pasal 45 UU No. 29/2004 tentang PK “sejatinya harus dibedakan” dengan dasar hukum “upaya kesehatan dibidang pengobatan penyakit, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pemulihan kesehatan yang disepakati dua pihak” sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 39 UU No. 29/2004 tentang PK.

Tidak mesti setiap pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan (dokter) harus diikuti dengan suatu tindakan medis dan tidak harus pula melibatkan dokter. Dapat saja pelayanan kesehatan dibutuhkan dan dilakukan tanpa tindakan medis dokter. Mendasarkan pada ketentuan upaya layanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 39 jelas mengandung beberapa subyek hukum antara lain : 1) orang/badan hukum terkait dengan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas). 2) pasien. 3) Dokter, atau 4) melibatkan pihak Pemerintah atau organisasi profesi selaku lembaga pengawas.

BACA JUGA  Memperkenalkan Diplomasi Santri di Negeri Paman Sam

Jika terjadi dugaan pelanggaran praktik layanan kesehatan ditempat-tempat sarana pelayanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 39 dapat saja hanya melibatkan subyek hukum badan layanan kesehatan (Rumah Sakit) dan pasien atau pihak terkait tanpa mengkait-kaitkan dengan profesi dokter. Oleh sebab itu perlu dibuat pemisahan yang jelas, tegas, transparan dan detail antara tanggung jawab layanan kesehatan bidang tindakan medis yang melibatkan dokter/tim dokter menurut ketentuan Pasal 45 dan tanggung jawab layanan kesehatan bidang pengobatan penyakit, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pemulihan kesehatan pada sarana layanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 39 UU No. 29/2004 tentang PK.

F. Substansi Suatu Penjelasan Terkait Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pentingnya memperhatikan substansi “suatu penjelasan terkait persetujuan tindakan kedokteran” yang diberikan dokter kepada pasien selain untuk menumbuhkan tingkat kesadaran pasien dalam mengambil keputusan atas pilihan sulit nasib tubuhnya juga sebetulnya penting dalam kerangka memberi penjelasan yang adequate. Selain itu “suatu penjelasan dipandang penting karena memberi kesempatan kepada pasien/keluarga untuk benar-benar menyadari atas pengambilan keputusan sebagai jalan alternatif terakhir yang dipilihnya. Bila ternyata pasien ragu-ragu atau masih keberatan memutuskan maka pasien tentu dapat menolak atau mencari second opinion.

BACA JUGA  Hal yang Harus Dihindari saat Merawat Tubuh dan Kulit

Berbeda keadaannya jika terjadi hal sebaliknya yaitu menghadapi pasien tidak sadar atau sedang mengalami kedaruratan maka persetujuan maupun penolakan tindakan kedokterannya dilakukan oleh keluarga pasien. Demikian pula bila terjadi keadaan kedaruratan yang “terprediksi/tidak terprediksi” setelah pasien memberi persetujuan namun dokter masih memerlukan perluasan tindakan medis maka pedoman terkait persetujuan perluasan tindakan kedokteran menurut Pasal 4 ayat 1 Permenkes No.
290/2008 tidak diperlukan namun cukup dengan pemberian penjelasan kepada keluarga pasien atau kepada pasien setelah pasien sadar. Dalam praktik kedokteran dan demi kehati-hatian, jika terjadi keadaan darurat terhadap diri pasien, kemudian keluarga pasien tidak mau menerima penjelasan dokter atau tidak pula mau memberi persetujuan perluasan tindakan maka seyogyanya terhadap dokter yang sudah berupaya melakukan tindakan medis maksimal sesuai SP, SOP dan sebelum melakukan perluasan tindakan medis hendaknya di-back up dengan “suatu berita acara” tentang jalannya tindakan medis kedaruratan yang dialami pasien.

BACA JUGA  Soal Perkara Denny Indrayana, OC Kaligis Kembali Surati Tito Karnavian

Berita acara yang dibuat hendaknya distandarkan/dibakukan agar penjelasan-penjelasan yang tertuang dalam berita acara tersebut memiliki kekuatan bukti yang sama seperti bukti persetujuan tindakan kedokteran. Semua keadaan terkait substansi “penjelasan maupun permintaan atau pemberian atas persetujuan tindakan kedokteran” akan dapat dipandang sah dan kuat sebagai bukti dokter telah bekerja sesuai prosedur yaitu “apabila digantungkan pada penyampaian penjelasan yang benar-benar telah tersampaikan (adequate)” serta didukung dengan pelaksanaan tindakan medis yang sesuai SP, SOP atau kebutuhan medis pasien baik kebutuhan medis normal/darurat.

G. Potensi Pelanggaran dan Methode Penegakannya

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan